Liputan6.com, Jakarta Para penyandang disabilitas dengan berbagai ragamnya membutuhkan alat dan teknologi bantu untuk memudahkan kehidupan sehari-hari.
Alat bantu disabilitas memiliki berbagai jenis seperti kursi roda, kruk, Alat Bantu Dengar (ABD), kaki atau tangan palsu, dan lain-lain. Di era digital, alat bantu didukung pula oleh berbagai teknologi yang semakin berkembang. Contohnya, aplikasi pembaca layar bagi disabilitas netra yang kemudian digolongkan sebagai teknologi bantu.
Advertisement
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) alat bantu umumnya dianggap sebagai sarana untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan masyarakat luas dengan pijakan yang sama dengan orang lain.
Tanpa alat bantu, para penyandang disabilitas bisa mendapat pengucilan, berisiko terisolasi, hidup dalam kemiskinan, mungkin menghadapi kelaparan, dan dipaksa untuk lebih bergantung pada dukungan keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Menurut Direktur Jenderal WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, alat dan teknologi bantu adalah pengubah hidup khususnya bagi penyandang disabilitas. Pasalnya, dengan alat dan teknologi bantu, penyandang disabilitas bisa melakukan berbagai hal yang awalnya tak dapat mereka lakukan.
“Teknologi bantu adalah pengubah hidup--ini membuka pintu pendidikan bagi anak-anak penyandang disabilitas, pekerjaan dan interaksi sosial bagi orang dewasa yang hidup dengan disabilitas, dan kehidupan mandiri yang bermartabat bagi orang tua,” kata Tedros mengutip keterangan pers Selasa (12/5/2022).
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dampak Positif Bagi Difabel dan Keluarga
Dampak positif yang bisa didapat dari alat bantu lebih dari sekadar meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, partisipasi, dan inklusi pengguna individu. Keluarga dan masyarakat juga mendapat manfaat.
Misalnya, memperbesar akses ke produk bantuan yang terjamin kualitasnya, aman dan terjangkau mengarah pada pengurangan biaya kesehatan dan kesejahteraan, seperti rawat inap berulang kali atau tunjangan negara.
Alat bantu juga mendorong angkatan kerja yang lebih produktif, yang secara tidak langsung merangsang pertumbuhan ekonomi.
Akses ke teknologi bantu untuk anak-anak penyandang disabilitas sering kali merupakan langkah pertama untuk perkembangan masa kanak-kanak. Teknologi bantu mempermudah akses ke pendidikan, partisipasi dalam olahraga dan kehidupan sipil, dan bersiap-siap untuk pekerjaan seperti rekan-rekan mereka.
Anak-anak penyandang disabilitas memiliki tantangan tambahan karena pertumbuhan mereka yang membutuhkan penyesuaian atau penggantian alat bantu secara berkala.
Misalnya pada penyandang disabilitas fisik. Anak yang mengalami pertumbuhan tidak dapat mengenakan kaki palsu yang lama lantaran ukurannya sudah tidak sesuai. Penggantian alat bantu kaki palsu perlu dilakukan sesuai ukuran yang cocok bagi anak seiring bertambah usia.
Advertisement
Tidak Murah
Dalam keterangan yang sama, Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell mengatakan bahwa hampir 1 Miliar penyandang disabilitas tidak mendapatkan akses pada alat bantu. Pasalnya, alat bantu di berbagai belahan dunia acap kali dibanderol dengan harga yang tidak terjangkau.
Keterjangkauan adalah hambatan utama untuk mengakses alat bantu disabilitas. Sekitar dua pertiga orang dengan alat bantu melaporkan bahwa mereka membeli alat itu dengan uang sendiri.
Difabel lainnya melaporkan bahwa mereka harus mengandalkan keluarga dan teman-teman untuk mendukung kebutuhan finansial mereka.
Sebuah survei terhadap 70 negara yang ditampilkan dalam laporan tersebut menemukan kesenjangan besar dalam penyediaan layanan dan tenaga kerja terlatih untuk teknologi bantu, terutama dalam domain kognisi, komunikasi, dan perawatan diri.
Survei sebelumnya yang diterbitkan oleh WHO mencatat kurangnya kesadaran dan harga yang tidak terjangkau, kurangnya layanan, kualitas produk yang tidak memadai, jangkauan dan kuantitas, dan tantangan pengadaan dan rantai pasokan sebagai hambatan utama.
Rekomendasi WHO dan UNICEF
Untuk itu, WHO dan UNICEF dalam The Global Report on Assistive Technology membuat rekomendasi untuk tindakan nyata guna meningkatkan akses, termasuk:
-Meningkatkan akses dalam sistem pendidikan, kesehatan dan perawatan sosial
-Memastikan ketersediaan, keamanan, efektivitas, dan keterjangkauan produk bantuan
-Memperbesar, mendiversifikasi, dan meningkatkan kapasitas tenaga kerja
-Melibatkan secara aktif pengguna teknologi bantu dan keluarganya
-Meningkatkan kesadaran masyarakat dan memerangi stigma
-Berinvestasi dalam kebijakan berbasis data dan bukti
-Berinvestasi dalam penelitian, inovasi, dan ekosistem yang mendukung
-Kembangkan dan investasikan dalam lingkungan yang mendukung
-Sertakan teknologi bantu dalam tanggapan kemanusiaan
-Memberikan bantuan teknis dan ekonomi melalui kerjasama internasional untuk mendukung upaya nasional.
“Menghalangi akses orang ke alat yang mengubah hidup ini bukan hanya pelanggaran hak asasi manusia, itu juga picik secara ekonomi,” kata Tedros.
“Kami meminta semua negara untuk mendanai dan memprioritaskan akses ke teknologi pendukung dan memberi setiap orang kesempatan untuk memenuhi potensi mereka,” pungkasnya.
Advertisement