Anggaran Subsidi Energi Ditambah, Erick Thohir: Bukti Negara Tak Ingin Bebani Rakyat

Menteri BUMN Erick Thohir menuturkan, adanya persetujuan DPR tersebut untuk memastikan bahwa harga Bahan Bakar Minyak (BBM), LPG, hingga tarif listrik yang disubsidi tidak naik.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Mei 2022, 17:00 WIB
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir di Kantor PLN, Kamis (7/4/2022). Foto: PLN

Liputan6.com, Jakarta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyambut baik dukungan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI terhadap usulan pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait penambahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Erick menuturkan, adanya persetujuan DPR tersebut untuk memastikan bahwa harga Bahan Bakar Minyak (BBM), LPG, hingga tarif listrik yang disubsidi tidak naik.

"Ini bukti negara hadir dan terus berupaya keras, karena tidak ingin membebani rakyat di tengah persoalan pangan dan energi global," kata Erick saat kunjungan kerja di Medan (20/5).

Untuk itu, Erick memastikan Kementerian BUMN bersama pelaku usaha terkait akan fokus menjaga ketahanan energi nasional. Hal ini untuk memastikan keamanan stok energi seiring meningkatnya aktivitas sosial ekonomi masyarakat pasca meredanya kasus harian Covid-19.

"Kami di Kementerian BUMN bersama Pertamina dan PLN akan fokus dalam menjaga ketersediaan energi dan memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat," tutupnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Disetujui DPR

Ilustrasi APBN

Sebelumnya, Badan Anggaran DPR menyetujui usulan pemerintah terkait revisi belanja negara pada APBN 2022. Adapun besaran belanja negara pada APBN 2022 menjadi Rp3.106 triliun.

"Perubahan berkonsekuensi pada perubahan pos belanja secara keseluruhan, usulan pemerintah belanja negara menjadi sekitar Rp3.106 triliun," kata Ketua Banggar DPR RI, Said Abdullah dalam Rapat Kerja Banggar dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Kamis (19/5).

Menurut Said, perubahan postur APBN ini karena dipengaruhi oleh naiknya harga minyak mentah dunia. Sehingga subsidi energi makin membengkak.

"Naiknya harga minyak mentah membuat subsidi harus ditambah menjadi Rp74,9 triliun dengan rincian, subsidi BBM dan elpiji sebesar Rp71,8 triliun, dan subsidi listrik Rp3,1 triliun," ujarnya.


Pemerintah Disarankan Beri Subsidi Langsung Sebagai Solusi Penyaluran BBM

Kebijakan ini dilatarbelakangi turunnya kuota subsidi BBM di APBN-P 2014 dari 48 juta kiloliter menjadi 46 juta kiloliter, Senin (4/8/14). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kenaikan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) seiring peningkatan jumlah pemudik Lebaran 2022 dinilai bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk menjalankan kebijakan subsidi langsung dalam penyaluran BBM.

Pengamat energi yang juga Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara meyakini jika kebijakan tersebut bisa menjadi solusi utama untuk menyelesaikan masalah penyaluran BBM yang sudah terjadi bertahun-tahun.

Dia menilai mekanisme penyaluran BBM bersubsidi seperti sekarang sudah menimbulkan terlalu banyak masalah. Salah satu buktinya, pemerintah menambah kuota solar subsidi dari 15 juta kiloliter (kl) menjadi 17 juta kl.

Sedangkan Pertalite yang menjadi BBM penugasan ditingkatkan kuotanya dari 23 juta menjadi 28 juta kl. “Kebijakan pemerintah saat ini yang memberikan subsidi kepada produk BBM dapat dipahami tapi cara tersebut justru menyulitkan pemerintah sendiri,” ujar Marwan melansir Antara, Minggu (1/5/2022).

Pemerintah dinilai tidak perlu membandingkan dengan negara seperti Arab Saudi atau negara yang bisa produksi minyak dalam jumlah besar.

Pemerintah hanya tinggal menerapkan harga dengan prinsip keekonomian yang jelas setelah mempertimbangkan berbagai komponen pembentuk harga seperti harga bahan mentah, harga impor crude oil, ditambah biaya pengilangan, biaya penyimpanan.

Belum lagi ada biaya distribusi, margin dan pajak. "Itu menjadi harga keekonomian. Jadi merujuk kemana-mana," katanya.

Harga keekonomian itu bisa dibandingkan dengan harga-harga BBM yang dipasarkan oleh badan usaha selain Pertamina.


Subsidi Masih Dibutuhkan

Ilustrasi Anggaran Belanja Negara (APBN)

Harga jual produk BBM Pertamina saat ini seluruhnya berada di bawah pesaing, termasuk Solar subsidi. Harga Solar subsidi mencapai Rp 5.150 per liter sedangkan harga Solar nonsubsidi (Dexlite) Rp 12.950 per liter, dan harga Pertamina Dex Rp 13.700 per liter.

Marwan mengakui masyarakat Indonesia memang masih membutuhkan bantuan berupa subsidi untuk urusan bahan bakar.

Namun bukan dengan mekanisme seperti sekarang yang justru merugikan negara karena subsidi tidak tepat sasaran sehingga menyebabkan nilainya terus membengkak.

"Negara harus mensubsidi orang yang memang layak mendapat sehingga nanti anggaran APBN untuk mensubsidi orang itu akan lebih rendah ketimbang mensubsidi barang. Kalau barangnya yang disubsidi bisa 2-3 kali lipat," jelas Marwan.

Menurut Marwan, badan usaha juga memiliki hak untuk bertahan dan beroperasi meskipun dibebani untuk menyalurkan BBM penugasan maupun subsidi.

Untuk itu cara terbaik memang membiarkan badan usaha menjalankan operasi tanpa harus terus menanggung beban keuangan.

"Soal berapanya bisa dicarikan angka harga keekonomiannya juga bisa. Yang penting di situ sudah ada margin supaya perusahaan survive, seperti Pertamina. Untuk survive kan harus untung tapi di situ kan ada faktor pajak, pajak daerah, ongkos angkut, dan sebagainya. Sebenarnya formulanya sudah ada. Yang saya maksud itu supaya harga keekonomian yang diterapkan. Dan subsidinya langsung," kata Marwan.

Infografis Pemicu Munculnya Isyarat Kenaikan Tarif Listrik dan Pertalite (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya