Liputan6.com, Tuban - Perayaan Hari Raya Waisak 2022 di Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Kwan Sing Bio Tuban digelar secara sederhana tanpa ada kegiatan khusus. Sebab, sampai saat ini pengelola masih melakukan pembenahan karena masih terjadi kekosongan kepengurusan kelenteng disebabkan terjadi konflik internal.
“Tidak ada kegiatan khusus pada perayaan Waisak tahun ini karena kita fokus pembenahan, dan ini juga masih pandemi,” ungkap Soejanto, salah satu tim asal Surabaya yang ditunjuk untuk mengelola Kelenteng Tuban, Senin (16/5/2022).
Advertisement
Meskipun digelar sederhana, puluhan umat Budha Tuban tetap menggelar ritual suci dan doa bersama di Altar Kelenteng terbesar se-Asia Tenggara itu. Dimana, proses ritual sembahyang itu berjalan khidmat dan tidak mengurangi makna dari perayaan suci tersebut.
“Siapa saja yang mau ke kelenteng dipersilakan, kita tidak mengundang dari luar pada hari Waisak ini,” tambah Yanto panggilan akrab Soejanto itu.
Pihaknya menjelaskan telah terjadi kesepakatan bahwa kewenangan dalam mengelola TITD Kwan Sing Bio Tuban untuk sementara waktu diserahkan kepada 3 tokoh konglomerat Jatim dan Nasional.
Ketiga tokoh Tionghoa tersebut adalah Alim Markus Bos Maspion Group, Soedomo Mergonoto Owner Kopi Kapal Api, dan Paulus Welly Afandi pengusaha Tionghoa asal Surabaya.
Mereka bertiga diberikan mandat untuk mengelola karena dinilai berjasa atas dibukanya gerbang pintu masuk kelenteng Tuban yang sebelumnya digembok selama tiga bulan sejak 28 Juli 2020 lalu. Pintu tersebut digembok karena ada konflik dua kubu pada kepengurusan kelenteng.
“Tiga tokoh ini dulu yang membuka pintu gerbang yang sempat digembok. Sehingga dalam satu sampai dua tahun ini kita fokus membenahi dalam dulu mulai dari bersih-bersih kelenteng,” jelasnya.
Fokus Pembenahan Fisik di Kelenteng
Selain itu, pihak pengelola mengaku mulai 1 April 2022 telah dilakukan perdamaian dan pembenahan TITD Kwan Sing Bio Tuban. Salah satu poin kesepakatannya, demi kelancaran dan suksesnya perdamaian serta pembenahan di kelenteng, maka pelaksanaan dilakukan oleh tiga tokoh tersebut dengan penuh independen agar bisa adil dan lancar serta tidak memihak.
Kemudian poin berikutnya dalam mengelola Kelenteng ini tidak memakai orang-orang Tuban yang bersengketa dan bertikai. Maka tim Surabaya berinisiatif mendirikan yayasan terlebih dahulu tanpa melibatkan kedua belah pihak yang sedang terlibat konflik.
Dalih itu dilakukan demi keutuhan dan keadilan selama pembenahan kelenteng. Namun, pengelola juga mempersilakan orang-orang yang terlibat konflik untuk ibadah di kelenteng, tetapi untuk sementara waktu mereka tidak boleh ikut campur dalam mengelola tempat ibadah Tri Dharma ini.
“Kalau mereka (orang terlibat konflik) kesini tidak apa-apa, tapi kalau ikut campur tidak boleh karena sudah sesuai perjanjian,” ungkap Yanto.
Advertisement