Jadi Saksi, M Kece Praktikan Saat Napoleon Bonaparte Melumurinya Pakai Kotoran Manusia

Muhamad Kece memberikan kesaksian dalam persidangan lanjutan kasus dugaan penganiayaan dengan terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Mei 2022, 16:41 WIB
M Kece saat memberikan kesaksian dalam persidangan lanjutan kasus dugaan penganiayaan dengan terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte. (Merdeka.com/Nur Habibie)

Liputan6.com, Jakarta YouTuber Muhamad Kosman alias Muhamad Kece (M Kece) memberikan kesaksian dalam persidangan lanjutan kasus dugaan penganiayaan dengan terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte. Sidang kasus penganiayaan terhadap M Kece ini digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Dalam kesaksiannya, Kece menceritakan awal permulaan dianiaya hingga dilumuri kotoran manusia pada saat mendekam di tahanan Bareskrim Polri.

Saat itu, dia yang baru saja ditahan dalam kasus penistaan agama, masuk ke ruang tahanan atau sel nomor 11 dan langsung istirahat. Kemudian, dia pun dibangunkan oleh terdakwa lain yakni Harmeniko alias Choky alias Pak RT.

Dia diajak oleh Choky untuk bertemu dengan Napoleon. Ketika bertemu, Kece pun ditanya apakah mengenal Napoleon atau tidak.

"Yang pertama si bapak jenderal ini, Pak Jenderal Napoleon Bonaparte ini menyebut, 'Kenal saya?' Saya bilang, 'Maaf pak, saya baru datang ke sini. Karena saya kurang pengalaman tidak pernah nonton tv dan sebagainya. Jadi saya pertama kali di sini pak.'," kata Kece dalam persidangan, Kamis (19/5/2022).

Selanjutnya, Napoleon menanyakan identitas Kece seperti nama, alamat dan bahkan sampai bertanya siapa istri dan anaknya. Apa yang ditanyakan oleh Irjen Napoleon itu disebutnya telah direkam dengan handphone yang dibawa oleh terdakwa.

Napoleon lalu kembali bertanya kepada Kece terkait alasannya membuat pernyataan yang diduga menistakan agama di media sosial Youtube.

Pada saat itu, tak hanya ada Napoleon, Choky dan Kece. Dia mengatakan, Ustaz Maman Suryadi juga ada di lokasi kejadian. Sosok Maman saat itu disebutnya melakukan penganiayaanterhadapnya usai menjelaskan perbuatannya yang diduga menistakan agama.

"Iya pertanyaan yang sama, kamu kenapa mengatakan seperti itu? Saya bilang itu ada hadis. Ah tidak ada itu, kamu berbohong (memukul)," ujar Kece menirukan percakapannya dengan Maman.

"Siapa bilang itu begitu?," tanya JPU.

"Ya itu si ahli hadis," jawab Kece.

"Memukul maksudnya?" tanya JPU lagi

"Iya. Maman Suryadi," jawab Kece.

 


Praktikkan Penganiayaan

Tak lama kemudian, Irjen Napoleon ternyata disebutnya juga ikut melakukan pemukulan terhadap Kece. Kemudian, majelis hakim pun memintanya untuk mempraktikkan kejadian saat itu.

"Pertama dengan tangan terbuka seperti ini, tangan kanan. Kemudian ditonjok begini, lalu yang lain gebukin saya," ujar Kece.

Tak lama berselang, Irjen Napoleon pun meminta berhenti melakukan tindakan itu kepada Kece. Lalu, Irjen Napoleon pun meminta kepada tahanan lain untuk mengambil pesanan yang dimintanya itu.

Kemudian, pesanan yang dimintanya itu pun diberikan dengan dibungkus menggunakan plastik berwarna putih. Selanjutnya, Kece diminta untu menutup matanya dan membuka mulutnya.

"Jadi 'tutup mata saudara' saya tutup begini (menutup matanya) cuman agak dibolongin sedikit biar melihat apa yang akan dia lakukan. Nah setelah saya melihat saya suruh buka mulut kemudian, jadi kemudian mengambil sebuah benda saya tidak tahu langsung dimasukin ke mulut masuk semua. Saya pikir lumpur gitu ya, tapi ternyata itu feses atau kotoran manusia," ungkapnya Kece.

"Buka mulut, masuk semua kemudian dibegini-beginiin (ke wajah) sambil ngomong 'wajah kamu mirip tai' begitu," sambungnya.

Saat itu juga, Kece mengaku dirinya kembali dianiaya dan ditendang hingga kepalanya mengenai tembok. Setelah itu, ia langsung lari ke kamar mandi.

 


Hadir dengan Tangan Diborgol

YouTuber Muhamad Kosman alias Muhamad Kece menghadiri sidang lanjutan atas kasus dugaan penganiayaan terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte. Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ini digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Pantauan Merdeka, Kece datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan tangan terborgol dan menggunakan baju batik berwarna hitam-emas (gold) serta celana bahan warna hitam. Ia pun langsung menuju ke ruang utama sidang.

"Saya sehat, sehat," ujar Kece.

Saat tiba di ruang utama sidang tersebut, borgol yang sempat terpasang di tangannya pun langsung dilepas oleh petugas. Selanjutnya, ia pun langsung duduk di kursi saksi yang sudah tersedia usai sidang dibuka oleh hakim ketua Djuyamto.

