Kisah di Balik Makam Viral di Tengah Jalan Purwokerto

Makam Ragasemangsang, yang berada di tengah jalan Purwokerto, konon tidak bisa dipindahkan.

oleh Asnida Riani diperbarui 16 Mei 2022, 20:07 WIB
Makam Keramat Ragasemangsang yang berada di tengah jalan. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Jakarta - Makam Ragasemangsang, yang berlokasi di tengah jalan di Purwokerto, menarik perhatian warga jagat maya. Lewat sebuah utas di akun Twitter, @mwv_mystic, yang diunggah Minggu, 15 Mei 2022, lokasi tidak biasa dari makam ini menarik atensi.

"Di tengah pertigaan jalan di Purwokerto, terdapat makam yang diberi nama 'Makam Ragasemangsang' atau jika diartikan berarti 'Tubuh yang Tergantung,'" tulis akun tersebut. "Konon, di sini dahulu terdapat sebuah pohon tempat eksekusi prajurit sakti Diponegoro yang hanya bisa dib*nuh dengan cara digantung."

Kicauan yang sudah mengumpulkan lima ribu likes ketika artikel ini ditulis kemudian menimbulkan pertanyaan, benarkah demikian? Merujuk laporan kanal Regional Liputan6.com, makam ini benar-benar ada.

Letaknya berimpitan langsung dengan Kompleks Pendopo Bupati Banyumas, tepatnya di Kelurahan Sokanagara, Purwokerto Utara. Bentuknya disebut mirip dengan benteng kuno. Bangunannya berukuran sedang, sekitar 2,5 x 1,5 meter persegi, dengan tinggi 180 sentimeter itu  berdiri di persimpangan jalan.

Meski berada di tengah kota, kesan angker makam tersebut disebut tetap terasa. Pintu kecil berukuran 70 sentimeter dengan atap melengkung berada di dinding selatan makam. Sementara, dinding barat dan timur terdapat semacam lubang intai.

Bagian atap tertutup rapat oleh cor yang dibangun saat era Kolonial. Mengintip ke dalam makam keramat di tengah jalan tersebut, saat itu dilaporkan ada kembang tujuh rupa yang dialasi kertas koran.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Tidak Bisa Dipindah?

Makam Keramat Ragasemangsang yang berada di tengah jalan. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Tidak terhitung upaya pemerintah setempat untuk memindah makam keramat yang disebut mengganggu lalu lintas tersebut. Namun, usaha pemindahan makam tua itu selalu gagal. Pemborong, bahkan petinggi daerah disebut bermimpi bertemu "penghuni makam" yang tidak mau dipindah.

Risiko bagi pemindah makam pun besar. Konon suatu ketika, seorang pekerja pingsan mendadak ketika menggali di seputaran area makam keramat di tengah jalan itu. Beberapa lain diceritakan sakit mendadak, bahkan sampai meninggal dunia.

Warga setempat bernama Karto Suwito bercerita tidak diketahui pasti kapan makam itu dibangun. Yang pasti, sejak zaman penjajahan Belanda, bangunan itu telah ada.

Makam ini juga dikeramatkan. Para petinggi negeri yang ingin naik jabatan hingga bakul warung yang ingin dagangannya laris kerap bertapa, bersemedi, atau sekadar menaburkan bunga dan meletakkan sesaji di tempat ini. Pengeramatan makam ini tidak lepas dari mitologi yang berkembang di tengah masyarakat Purwokerto dan sekitarnya.


2 Versi Cerita

Makam Keramat Ragasemangsang yang berada di tengah jalan. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Karto Suwito, yang tinggal kurang dari 100 meter dari makam di tengah jalan ini, menyebut setidaknya ada dua versi cerita tentang makam keramat tersebut. Versi pertama, makam keramat tersebut adalah makam seorang tokoh sakti bernama Ragasemangsang. Saking saktinya, Ragasemangsang hanya bisa mati jika bagian tubuhnya dipotong jadi beberapa bagian.

Bagian tubuhnya kemudian sama sekali tidak boleh menyentuh tanah. Karena itu, tubuhnya harus digantung agar tak menyentuh tanah. Suatu hari, Ragasemangsang bertarung melawan seorang tokoh antagonis bernama Kyai Pekih. Ternyata, Kyai Pekih adalah tokoh yang juga memiliki kesaktian serupa.

Dalam pertarungan itu, Ragasemangsang berhasil mengalahkan Kyai Pekih. Tubuh Kyai Pekih lalu digantung di pohon beringin yang saat itu tumbuh di sekitar petilasan Ragasemangsang.

"Jadi, ini adalah makam Kyai Ragasemangsang yang dulunya adalah petilasan. Dulunya, Kyai Pekih tubuhnya digantung di pohon dekat sini," Suwito bercerita.

Versi kedua, pada masa zaman penjajahan, terjadi peperangan di Purwokerto. Beberapa hari kemudian, ditemukan sesosok jasad "menyangsang" di pohon beringin besar. Kemungkinan, tubuh yang ditemukan itu adalah jasad pejuang yang bersembunyi ketika terluka dalam perjuangan. "Kemudian dimakamkan di sini," tuturnya.


Cagar Budaya

Sesaji dan bunga tujuh rupa di dalam makam di tengah jalan Purwokerto. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Versi lainnya diceritakan Kukuh Hasan Surya, seorang warga Mersi, Purwokerto. Berkebalikan dari cerita versi Karto Suwito, Kukuh justru mendengar bahwa Ragasemangsang adalah tokoh antagonis.

Ceritanya, Ragasemangsang adalah penjahat, garong, dan bromocorah yang kerap membuat onar. Namun, ia sakti sehingga tidak ada yang bisa mengalahkannya. Ia hanya bisa mati jika tubuhnya digantung tanpa menyentuh tanah.

Lantas, seorang lakon protagonis bernama Kyai Pekih mengalahkan Ragasemangsang. Tubuhnya kemudian digantung di pohon beringin yang letaknya berada di dekat alun-alun. Ragasemangsang dimakamkan di bawah pohon beringin yang kini jadi jalan.

"Kyai Pekih sendiri dimakamkan di pemakaman di Jalan Pekih, barat Alun-alun. Jadi, makam Kyai Pekih memang ada," Kukuh menjelaskan.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pemuda dan Olahraga Budaya dan Pariwisata Banyumas saat itu, Deskart Sotyo Jatmiko, tidak bisa memastikan mana versi cerita yang benar. Namun, ia memastikan bahwa cerita-cerita itu berkembang di tengah masyarakat sejak zaman dulu.

Pihaknya disebut mengajukan bangunan makam Ragasemangsang sebagai cagar budaya. "Kami mengkaji cerita-cerita yang berkembang di tengah masyarakat. Kemudian, ada kemungkinan untuk mengajukan makam Ragasemangsang sebagai cagar budaya," ia menyebutkan.

Terlepas dari benar tidaknya beragam cerita yang berkembang di tengah masyarakat, ia pun mengakui bahwa masyarakat Jawa, termasuk Banyumas, dilingkupi mitologi-mitologi yang membawa pesan atau nilai tertentu. Bangunan makam itu, misalnya, yang telah jadi artefak ratusan tahun dan saksi bisu perkembangan sebelum pendopo kabupaten dipindah dari Banyumas ke Purwokerto. Sebab itu, makam Ragasemangsang dianggap pantas jadi cagar budaya.

Infografis Prosesi Pemakaman Pangeran Philip. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya