Liputan6.com, Kiev - Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada hari Jumat (20 Mei) mengusulkan kesepakatan resmi dengan sekutu negara itu untuk mengamankan kompensasi Rusia atas kerusakan yang disebabkan pasukannya selama perang.
Zelenskyy, yang mengatakan Rusia berusaha menghancurkan sebanyak mungkin infrastruktur Ukraina, mengatakan kesepakatan seperti itu akan menunjukkan kepada negara-negara yang merencanakan tindakan agresif bahwa mereka harus membayar tindakan mereka.
Advertisement
"Kami mengundang negara-negara mitra untuk menandatangani perjanjian multilateral dan membuat mekanisme yang memastikan bahwa semua orang yang menderita tindakan Rusia dapat menerima kompensasi atas semua kerugian yang terjadi," katanya dalam sebuah pidato video sebagaimana dikutip dari Channel News Asia, Sabtu (21/5/2022).
Zelenskyy mengatakan bahwa berdasarkan kesepakatan seperti itu, dana dan properti Rusia di negara-negara penandatangan akan disita. Mereka kemudian akan diarahkan ke dana kompensasi khusus.
"Itu akan adil. Dan Rusia akan merasakan berat setiap rudal, setiap bom, setiap peluru yang telah ditembakkannya kepada kami," katanya.
Kanada mengatakan bulan lalu akan mengubah undang-undang sanksinya untuk memungkinkan aset asing yang disita dan disetujui untuk didistribusikan kembali sebagai kompensasi kepada para korban atau untuk membantu membangun kembali negara asing dari perang.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Senat AS Setujui Anggaran Bantuan yang Lebih Banyak Untuk Ukraina
Senat Amerika Serikat menyetujui paket bantuan baru sejumlah US$ 40 miliar untuk Ukraina pada Kamis (19/5).
Sebagian besar senator, sebanyak 86 anggota, menyetujui paket bantuan tersebut dan telah mengirimkannya ke Presiden Joe Biden untuk ditandatanganinya, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Sabtu (20/5/2022).
Paket itu dimaksudkan untuk membantu Ukraina selama lima bulan ke depan untuk memerangi invasi Rusia yang sedang berlangsung. Bantuan itu termasuk uang untuk peralatan militer, pelatihan dan senjata, serta miliaran dolar untuk bantuan kemanusiaan, termasuk uang untuk mengatasi kekurangan pangan global yang disebabkan oleh konflik yang telah berlangsung selama tiga bulan itu.
Bantuan tersebut mengisi kembali kas untuk peralatan Amerika Serikat yang dikirim sebelumnya ke Ukraina dan menyediakan pembiayaan untuk membantu negara-negara lain yang membantu pemerintah Kyiv.
Paket bantuan itu berjumlah $7 miliar lebih banyak dari nilai awal yang diusulkan oleh Presiden Biden.
Pada hari yang sama, pada pertemuan antara menteri keuangan Kelompok Tujuh (G7) di Jerman, Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan bahwa kelompok tersebut telah menyetujui bantuan keuangan senilai US$ 18,4 miliar untuk mendukung perekonomian Ukraina agar tetap bertahan selama tiga bulan ke depan. Jumlah tersebut US$ 3,4 miliar lebih banyak dari yang diminta oleh Ukraina.
“Pesannya adalah, Kami berdiri di belakang Ukraina. Kami akan mengumpulkan sumber daya yang mereka butuhkan untuk melewati semua ini,” kata Yellen kepada para wartawan.
Advertisement
Putin Beri Peringatan Soal Intervensi Asing Terkait Perang Rusia-Ukraina
Setiap negara yang mencoba untuk campur tangan dalam perang Ukraina akan menghadapi tanggapan "secepat kilat", Presiden Rusia Vladimir Putin telah memperingatkan.
"Kami memiliki semua alat yang tidak dapat dibanggakan oleh siapa pun ... kami akan menggunakannya jika perlu", katanya, dalam apa yang dilihat sebagai referensi untuk rudal balistik dan senjata nuklir. Demikian seperti dilansir dari laman BBC, Kamis (28/4/2022).
Sekutu Ukraina telah meningkatkan pasokan senjata, dengan AS berjanji untuk memastikan Ukraina mengalahkan Rusia. Para pejabat Barat mengatakan Rusia sedang terhambat dalam upayanya di timur.
Pekan lalu, Rusia melancarkan serangan besar-besaran untuk merebut wilayah Donbas setelah menarik diri dari wilayah sekitar ibu kota Kyiv.Namun menurut seorang pejabat, pasukan Rusia "mendapatkan kesulitan untuk mengatasi perlawanan setia Ukraina dan mereka menderita kerugian".
Dalam perkembangan lain, Komisi Eropa menuduh Rusia melakukan pemerasan setelah Moskow menghentikan ekspor gas ke Polandia dan Bulgaria.
Presiden Komisi, Ursula von der Leyen mengatakan itu menunjukkan "tidak dapat diandalkan" Rusia sebagai pemasok.Kremlin mengatakan Rusia telah dipaksa melakukan tindakan tersebut oleh "langkah-langkah tidak bersahabat" dari negara-negara Barat.
Pemutusan Gazprom mengikuti penolakan Polandia dan Bulgaria untuk membayar gas dalam rubel Rusia - permintaan yang dibuat oleh Presiden Vladimir Putin pada bulan Maret, yang dirancang untuk menopang mata uang yang goyah yang terpukul oleh sanksi Barat.