Ketika itu, Kece mengaku kepada majelis hakim sudah tidak lagi memeluk agama Islam. Sehingga, ia pun diambil sumpah dengan Alkitab agamanya yang kini dipeluknya sebelum memberikan kesaksian dalam sidang tersebut.

"Sebelumnya saya beragama Islam yang mulai, sekarang beragama Kristen Protestan," ujar Kece.

 


Hakim Tolak Eksepsi Napoleon

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan untuk menolak seluruh nota keberatan atau eksepsi yang dilayangkan Terdakwa, Irjen Pol Napoleon Bonaparte atas perkara dugaan penganiayaan terhadap YouTuber Muhamad Kosman alias Muhamad Kece.

"Keberatan penasihat hukum terdakwa dalam nota keberatan atau eksepsi tidak beralasan hukum sehingga harus dinyatakan ditolak," kata Djuyamto saat sidang pembacaan putusan sela di PN Jakarta Selatan, Kamis (12/5).

Dengan hasil putusan sela yang menyatakan eksepsi pihak terdakwa ditolak majelis hakim. Alhasil, sidang akan dilanjutkan pada tahap pembuktian dengan menghadirkan sejumlah saksi untuk diperiksa di muka persidangan.

"Menimbangkan, oleh karena keberatan penasihat hukum terdakwa ditolak maka pemeriksaan perkara harus dilanjutkan," ujar Djuyamto.

Adapun sejumlah eksepsi yang ditolak majelis hakim yang pada pokoknya menyangkut perihal tiga surat atau dokumen permintaan maaf M. Kece, surat kesepakatan damai, hingga surat permohonan pencabutan laporan terhadap Irjen Napoleon untuk seluruhnya ditolak.

"Bahwa majelis hakim tidak sependapat dengan argumentasi penasihat hukum terdakwa dengan tidak sesuainya fakta, yang beralasan tidak dilampirkannya tiga surat atau dokumen sebagaimana tersebut di atas," terang Hakim.

Menurut hakim, adanya ketiga surat tersebut tidak ikut menyebabkan persyaratan formil dan materil dalam dakwaan batal. Dimana dalam perkara tersebut telah disebutkan tindak pidananya kemudian, termasuk tempat dan waktu tindak pidana.

"Sedangkan, ketiga surat atau dokumen yang dimaksud adalah menunjukan fakta perbuatan setelah perbuatan yang disangkakan atau didakwakan pengeroyokan atau penganiayaan terjadi," ujarnya.

"Jadi bukan mengenai fakta tentang pengeroyokan atau penganiayaan itu sendiri," lanjutnya.

Selain itu terkait upaya keadilan restoratif yang diajukan pihak terdakwa Irjen Napoleon dalam perkara ini. Majelis hakim menilai jika hal tersebut tidak sesuai kriterianya.

"Maka persoalan tidak diterapkan restorative justice bukanlah dalam ruang lingkup keberatan atau eksepsi," ujarnya.

Adapun majelis hakim dalam kasus ini, menyoroti dua hal syarat yang tidak bisa didapat Irjen Napoleon. Pertama terkait syarat pasal 5 ayat 1 huruf a yang berbunyi tersangka baru pertama kali melakukan. Sedangkan dia telah dihukum dalam kasus Red Notice Djoko Tjandra.

Kemudian, masih dalam pasal 5 ayat 1 huruf c tindak pidana hanya diberikan terhadap pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun. Sedangkan dalam perkara ini hukuman pidana maksimal 7 tahun sebagaimana pasal 170 ayat 2 KUHP Ayat 2.

"Menimbang hal tersebut diatas dalam perkara a quo dimana terdakwa Napoleon Bonaparte pernah dijatuhi tindak pidana sebagaimana dalam putusan yang telah berkekuatan hukum tetap," katanya.

Sementara untuk poin eksepsi lainnya, seperti perihal pembuatan BAP yang tidak didampingi kuasa hukum. Termasuk, terkait unsur penganiayaan dan pengeroyokan yang juga ditolak.

Perlu diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah membacakan dakwaannya terhadap Napoleon, Kamis (31/4). Dimana Napoleon disebut turut menganiaya M Kace dengan tinja manusia di Rutan Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan pada Agustus 2021.

Tidak hanya itu, Muhammad Kace juga diduga mengalami tindakan kekerasan dari Napoleon seperti pemukulan bersama-sama dengan terdakwa lainnya yakni Harmeniko alias Choky alias Pak RT, serta Dedy Wahyudi, Djafar Hamzah, dan Himawan Prasetyo.

Sementara untuk Napoleon, JPU turut mendakwa dengan pasal 170 ayat 2 KUHP. Ayat 2 pasal itu menyebut pelaku penganiayaan dapat dipenjara maksimal hingga 7 tahun jika mengakibatkan luka pada korban.

Napoleon juga didakwa dengan pasal 170 ayat 1. Lalu, pasal 351 ayat 1 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP dan kedua Pasal 351 ayat (1) KUHP. Pasal 351 ayat 1 mengancam pelaku tindak pidana penganiayaan dengan ancaman hukuman paling lama dua tahun.

 

Reporter: Nur Habibie

Sumber: Merdeka

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya