Liputan6.com, Jakarta Kasus gagal bayar Asuransi Bumiputera tidak tuntas sejak 2017 hingga hari ini. Jumlah nasabah yang menjadi korban kasus ini sangatlah besar, hingga jutaan nasabah.
Padahal status klaim mereka juga sudah habis kontrak dan klaim polisnya, tapi hingga kini tidak ada pencairan dananya dan kepastian kapan akan dibayarkan.
Advertisement
Sementara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator industri asuransi di Indonesia tak kunjung berani menuntaskan kasus gagal bayar ini. OJK selalu beralasan kekosongan Badan Perwakilan Anggota (BPA) Bumiputera sebagai dalihnya, meski kekosongan BPA terjadi lebih satu tahun.
Sejak Desember 2020, BPA lama dipecat oleh OJK dan baru pada Mei 2022, BPA baru terpilih. Sangat lama proses pemilihan BPA baru dilakukan OJK. Dengan ada BPA baru, diharapkan OJK lebih mudah dalam mengawasi untuk mempercepat pembayaran klaim polis para pempol yang bertahun-tahun tertunda.
Akibat tiada kepastian penyelesaian kasus gagal bayar ini, Korban Gagal Bayar AJB Bumiputera 1912 akan melakukan aksi damai bersama dan serentak secara nasional untuk menuntut kepastian penyelesaian kasus ini yang cenderung bertele-tele.
Aksi damai ini rencananya dilakukan selama tiga hari berturut-turut pada 23-25 Mei 2022 di tiga lokasi berbeda. Aksi ini akan dilakukan oleh para nasabah korban gagal bayar Bumiputera di seluruh Indonesia. Seperti dari Jabodetabek, Batam-Kepri, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan lain lain.
“Kami akan menyampaikan beberapa tuntutan sebagai warga negara dan rakyat Indonesia yang menjadi korban asuransi Bumiputera," kata Koordinator Aksi Serentak Korban Gagal Bayar AJB Bumiputera 1912 Fien Mangiri dalam keterangan persnya, Senin (16/5/2022).
Aksi damai hari pertama akan dilakukan di DPR RI-Senayan Jakarta, hari kedua di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan ketiga dilakukan di kawasan Silang Monas Jakarta yang menghadap ke Istana Negara.
Aksi ini dilakukan karena semakin kaburnya penyelesaian kasus gagal bayar Bumiputera hingga hari ini, selain sudah terbentuk Dewan Komisioner baru OJK masa bakti 2022-2027.
Fien Mangiri mengatakan aksi kali ini merupakan rangkaian dari aksi-aksi damai yang kami lakukan sebelumnya sejak 2020.
Aksi ini menjadi gambaran puncak kekesalan dan keputusasaan kami, sekaligus meminta perhatian pemerintah Presiden Joko Widodo untuk membantu penyelesaian kasus ini secara tuntas dan pasti.
"Kepada DPR RI, kami meminta para wakil rakyat ini membantu dan mengawasi kepastian penyelesaian kasus gagal bayar ini, sekaligus mendesak Dewan Komisioner OJK yang baru segera memprioritaskan penyelesaian kasus AJB Bumiputera 1912, dalam tempo secepat-cepatnya,” ujar Fien.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Minta Perhatian Jokowi
Kemudian, tambah M Syakur Usman, kami juga meminta perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membantu masalah jutaan rakyat Indonesia yang kehilangan haknya akibat manajemen asuransi yang bobrok ini.
Sementara biaya kebutuhan hidup semakin tinggi kala pandemi ini dan tidak bisa ditutupi lagi akibat kesulitan keuangan para nasabah yang mayoritas berasal dari kalangan menengah-bawah.
"Kami meminta belas kasih dan perhatian Presiden Joko Widodo kepada nasahah kasus gagal bayar Bumiputera."
Ibu Yorinda, perwakilan nasabah dari wilayah Batam-Kepri, dan Irma dari Sumatra Selatan, menambahkan selain aksi di wilayah masing-masing, kami pun mengutus perwakilan ke Jakarta untuk bergabung aksi bersama-sama di pusat dengan membawa data-data klaim polis korban Bumiputera di wilayah. Kami menuntut segera klaim polis kami dibayarkan.
Sebelum melakukan aksi ini, nasabah korban Bumiputera sudah melakukan berbagai upaya untuk mendesak penyelesaian kasus gagal bayar ini.
Antara lain menghadiri rapat dengar pendapat umum dengan Komisi XI DPR RI thn 2020, penyampaian surat somasi ke manajemen Bumiputera dan OJK.
Advertisement
Pengamat: Kasus Bumiputera Sudah Ada Sejak 1997
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah Redjalam menjelaskan, permasalahan gagal bayar yang terjadi pada Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 (AJBB) sudah terjadi sejak 1997. Kasus ini belum selesai karena tidak ada niat baik dari manajemen.
Piter menjelaskan, kasus gagal bayar yang terjadi pada Bumiputera ini tidak bisa diselesaikan seperti Jiwasraya. Alasannya, Bumiputera adalah perusahaan swasta murni dengan bentuk badan hukum usaha bersama. Pemilik polis adalah pemilik Bumiputera.
Permasalahan Asuransi Jiwa Bumiputera ini pertama kali muncul pada 1997. Saat itu Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai regulator sudah berusaha memfasilitasi penyelesaian permasalahan pemegang polis dengan manajemen.
"Saat itu Regulator meminta Bumiputera untuk menyusun program penyehatan jangka pendek dan menengah," kata Piter dalam keterangan, Selasa (31/8/2021).
Sejak saat itu meskipun regulator mengalami pergantian tetapi tidak pernah berhenti berupaya memfasilitasi penyelesaian permasalahan Bumiputera.
"Sejak 1997 hingga sekarang regulator setidaknya sudah tiga kali menghadapi opsi melikuidasi atau melanjutkan upaya penyehatan AJBB. Tiga kali pula Regulator memilih untuk menyelamatkan Bumiputera," tambah Piter.
Menurutnya, Permasalahan AJBB tidak pernah selesai tuntas karena pengelola Bumiputera yaitu BPA, komisaris dan direksi tidak pernah konsisten melaksanakan program-program yang mereka susun sendiri.
Pembangkangan
Piter melanjutkan, belajar dari fakta bahwa gagalnya program penyehatan AJBB selama ini lebih disebabkan oleh intervensi BPA, regulator yaitu OJK mencoba untuk lebih tegas dengan mengeluarkan empat kali perintah tertulis kepada Bumiputera yang isinya meminta BPA untuk lebih independen, tidak mencampuri pengelolaan Bumiputera, serta segera mengambil tindakan mengakui kerugian yang dialami AJBB.
Surat Perintah Tertulis dari OJK menjadi awal pembangkangan BPA terhadap OJK. BPA kemudian tidak memberikan dukungan yang cukup terhadap upayaupaya penyehatan keuangan AJBB. Akibatnya seluruh program penyelesaian AJBB gagal.
Pembangkangan terbesar BPA adalah ketika OJK mengeluarkan perintah tertulis yang keempat melalui surat No. S-13/D.05/2020 tanggal 16 April 2020. Isi perintah tertulis tersebut adalah meminta AJBB untuk segera melaksanakan Sidang Luar Biasa BPA/RUA guna mengambil keputusan terkait kerugian yang dialami AJBB sebagaimana diatur dalam pasal 38 Anggaran Dasar Bumiputera.
Advertisement