Wall Street Beragam Imbas Kekhawatiran Resesi

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones naik 8,77 poin ke posisi 31.261,90 setelah merosot lebih dari 600 poin.

oleh Agustina Melani diperbarui 21 Mei 2022, 07:27 WIB
(Foto: Ilustrasi wall street. Dok Unsplash/lo lo)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street bervariasi pada perdagangan Jumat, 20 Mei 2022.Hal ini seiring meningkatnya kekhawatiran resesi sehingga mendorong wall street ke wilayah bearish dengan koreksi indeks S&P 500 mencapai 20 persen dari posisi tertinggi sepanjang masa pada Januari 2022.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones naik 8,77 poin ke posisi 31.261,90 setelah merosot lebih dari 600 poin di posisi terendah.

Indeks Nasdaq melemah 0,3 persen, dan sudah jauh di wilayah pasar bearish. Indeks S&P 500 naik 0,01 persen ke posisi 3.901,36. Indeks S&P 500 sempat anjlok 2,3 persen pada awal sesi perdagangan.

Pada posisi terendah Jumat pekan ini, indeks S&P 500 berada 20,9 persen di bawah posisi tertinggi intraday pada Januari. Indeks ditutup sekitar 19 persen di bawah rekornya.

Pada pekan ini, indeks Dow Jones melemah 2,9 persen dan alami penurunan beruntun dalam delapan minggu pertama sejak 1923. Indeks S&P 500 merosot 3 persen pada pekan ini. Sementara itu, indeks Nasdaq turun 3,8 persen, dan membukukan penurunan tujuh minggu berturut-turut.

Chairman Investment Firm Sanders Morris Harris, George Ball menuturkan, pelaku pasar masih menghargai saham secara bebas dan psikologi yang mendorongnya naik selama satu dekade telah berubah menjadi negatif.

"Rata-rata pasar bearish berlangsung setahun (338 hari, tepatnya). Penurunan ini telah berjalan hanya sepertiga dari itu, jadi mungkin memiliki lebih banyak ruang turun untuk dijalankan, meskipun diselingi oleh reli sementara,” ujar dia dikutip dari CNBC, Sabtu (21/5/2022).

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Faktor yang Sebabkan Koreksi Indeks S&P 500

Ekspresi spesialis Michael Pistillo (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Sementara itu, Portfolio Manager Aptus Capital Advisors, David Wagner menuturkan, koreksi pekan ini terasa seolah-olah pasar mulai menyadari pertumbuhan laba dan profitabilitas S&P 500 mungkin dalam bahaya karena inflasi akan terus meningkat sepanjang tahun.

Penurunan singkat indeks S&P 500 ke wilayah bearish terjadi karena AS telah berurusan dengan tekanan inflasi yang tidak terlihat dalam beberapa dekade. Hal tersebut telah diperburuk oleh lonjakan harga energi, yang sebagian besar diperburuk oleh dimulainya perang Ukraina-Rusia.

Lonjakan inflasi kemudian menyebabkan the Federal Reserve (the Fed) menaikkan suku bunga pada Maret untuk pertama kalinya dalam lebih dari tiga tahun. Awal bulan ini, bank sentral menjadi lebih agresif dan menaikkan suku bunga 50 basis poin (bps).

Pada awalnya, koreksi akibat aksi jual berpusat di saham pertumbuhan dan teknologi yang bernilai tinggi. Namun, penarikan akhirnya meluas ke bagian lain dari pasar. Hingga penutupan perdagangan Jumat, 20 Mei 2022, sektor saham energi adalah satu-satunya sektor di indeks S&P 500 yang positif pada 2022.


Sentimen yang Bayangi Wall Street

Ekspresi spesialis David Haubner (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Pekan ini, laporan kuartalan yang buruk dan pandangan dari Walmart dan Target menimbulkan kekhawatiran atas kemampuan perusahaan untuk menangani inflasi dan kesediaan konsumen membayar harga lebih tinggi, memberikan tekanan lebih besar pada indeks S&P 500.

“Pada titik tertentu pasar akan berubah, tetapi tidak akan sampai angin ini berubah, inflasi turun dan konsumen merasa senang habiskan uang lagi seperti yang mereka inginkan dan terbiasa. Ini adalah siklus yang cukup panjang,” ujar Head of ETF Strategy Allianz Investment Management, Johan Grahn.

Pada Maret 2022, pasar bearish hanya berlangsung 33 hari sebelum indeks S&P 500 akhirnya menguat ke rekor tertinggi lagi karena investor bertaruh pada perusahaan internet yang berkembang pesat selama pandemi COVID-19.

Pelaku pasar di wall street terus melakukan aksi jual saham semikonduktor di tengah kekhawatiran resesi dan karena Applied Materials menurunkan pedomannya. Applied Materials, produsen peralatan pembuat chip merosot 3,9 persen. Saham Nvidia dan Advanced Micro Devices masing-masing turun 2,5 persen dan 3,3 persen.


Sinyal The Fed

Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas

Di sisi lain, saham Deere melemah 14 persen setelah produsen alat berat itu melaporkan kehilangan pendapatan. Saham Caterpillar turun lebih dari 4 persen. Adapun Deere dan Caterpillar dipandang sebagai barometer ekonomi global.

The Fed telah mengisyaratkan akan terus menaikkan suku bunga karena mencoba untuk meredam lonjakan inflasi baru-baru ini. Awal pekan ini, ketua The Fed Jerome Powell menuturkan, jika itu melibatkan bergerak melewati level netral yang dipahami secara luas, pihaknya tidak akan ragu untuk melakukan itu.

Sikap keras terhadap kebijakan moneter telah memicu kekhawatiran pekan ini kalau tindakan the Fed dapat mengarahkan ekonomi ke dalam resesi. Pada Kamis, 19 Mei 2022, Deutsche Bank mengatakan, indeks S&P 500 bisa turun menjadi 3.000 jika ada resesi yang akan segera terjadi.

“Ada kemungkinan kita dapat melihat pasar bearish ini keluar di area 20 persen atas jadi tetap kurang dari 30 persen pasar bearish,” ujar Chief Investment Strategist CFRA Research Sam Stovall.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya