Liputan6.com, Jakarta - Pemilu 2024 tidak akan menggunakan teknologi pemungutan suara memakai perangkat elektronik (e-voting). Kesepakatan itu tercapai dari hasil rapat konsinyering.
Pada Sabtu (14/5/2022), digelar rapat konsinyering antara Komisi II DPR RI, Kemendagri, dan penyelenggara pemilu yaitu KPU, Bawaslu, dan DKPP menyepakati Pemilu 2024.
Advertisement
Alasan Pemilu 2024 tidak akan menggunakan e-Voting, karena infrastruktur yang masih belum merata. Oleh karena itu, sistem pemungutan suara masih memakai cara yang digunakan ketika pemilu periode sebelumnya pada 2019.
"Karena infrastruktur di kabupaten dan kota apalagi di luar Pulau Jawa yang berkaitan dengan internet belum memadai, akhirnya kami putuskan masalah digitalisasi dan regulasi tidak berubah dari pelaksanaan Pemilu 2019," kata Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus menyampaikan hasil konsinyering, seperti dilansir Antara.
Anggota Komisi II DPR RI Rifqi Karsayuda juga menyampaikan informasi yang sama. Dia menerangkan, wacana penggunaan e-voting sempat bergulir, tetapi para pihak memahami teknologi pendukung belum merata di seluruh daerah di Indonesia.
"Wacana e-voting tak digunakan pada 2024 dengan berbagai pertimbangan, salah satunya belum merata-nya teknologi infrastruktur di Indonesia dan berbagai macam hal-hal lain yang harus dipersiapkan," papar Rifqi.
Kendati Pemilu 2024 tidak menggunakan e-voting, tetapi proses rekapitulasi suara menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). Sistem itu yang berbasis elektronik/digital telah digunakan oleh KPU saat Pilkada 2020 di 270 daerah provinsi, kabupaten, dan kota.
Bahas Sejumlah Isu
Komisi II DPR RI, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar konsinyering pada Jumat (13/5) sampai Sabtu dini hari membahas sejumlah isu pemilu, di antaranya terkait anggaran, masa kampanye, teknis penyelesaian sengketa, pengadaan logistik, dan digitalisasi pemilu.
Walaupun demikian, hasil rapat konsinyering bukan kesepakatan atau keputusan resmi, karena kesimpulan pertemuan itu masih lanjut didiskusikan pada rapat dengar pendapat (RDP) di DPR RI.
"Kata kuncinya konsinyering adalah bagian dari agenda untuk menyamakan persepsi, dan konsinyering bukan agenda resmi yang keputusannya jadi keputusan resmi. Keputusan resmi (ada di) RDP," tutur Rifqi.
Dia melanjutkan, konsinyering sengaja dilaksanakan untuk mengatasi kebuntuan yang dialami para pihak kala membahas berbagai masalah pemilu pada forum-forum rapat yang formal.
Sumber: Antara
Advertisement