Liputan6.com, Jakarta - Petani kelapa sawit yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir) mengirim surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Isi surat terbuka berisi permintaan mencabut kebijakan larangan ekspor CPO dan produk turunanya. Surat tersebut dilayangkan Minggu, 15 Mei 2022.
Dijelaskan dalam surat tersebut, kebijakan larangan ekspor CPO dan turunanya yang berlaku sejak tanggal 28 April dan sampai sekarang belum dicabut, dinilai sudah menghancurkan ekonomi petani sebagai komponen paling hulu dari rantai pasok minyak kelapa sawit.
Advertisement
Menanggapi, Pengamat energi sekaligus Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, pada prinsipnya memahami kondisi para petani yang terdampak, namun sebetulnya dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan bisa memberikan efek jera kepada pengusaha agar bisa menjaga harga minyak goreng dalam negeri.
"Saya pada prinsipnya memahami kondisi para petani kelapa sawit karena mereka juga terdampak. Tapi saya kira pemerintah juga memikirkan masyarakat luas dimana sampai saat ini harga minyak goreng masih cukup tinggi. Padahal pemerintah mengingingkan agar harga bisa mencapai Rp 14000 per liter untuk curah dan belum terjadi sampai saat ini," kata Mamit kepada Liputan6.com, Selasa (17/5/2022).
Menurutnya, kebijakan pelarangan dibuka kembali, jika memang harga minyak goreng di dalam negeri bisa lebih terjangkau. Disisi lain, Indonesia tidak perlu takut pangsa pasarnya tergerus oleh negara lain.
"Saya kira kita tidak perlu takut pasar kita digerus oleh negara lain terutama Malaysia. Hal ini karena kita adalah negara pengekspor terbesar CPO," ujar Mamit.
Sebab, Malaysia pun tidak akan mampu mengisi semua pasar kita yang saat ini terhenti. Apalagi perang Rusia-Ukraina membuat minyak nabati lain seperti minyak biji bunga matahari terganggu juga suplainya.
Sementara itu, Lembaga kebijakan Palm Oil Agribusiness Strategic Policy (PASPI) menyarankan pemerintah agar penerapan aturan pelarangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya tidak terlalu lama.
Menurut Direktur Eksekutif PASPI Tungkot Sipayung, kalau terlalu lama diterapkan maka kebijakan tersebut akan berdampak buruk bagi petani sawit paling tidak hingga dua tahun ke depan.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Petani Sawit Demo Besar-besaran Selasa 17 Mei 2022 Buntut Larangan Ekspor CPO
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) di 22 Provinsi se-Indonesia akan melakukan Aksi Keprihatinan Petani Kelapa Sawit Indonesia yang dilakukan serentak mulai pukul 09.00-12.00 WIB pada Selasa, (17/5/2022).
Aksi keprihatinan dilakukan untuk menyikapi dampak Larangan Ekspor CPO dan Minyak Goreng yang berdampak langsung kepada anjloknya harga TBS (tandan buah segar) kelapa sawit di seluruh Indonesia, terkhusus sentra perkebunan kelapa sawit.
Jakarta akan menjadi sentra utama Aksi Keprihatinan Petani Sawit Indonesia yang diadakan pada 17 Mei 2022 di Kantor Kemenko Perekonomian dan Patung Kuda Monas, selanjutnya akan ke Istana Presiden.
Kegiatan ini akan diikuti lebih 250 peserta yang melibatkan petani sawit anggota APKASINDO dari 22 Provinsi dan 146 Kabupaten/Kota serta anak petani sawit yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Sawit (FORMASI) Indonesia. Selanjutnya, Gulat menjelaskan aksi keprihatinan ini juga dilakukan serentak (hari dan jam yang sama) di 146 Kabupaten Kota DPD APKASINDO dari 22 Provinsi APKASINDO.
Advertisement
Dari Aceh sampai Papua Barat
“Petani sawit yang datang ke Jakarta mulai dari Aceh sampai Papua Barat akan berpakaian adat-budaya masing-masing, kami ingin menunjukkan sawit itu pemersatu bangsa dan anugerah Tuhan kepada Indonesia”, ujar ujar Ketua Umum DPP APKASINDO, Gulat Manurung, dalam keterangan tertulis, Senin (16/5).
Indra Rustandi, Ketua APKASINDO Provinsi Kalimantan barat (Kalbar), ketika dikonfirmasi awak media, membenarkan sedang dalam perjalanan dari Kab Sintang menuju Pontianak. Total petani dari Kalbar yang ke Jakarta sebanyak 25 orang.
"Kami sangat bersemangat ke Jakarta ingin bertemu Pak Jokowi, karena kami melihat Kementerian terkait tidak becus mengurus kami petani sawit. Lihat saja Dirjen Perkebunan sudah hampir 2 tahun Plt (pelaksana tugas), jadi bagaimana kami dapat perhatian? Padahal sawit sangat strategis dan roh ekonomi Indonesia dalam 5 tahun terakhir, apalagi Menteri Perdagangan yang sudah membuat kami menderita," tutur Indra.
Kondisi Sudah Kritis
Selanjutnya, Gulat mengatakan bahwa saat ini sudah kritis, dari 1.118 pabrik sawit se-Indonesia paling tidak 25 persen telah stop pembelian TBS sawit petani. Ini terjadi setelah harga TBS petani sudah anjlok 40 persen hingga 70 persen dari harga penetapan Disbun dan ini terjadi secara merata sejak larangan ekspor, tanggal 22 April lalu.
"Kami berpacu dengan waktu karena sudah rugi Rp11,7 triliun sampai akhir April lalu, termasuk hilangnya potensi pendapatan negara melalui Bea Keluar, terkhusus Pungutan Ekspor dimana sejak Februari sampai April sudah hilang Rp.3,5 Triliun per bulannya," urai Gulat.
Semua permasalahan ini terjadi sejak adanya gangguan pasokan Minyak Goreng Sawit (MGS) domestic dan harga MGS curah yang tergolong mahal, padahal sudah disubsidi. Sehingga Presiden Jokowi mengambil kebijakan Larangan ekspor CPO dan Bahan Baku MGS. Namun sangat tragis dampaknya kepada Petani sawit.
Advertisement