Liputan6.com, Jakarta - Pejabat dari Amerika Serikat (AS), Inggris, Kanada, Australia, dan Belanda telah berbagi data dan mengidentifikasi lebih dari 50 petunjuk kriminal terkait kripto, termasuk satu kasus yang dapat berupa skema Ponzi senilai USD 1 miliar atau setara dengan Rp 14,67 triliun (asumsi kurs Rp 14.673 per dolar AS)
Pejabat Berbagi Data tentang Kejahatan Kripto Global
Advertisement
The Head of tax enforcement dari negara-negara Joint Chiefs of Global Tax Enforcement (J5) bertemu di London minggu ini untuk berbagi intelijen dan data untuk mengidentifikasi sumber aktivitas kripto lintas batas ilegal, Bloomberg melaporkan Jumat, 13 Mei 2022.
J5 dibentuk sebagai tanggapan atas ajakan bertindak dari Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) agar negara-negara dapat berbuat lebih banyak untuk mengatasi pemicu kejahatan pajak.
Ini terdiri dari Australian Taxation Office (ATO), Canada Revenue Agency (CRA), Fiscale Inlichtingen-en Opsporingsdienst (FIOD), HM Revenue & Customs (HMRC), dan Internal Revenue Service Criminal Investigation (IRS-CI).
Selama pertemuan tersebut, para pejabat mengidentifikasi lebih dari 50 petunjuk kriminal terkait kripto, publikasi tersebut menyampaikan.
"Beberapa dari petunjuk ini melibatkan individu dengan transaksi NFT yang signifikan seputar potensi pajak atau kejahatan keuangan lainnya di seluruh yurisdiksi kami,” kata Kepala investigasi kriminal di Internal Revenue Service (IRS), Jim Lee kepada wartawan pada Jumat, dikutip dari bitcoin.com, Senin (16/5/2022).
Dia menambahkan, satu petunjuk tampaknya merupakan skema Ponzi USD 1 miliar, mencatat petunjuk ini menyentuh setiap negara J5.
Selain itu, para pejabat telah mengidentifikasi petunjuk yang melibatkan pertukaran terdesentralisasi dan perusahaan teknologi keuangan, Lee menambahkan, mungkin ada pengumuman tentang "target signifikan” segera bulan ini.
Kepala dan direktur umum Layanan Informasi dan Investigasi Fiskal Belanda (FIOD), Niels Obbink mengatakan, NFT adalah salah satu cara digital modern baru dalam pencucian uang berbasis perdagangan.
Obbink mencatat, kripto memiliki kontrol yang lebih sedikit dan pengawasan yang lebih sedikit dan regulasi terbatas yang membuatnya rentan terhadap penipuan. Dia menekankan, itu harus menjadi perhatian.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pasar Kripto Tersungkur Imbas Investor Jual Aset Berisiko hingga Inflasi AS
Sebelumnya, pasar aset kripto kembali mengalami performa yang lesu secara keseluruhan pada pekan kedua Mei 2022 ini. Kondisi market langsung mendadak 'sakit' mengingat situasi makro ekonomi sedang tak pasti.
Meski begitu market mulai stabil dengan beberapa aset kripto mengalami lonjakan. Melansir Coinmarketcap pada Jumat, 13 Mei 2022, delapan dari 10 aset kripto berkapitalisasi pasar terbesar sudah mengalami peningkatan dan masuk zona hijau.
Contoh Bitcoin (BTC) yang nilainya naik 14,05 persen dalam sehari terakhir dan kini berada di USD 30.383,75 atau sekitar Rp 444,9 juta. Sementara itu, nilai Ethereum (ETH) turut naik 17,26 persen ke USD 2.091,36 pada waktu yang sama.
Mengutip Coinmarketcap Minggu pagi, 15 Mei 2022, harga bitcoin naik 0,48 persen dalam 24 jam terakhir. Namun, selama sepekan terakhir, harga bitcoin merosot 13,87 persen. Harga bitcoin di posisi USD 29.820 atau sekitar Rp 436,24 juta (asumsi kurs Rp 14.629 per dolar AS).
Harga ethereum melemah 1,37 persen ke posisi USD 2.029 atau sekitar Rp 29,68 juta. Harga ethereum melemah 1,37 persen dalam 24 jam. Sedangkan selama sepekan, harga ethereum merosot 20,93 persen. Sebagian besar kripto jajaran teratas lainnya masih lesu.
Advertisement
Investor Lepas Aset Berisiko
Trader Tokocrypto, Afid Sugiono menuturkan, sentimen negatif dampak dari drama stablecoin Terra USD (UST) membuat pelaku pasar khawatir dan ragu atas kondisi pasar stablecoin dan pasar kripto pada umumnya yang terlalu volatil untuk saat ini.
"Ketakutan ini pun semakin bertambah setelah Menteri Keuangan AS, Janet Yellen dan The Fed kompak mengatakan bahwa stablecoin adalah risiko besar yang mengancam sektor keuangan," ujar Afid, dalam keterangan tertulis, ditulis Minggu, 15 Mei 2022.
Namun, secara keseluruhan investor masih kompak melakukan aksi jual dan melepas aset berisiko mengingat situasi makro ekonomi sedang tak pasti. Kondisi inflasi AS masih akan terus menggentayangi ekonomi Negeri Paman Sam itu, sehingga mereka pun hijrah dari aset-aset volatil aman ke aset aman seperti dolar AS.
"Laju inflasi yang melebihi proyeksi menyebabkan investor untuk melepas aset berisikonya. Hal ini ikut menghantam pasar aset kripto," ungkap Afid.
Kondisi pasar kripto juga selaras dengan saham, pelaku pasar tampak kompak melepas saham sektor teknologi lantaran khawatir bank sentral AS The Fed bakal kembali mengetatkan kebijakan moneternya dengan agresif.
Kapitalisasi Pasar Kripto Turun Rp 2.927 Triliun Akibat Aksi Jual
Sebelumnya, bitcoin sempat turun di bawah USD 26.000 atau sekitar Rp 380,6 juta pada Kamis untuk pertama kalinya dalam 16 bulan, di tengah aksi jual yang lebih luas dalam cryptocurrency yang menghapus lebih dari USD 200 miliar (Rp 2.927 triliun) dari seluruh pasar dalam satu hari.
Dilansir dari CNBC, Jumat, 13 Mei 2022, harga Bitcoin jatuh serendah USD 25.401,29 pada Kamis, menurut Coin Metrics. Itu menandai pertama kalinya cryptocurrency tenggelam di bawah level USD 27.000 sejak 26 Desember 2020.
Bitcoin sejak itu mengurangi kerugiannya dan terakhir diperdagangkan pada USD 28.569,25, turun 2,9 persen. Namun, pada perdagangan Jumat (13/5/2022) Bitcoin kembali rebound dan diperdagangkan di kisaran USD 30.000.
Investor melarikan diri dari kripto pada saat pasar saham telah jatuh dari puncak pandemi virus corona di tengah kekhawatiran atas melonjaknya harga dan prospek ekonomi yang memburuk.
Data inflasi AS yang dirilis Rabu menunjukkan harga barang dan jasa melonjak 8,3 persen pada April, lebih tinggi dari yang diperkirakan oleh para analis dan mendekati level tertinggi dalam 40 tahun.
Hal lain yang juga membebani pikiran para pedagang adalah kejatuhan protokol stablecoin Terra yang diperangi. Terra USD, atau UST, seharusnya mencerminkan nilai dolar. Akan tetapi, itu anjlok menjadi kurang dari 30 sen, mengguncang kepercayaan investor pada apa yang disebut ruang keuangan terdesentralisasi.
Dampak dari runtuhnya Terra menyebabkan kekhawatiran penularan pasar. Para ekonom telah lama khawatir stablecoin mungkin tidak memiliki jumlah cadangan yang diperlukan untuk meningkatkan patok dolarnya jika terjadi penarikan massal.
Advertisement