Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa negara anggota ASEAN akan mengeluarkan joint statement mengenai adopsi negara-negara ASEAN terhadap standar protokol kesehatan
Hal itu disampaikan ketika presidensi Indonesia dalam pertemuan Menteri Kesehatan se-ASEAN (15th AHMM) di Hotel Conrad, Bali, seperti dikutip dari situs Sehat Negeriku pada Minggu, 15 Mei 2022.
Advertisement
"Ini sama dengan yang akan kita capai di G20 supaya nanti aplikasi PeduliLindungi atau di TraceTogether dari Singapura bisa interkoneksi satu sama lain," katanya pada konferensi pers usai pertemuan 15th AHMM.
Protokol kesehatan tersebut nantinya bisa digunakan di negara anggota ASEAN. Menkes Budi menganalogikan protokol kesehatan itu sebagai paspor sehingga kalau ke luar negeri secara legal butuh paspor dan paspornya bisa dikenali di negara yang dituju.
"Nanti ke depannya kita ingin hal yang sama terjadi juga untuk sektor kesehatan," kata Menkes Budi.
Sekarang di kesehatan, lanjutnya, ingin melakukan yang sama seperti paspor, karena sekarang travel butuh sertifikat vaksin.
Standar protokol kesehatan yang sama itu dibuat berbasis teknologi. Di antaranya menggunakan kode QR dengan mengikuti standar ke kode QR-nya WHO, yakni bisa manual bisa juga pakai aplikasi di ponsel pintar.
"Nanti rencana kita akan bekerja sama dengan negara-negara G20. Mudah-mudahan inisiatif dari ASEAN ini bisa mengonvergensi teknologi digital," ujar Menkes Budi.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Mendirikan Pusat Kedaruratan Kesehatan Masyarakat ASEAN
Selain rencana standarisasi protokol kesehatan, Menteri Kesehatan se-ASEAN juga menyetujui pendirian Pusat Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan Penyakit Menular ASEAN atau ASEAN Center for Public Health Emergencies and Emerging Diseases (ACPHEED).
"Kita setuju untuk membentuk ACPHEED. Intinya adalah pusat kerja sama ASEAN untuk menghadapi potensi adanya outbreak pandemi ke depannya," kata Menkes Budi.
Terdapat tiga pilar untuk membentuk ACPHEED. Budi menyebutkan pilar-pilar tersebut antara lain pilar surveilans, deteksi, dan respons. Ada juga pilar manajemen risiko.
Tiga negara yang sudah memberikan komitmen untuk masing-masing pilar tersebut adalah Vietnam, Thailand, dan Indonesia.
Jadi, tiga negara ini akan bekerja sama untuk memersiapkan segalanya apabila ada potensi outbreak.
Adanya ACPHEED akan mengintegrasikan protokol kesehatan yang ada di negara-negara anggota ASEAN.
"Itu nanti kita sinergikan. Kalau ada negara anggota ASEAN memiliki kasus pandemi yang sudah sangat turun, maka relaksasi dari prosesnya lebih tinggi dibandingkan negara lain yang kasusnya belum turun," kata Budi Gunadi Sadikin.
ACPHEED berlaku di ASEAN tapi kompetensi utamanya ada di 3 negara yakni Vietnam, Thailand, dan Indonesia.
Sebab, tiga negara tersebut yang mengajukan bahwa mereka mau memiliki kantor di Indonesia untuk salah satu dari kompetensi baik surveilans, deteksi, atau respons.
Advertisement
Teknologi dan Kesehatan
Pemanfaatan teknologi digital di bidang kesehatan selama pandemi tak hanya terlihat di tingkat ASEAN. Di Indonesia pun pemanfaatan aplikasi kesehatan sudah bukan hal yang aneh.
Baru-baru ini, Budi mengungkapkan upaya digitalisasi data imunisasi anak yang nantinya akan masuk ke dalam aplikasi PeduliLindungi.
Dalam hal ini, tidak hanya data vaksinasi COVID-19 yang terekam di PeduliLindungi, melainkan data imunisasi anak yang bisa diakses para orangtua.
Upaya digitalisasi data imunisasi anak merupakan bagian dari program sistem transformasi teknologi kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada bidang layanan kesehatan primer.
Hal ini juga belajar dari kemudahan menyimpan data vaksinasi COVID-19 di PeduliLindungi.
"Pengalaman dengan vaksinasi COVID-19, kita melakukan ini dengan teknologi informasi digital dan sertifikatnya juga dibuat digital, ditaruh di aplikasi PeduliLindungi," kata Budi Gunadi saat Temu Media: Bulan Imunisasi Anak Nasional di Jakarta pada Kamis, 12 Mei 2022.
"Program yang kita lakukan dalam transformasi layanan ini terkait dengan imunisasi adalah melakukan digitalisasi penuh dari proses imunisasi, sehingga semua anak-anak yang nanti kita lakukan imunisasi akan terekam (data) individunya," dia menambahkan.
Bisa Digunakan Setiap Saat
Data imunisasi anak yang akan tersimpan di PeduliLindungi akan bisa dipergunakan setiap saat, bahkan sampai anak-anak menjadi dewasa.
Data digitalisasi pun tidak mudah hilang atau tercecer seperti halnya buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang biasa dipergunakan dalam pencatatan imunisasi.
"Setelah imunisasi, anak akan memiliki sertifikat vaksinasi elektronik yang disimpan secara digital, sehingga anytime, setiap saat dibutuhkan oleh yang bersangkutan, baik 15 tahun lagi atau 20 tahun lagi, dia tetap bisa mengambil datanya yang tersimpan di Kementerian Kesehatan," kata Budi Gunadi.
Program imunisasi anak nasional, lanjut Budi Gunadi Sadikin, merupakan salah satu bagian dari pilar pertama dan pilar keenam transformasi sistem kesehatan Indonesia, yaitu transformasi pada sistem pelayanan kesehatan primer.
Utamanya, dalam melakukan kegiatan promotif, preventif atau pencegahan. Ini juga bagian dari pilar keenam, yaitu transformasi sistem teknologi informasi kesehatan.
Lantas, apa yang berbeda dengan yang sebelumnya dilakukan oleh Kementerian Kesehatan untuk program imunisasi kali ini?
Menurut Budi, salah satu perbedaannya adalah penambahan jumlah vaksin atau jumlah imunisasi wajib yang akan diberikan ke masyarakat.
"Dari 11 menjadi 14, kami tambahkan tiga vaksin baru, yaitu vaksin Human Papilloma Virus (HPV) untuk kanker serviks kepada para ibu. Kemudian Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV) untuk pneumonia ke balita, dan juga Rotavirus untuk penyakit diare, yang juga ditargetkan ke balita," katanya.
Advertisement