Ogah Rugi, Samsung Mau Naikkan Harga Chipset hingga 20 Persen

Samsung berencana untuk menaikkan harga chipset besutannya hingga 20 persen, mulai tahun ini. Hal ini dilakukan di tengah kelangkaan chipset global yang masih terjadi.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 18 Mei 2022, 10:00 WIB
Ilustrasi chipset Samsung, Exynos. (Doc Samsung)

Liputan6.com, Jakarta - Samsung Electronics tengah bicara dengan berbagai kliennya, untuk menaikkan harga chipset setidaknya 20 persen dari harga saat ini. Laporan Bloomberg mencatat, Samsung bakal menaikkan harga chipset mulai tahun ini.

Mengutip Reuters, Rabu (18/5/2022), langkah tersebut diperkirakan akan diterapkan mulai paruh kedua tahun ini. Langkah Samsung itu merupakan bagian penyesuaian seluruh industri, guna menutupi kenaikan biaya bahan dan logistik.

Bloomberg melaporkan, harga chip sesuai kontrak akan naik sekitar 15 hingga 20 persen, tergantung pada tingkat kecanggihan chip yang diproduksi. Chip yang akan diproduksi dengan node lama kemungkinan akan mengalami kenaikan harga lebih besar.

Disebutkan pula, Samsung telah menyelesaikan negosiasi dengan beberapa klien. Sementara, perusahaan juga masih berdiskusi dengan klien lainnya.

Dikonfirmasi tentang hal ini, Samsung tidak memberikan komentar.

Sekadar informasi, saat ini Samsung merupakan manufaktur chipset terbesar kedua di dunia. Sementara, produsen terbesar adalah Taiwan Semiconductor Manufacturing Co (TSMC).

TSMC sebelumnya meramalkan akan terdapat lonjakan sebesar 37 persen dalam penjualan chipset kuartal ini. Pihaknya mempersiapkan produksi chip akan sangat ketat di tengah krisis chip global dan permintaan tinggi.

Dengan begitu, pembesut chip bisa membebankan harga yang lebih tinggi untuk produk chipset yang dijualnya.

Sementara itu, dalam laporan pendapatan pada akhir April lalu, permintaan atas chipset jauh lebih besar dari kapasitas yang tersedia. Samsung juga memperkirakan kelangkaan chipset akan terus berlanjut.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kelangkaan Komponen Akibat Perang Rusia-Ukraina

Ilustrasi chipset, prosesor.

Sebelumnya, serangan Rusia ke Ukraina membuat dua pemasok gas neon berhenti beroperasi. Kedua pemasok ini menyumbang separuh gas neon yang berguna bagi produksi semikonduktor, termasuk chipset global.

Disebutkan, gas neon menjadi komponen yang sangat penting untuk laser yang dipakai dalam produksi chipset.

Hal ini pun diperkirakan membuat harga chipset jadi lebih mahal dan kelangkaan makin parah.

Mengutip Gizchina, Minggu (13/3/2022), data Techcet menunjukkan dua pemasok gas neon utama Ukraina, yakni Ingas dan Cryoin menyediakan 45-54 persen gas neon kelas semikonduktor dunia.

Techcet memperkirakan, konsumsi global gas neon untuk produksi chipset tahun 2021 sekitar 540 ton.

Perwakilan kedua perusahaan Ukraina ini menyebut telah menutup operasi karena hancurnya infrastruktur penting. Hal ini pun menyebabkan maslaah serius dalam produksi chipset global.

Sebelum konflik antara dua perusahaan, sudah ada masalah kelangkaan chipset di dunia. Alasannya kelangkaan chipset adalah lockdown akibat pandemi Covid-19.

Terlepas dari itu, ada produk-produk yang justru mengalami peningkatan permintaan dan penawaran. Salah satunya adalah tablet.


Tak Bisa Penuhi Permintaan dari Industri

Ilustrasi: chipset (Sumber: Gizmochina)

"Jika stok habis pada April dan pembesut chipset tidak memiliki pasokan dari wilayah lain, kemungkinan akan menambah kendala rantai pasokan yang lebih luas dan ketidakmampuan produksi chipset untuk banyak pelanggan," kata analis di Pusat Penelitian dan Analisis Keuangan (CFRA), Angelo Zino.

Sekadar informasi, sebelum invasi Rusia, Ingas memproduksi 15.000 ton per dua bulan untuk pembesut chipset di Taiwan, Tiongkok, Korea Selatan, AS, dan Jerman. 75 persen dari 10.000 kubik meter neon gas dipakai oleh industri chipset.

Sementara, Cryoin memproduksi 10.000-15.000 kubik meter gas neon per bulan. Cryoin telah menghentikan produksi dan memprioritaskan keamanan karyawan sejak 24 Februari lalu.

Jika invasi Rusia masih terjadi, perusahaan tak bisa memenuhi pesanan sebesar 13.000 meter kubik pada Maret 2022.

Dengan penutupan pabrik, perusahaan bisa bertahan setidaknya tiga bulan. Namun dengan kemungkinan fasilitas produksi bakal rusak, situasi akan makin buruk.

Tak hanya membuat chipset makin langka, pandemi Covid-19 telah membuat harga gas neon meningkat 500 persen dari Desember 2021. Dibanding 2014, harga gas neon meningkat 600 persen.

(Tin/Isk)

Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya