KPK Periksa Boyamin MAKI Terkait Pencucian Uang Bupati Banjarnegara

Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

oleh Fachrur Rozie diperbarui 17 Mei 2022, 12:09 WIB
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia dimintai keterangan seputar kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono.

Boyamin diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Direktur PT. Bumi Rejo.

"Pemeriksaan dilakukan di Kantor Komisi Pemberantasan Korups, atas nama Boyamin, Direktur PT. Bumi Rejo," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (17/5/2022).

Ali mengatakan, tim penyidik sudah menyiapkan sejumlah dokumen terkait kasus untuk dikonfirmasi ke Boyamin.

"Tim penyidik sebelumnya telah memiliki alat bukti di antaranya keterangan berbagai pihak dan bukti lainnya terkait dugaan tindak pidana pencucian uang dimaksud," kata Ali.

Boyamin sendiri sudah memenuhi panggilan. Boyamin terlihat menyambangin markas KPK sekitar pukul 10.29 WIB. Dia mengaku membawa dokumen terkait PT Bumi Rejo.

"Bawa akte Bumi Rejo saja," kata Boyamin.


Pencucian Uang

Diberitakan sebelumnya, Boyamin Saiman mengklaim tidak mengetahui dugaan aliran dana pencucian uang yang diterima PT Bumi Redjo dari hasil tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono.

"Saya tidak tahu (aliran dana pencucian uang) itu di PT Bumi Redjo. Dan selama menjadi kuasa hukum (Bumi Redjo), saya mendapatkan honor perbulan Rp 5 juta," ujar Boyamin di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (26/4/2022).

Boyamin diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Direktur PT Bumi Redjo. Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Budhi Sarwono.

Boyamin mengaku, sejak tahun 2018 dirinya didapuk menjadi Direktur PT Bumi Redjo yang merupakan perusahaan milik keluarga Budhi. Namun dia mengklaim diberikan tugas hanya mengurusi utang-utang perusahaan karena kredit macet di sejumlah bank.

"Tugas saya hanya mengurus utang-piutang saja karena perusahaan ini sudah invalid sejak 2012," imbuhnya.

Boyamin mengaku tidak pernah mendapat fasilitas lebih dari PT Bumi Redjo. Menurut Boyamin, dari PT Bumi Redjo dirinya hanya menerima Rp 5 juta perbulan.

"Yang ongkosi MAKI banyak, klien-klien saya yang kontraknya Rp 50-an juta per bulan aja banyak dan itu memang saya pakai untuk subsidi silang untuk mengurusi MAKI juga," kata Boyamin.

KPK pernah menyebut Budhi Sarwono mewajibkan setiap pengerjaan proyek di wilayahnya harus membeli barang dari PT Bumi Redjo. Sejumlah pejabat PT Bumi Redjo pernah dipanggil KPK untuk mendalami dugaan itu.

"Diduga para calon peserta lelang diwajibkan untuk mendapatkan dukungan peralatan hanya melalui PT BR (Bumi Redjo)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat, 27 Agustus 2021.


Tersangka

KPK menetapkan Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono (BS) tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Budi diduga menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang bersumber dari tindak pidana korupsi. Di antaranya dengan dibelanjakan dalam bentuk berbagai aset baik bergerak maupun tidak bergerak.

Penetapan ini merupakan pengembangan kasus pengerjaan proyek infrastruktur di Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara dan gratifikasi. Budhi dijerat bersama pihak swasta Kedy Afandi (KA) yang merupakan orang kepercayaan Budhi.


Kronologi

Kasus ini bermula saat Budhi dilantik menjadi Bupati Banjarnegara pada 2017. Saat itu Budhi memerintahkan Kedy yang merupakan tim suksesnya untuk memimpin rapat koordinasi yang dihadiri oleh para perwakilan asosiasi jasa konstruksi di Kabupaten Banjarnegara yang bertempat di salah satu rumah makan.

Pada pertemuan tersebut, sebagaimana perintah dan arahan Budhi, Kedy menyampaikan bahwa paket proyek pekerjaan akan dilonggarkan dengan menaikkan harga perkiraan sendiri (HPS) senilai 20 % dari nilai proyek. Dan untuk perusahaan-perusahaan yang ingin mendapatkan paket proyek dimaksud diwajibkan memberikan komitmen fee sebesar 10 % dari nilai proyek.

Diduga Budhi telah menerima komitmen fee atas berbagai pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara, sekitar sejumlah Rp 2,1 Miliar.

Infografis Deretan Kepala Daerah Terkena OTT KPK. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya