Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi kembali membuka ekspor minyak goreng mulai Senin, 23 Mei 2022. Ekspor minyak goreng beserta bahan bakunya sempat dilarang pada akhir April 2022 lalu.
Kembali dibukanya pintu ekspor minyak goreng itu pun mendapat beragam tanggapan dari berbagai pihak. Salah satunya disampaikan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.
Baca Juga
Advertisement
Bhima memandang, pelarangan ekspor secara total adalah kesalahan fatal pemerintah. Buktinya, harga minyak goreng di masyarakat masih terpantau tinggi.
"Pencabutan larangan ekspor CPO dan minyak goreng bukti bahwa kebijakan pengendalian harga minyak goreng lewat stop ekspor total seluruh produk CPO adalah kesalahan fatal. Harga migor di level masyarakat masih tinggi, petani sawit dirugikan dengan harga yang TBS anjlok karena over supply CPO di dalam negeri," kata Bhima kepada Liputan6.com, Jumat 20 Mei 2022.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pun menjelaskan alasan pemerintah kembali membuka ekspor bahan baku minyak goreng serta produk turunannya, yaitu karena tren harga yang semakin menurun dan pasokan telah terpenuhi.
Setelah pemberlakuan larangan ekspor minyak goreng dan produk CPO lainnya per 28 April 2022, pasokan minyak goreng curah melimpah hingga 211.638,65 ton per bulan, atau 108,74 persen dari kebutuhan.
Berikut sederet tanggapan berbagai pihak usai Presiden Jokowi kembali membuka ekspor minyak goreng mulai Senin, 23 Mei 2022 yang dihimpun Liputan6.com:
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
1. Ekonom Center of Economic and Law Studies
Pemerintah dinilai gagal mengambil jalan keluar untuk menurunkan harga minyak goreng lewat pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng. Pernyataan ini dikeluarkan oleh ekonom menyusul pemerintah yang kembali membuka akses untuk ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya pada 23 Mei 2022 mendatang.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memandang, pelarangan ekspor secara total adalah kesalahan fatal pemerintah. Buktinya, harga minyak goreng di masyarakat masih terpantau tinggi.
Di samping itu, petani kelapa sawit juga dirugikan dengan harga tandan buah segar (TBS) sawit yang anjlok. Menurut data Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) penurunannya terjadi hingga 70 persen dari harga normal.
"Pencabutan larangan ekspor CPO dan minyak goreng bukti bahwa kebijakan pengendalian harga minyak goreng lewat stop ekspor total seluruh produk CPO adalah kesalahan fatal. Harga migor di level masyarakat masih tinggi, petani sawit dirugikan dengan harga yang TBS anjlok karena over supply CPO di dalam negeri," kata Bhima kepada Liputan6.com, Jumat 20 Mei 2022.
Kerugian tak hanya menyoal harga minyak goreng kemasan di masyarakat, Bhima mengungkap negara juga kehilangan triliunan rupiah. Ini angka yang disumbang dari ekspor CPO dan yang terkait.
"Kehilangan penerimaan negara lebih dari Rp 6 Triliun, belum ditambah dengan tekanan pada sektor logistik -perkapalan yang berkaitan dengan aktivitas ekspor CPO," ujarnya.
Bhima memandang kehilangan devisa sudah terlanjur cukup tinggi imbas pelarangan ekspor CPO, yang mempengaruhi stabilitas sektor keuangan. Ia mencatat pelemahan kurs rupiah terhadap dollar AS dipasar spot sebesar 3 persen dalam sebulan terakhir salah satunya disumbang dari pelarangan ekspor.
"Collateral damage-nya sudah dirasakan ke berbagai sektor ekonomi. Harapannya kebijakan berbagai komoditas kedepannya tidak meniru pelarangan ekspor CPO yang tidak memiliki kajian matang. Cukup terakhir ada kebijakan proteksionisme yang eksesif seperti ini," tutur Bhima.
Lebih lanjut Bhima menyampaikan pasca ada aturan pencabutan larangan ekspor, pemerintah harus mengendalikan harga minyak goreng yang acuannya mekanisme pasar. Ia khawatir pengusaha yang mengacu harga internasional menaikkan harga minyak goreng secara signifikan.
"Pengusaha yang mengacu pada harga di pasar internasional dikhawatirkan menaikkan harga minyak goreng secara signifikan khususnya minyak goreng kemasan," katanya.
"Selama aturan minyak goreng boleh mengacu pada mekanisme pasar maka harga yang saat ini rata-rata Rp24.500 per liter di pasar tradisional bisa meningkat lebih tinggi," jelas Bhima.
Advertisement
2. Tanggapan YLKI
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai pemerintah perlu mencabut hak guna usaha sawit swasta. Ia memandang hal itu bisa dilakukan guna melindungi konsumen minyak goreng dalam negeri.
Hal ini jadi langkah awal yang perlu dilakukan pemerintah untuk bisa mengendalikan harga minyak goreng di sisi hilir. Artinya, penyelesaian polemik minyak goreng ini perlu dibenahi sejak sektor hulu.
"Hal yang paling ideal jika pemerintah ingin melindungi konsumen dari gejolak migor adalah cabut HGU sawit milik swasta, kemudian atur ulang kepemilikan lahan sawit," kata Tulus kepada Liputan6.com, Jumat 20 Mei 2022.
Dalam mengambil langkah ini, Tulus menilai pemerintah Indonesia perlu meniru Malaysia yang menguasai kepemilikan lahan sawit sebesar 40 persen. Harapannya, aturan turunannya bisa lebih mudah diatur pemerintah.
“Dalam hal ini malaysia patut dicontoh karena mampu menguasai 40 persen lahan sawit. Sehingga mudah mengatur tata niaga sawit/CPO, termasuk harga minyak goreng, dengan HET dan subsidi,” terangnya.
Menurut data yang dimilikinya, kepemilikan sawit pemerintah melalui perusahaan pelat merah hanya berkisar 5-6 persen. Dengan porsi sekecil itu, ia memandang mustahil pemerintah bisa mengatur harga minyak goreng di pasaran.
"Sementara saat ini kepemilikan lahan sawit pemerintah Indonesia (via BUMN) hanya 5-6 persen saja. Dengan kepemilikan lahan sawit yang 5-6 persen itu maka terlalu musykil bagi pemerintah untuk mengintervensi kebijakan di sisi hilir (harga migor). Beranikah pemerintah melakukan hal ini?," tukasnya.
3. PDIP
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Sitorus menilai keputusan Presiden Joko Widodo atau Jokowi mencabut larangan ekspor minyak goreng (migor) sudah tepat. Pasalnya sudah banyak pabrik sawit yang tutup akibat kebijakan tersebut.
"Menurut saya memang sudah saatnya, saat ini sudah banyak pabrik pengolahan sawit atau PKS yang tutup karena sudah tidak mempunyai tangki penyimpanan produk CPO sehingga sawit rakyat membusuk di lapangan," kata Deddy dikutip dari siaran persnya, Kamis 19 Mei 2022.
Menurut dia, larangan ekspor minyak goreng ini memang tidak mungkin dilakukan terlalu lama. Sebab, yang akan terpukul paling keras itu adalah rakyat petani di bawah.
"Moratorium membuat PKS menghentikan pembelian tandan buah segera (TBS) yang diproduksi petani skala kecil. Kalaupun dibeli, harganya jatuh hingga lebih dari 50 persen," ujarnya.
"Padahal itu sumber penghasilan utama petani rakyat," sambung Deddy.
Selain menyengsarakan rakyat, kata dia, kebijakan larangan ekspor minyak goreng juga membuat petani kesulitan untuk membeli pupuk dan pestida yang harganya juga sudah melonjak tajam.
Jika kebijakan itu diterapkan terlalu lama, produktivitas petani tahun depan akan melorot jauh dan bisa memicu kelangkaan lagi di tahun berikutnya.
"Apalagi jika petani memiliki tanggung jawab kepada pihak ketiga seperti bank, kredit angkutan, dan lainnya. Oleh karena itu, saya sangat menyambut baik pencabutan moratorium ekspor sawit ini," jelas Deddy.
Advertisement
4. Kapolri Listyo Sigit Prabowo
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo memerintahkan kepada jajarannya untuk menyiapkan langkah-langkah dalam rangka mewujudkan ketersediaan, kelancaran distribusi, dan harga minyak goreng curah sesuai harga eceran tertinggi (HET).
Adapun, perintah ini tertuang dalam Surat Telegram Kapolri Nomor: ST/990/V/RES 2.1/2022 yang dikeluarkan pada hari Jumat 20 Mei 2022 yang ditandatangani oleh Kabareskrim Polri atas nama Kapolri.
"Kapolri memerintahkan kepada jajaran mendorong pelaku usaha untuk melakukan percepatan distribusi minyak goreng curah, menjual margin yang ditentukan," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol Gatot Repli Handoko di Mabes Polri, Jakarta, Jumat 20 Mei 2022.
Seperti dilansir dari Antara, menurut dia, pelaku usaha didorong menjual minyak goreng dengan margin yang ditentukan guna pastikan pengecer dapat menjual sesuai dengan HET sebesar Rp14 ribu per liter atau Rp 15 ribu per kg.
Jajaran Polri juga diperintahkan buat laporan setiap kendala yang dihadapi dalam distribusi dan penjualan minyak goreng di wilayah.
Selain itu, melakukan komunikasi dengan pelaku usaha makanan dan minuman untuk ikut berperan membantu distribusi minyak goreng curah melalui jaringan distribusi ke masyarakat.
Kapolri juga memerintahkan kepada jajarannya melakukan pengecekan secara intensif dan pendataan pada seluruh pasar tradisional atau titik penjualan mengenai ketersediaan minyak goreng curah, distribusi, dan harga penjualan pada konsumen akhir harga penjualan, yaitu masyarakat, usaha mikro dan kecil.
"Melakukan pengawasan secara ketat terhadap penjualan minyak goreng curah di atas HET dan praktik penetapan harga (price fixing) yang membuat harga di atas HET," kata Gatot.
Instruksi terakhir, yakni memerintahkan jajaran Polri melakukan penegakan hukum secara tegas terhadap pungutan liar atau premanisme.
Disebutkan, pungli atau aksi premanisme ini dapat mengganggu jalur distribusi sehingga berpengaruh pada peningkatan harga penjualan minyak goreng curah di pasaran.
5. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membuka alasan pemerintah kembali membuka ekspor bahan baku minyak goreng serta produk turunannya. Alasannya, karena tren harga yang semakin menurun dan pasokan yang telah terpenuhi.
Setelah pemberlakuan larangan ekspor minyak goreng dan produk CPO lainnya per 28 April 2022, pasokan minyak goreng curah melimpah hingga 211.638,65 ton per bulan, atau 108,74 persen dari kebutuhan.
Harga minyak goreng curah pun turun. Dari semua Rp 19.800 per liter, kini disebut telah menyentuh Rp 17.200 – 17.600 per liter.
"Berdasarkan data pasokan yang semakin terpenuhi dan terjadinya tren penurunan harga di berbagai daerah, serta untuk l mempertahankan harga TBS petani rakyat, maka Presiden telah memutuskan untuk mencabut larangan ekspor pada tanggal 23 Mei atau hari Senin minggu depan," kata Airlangga Hartarto dalam konferensi pers, Jumat 20 Mei 2022.
Ia menegaskan pencabutan larangan ekspor yang belum genap satu bulan ini akan diikuti dengan upaya menjamin ketersediaan bahan baku minyak goreng dalam negeri. Caranya, kembali dengan menerapkan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).
Hal ini, kata Menko Airlangga akan diatur kemudian oleh Kementerian Perdagangan. Diketahui, sebelumnya Kemendag juga pernah menerapkan DMO 20 persen namun dinilai belum efektif.
"Kebijakan tersebut akan diikuti dengan upaya untuk tetap menjamin ketersediaan bahan baku minyak goreng, Sekali lagi saya tegaskan ini untuk menjamin ketersediaan bahan baku minyak goreng, dengan penerapan aturan domestic market obligation (DMO) oleh Kementerian Perdagangan dan Domestic Price Obligation (DPO), yang mengacu pada kajian BPKP, dan ini juga akan ditentukan oleh Kementerian Perdagangan," katanya.
Ia tak merinci besaran DMO yang dibebankan ke setiap pengusaha eksportir bahan baku minyak goreng. Namun, Menko Airlangga mengungkap besaran pasokan yang perlu dijaga melalui DMO.
"Jumlah domestic market obligation, kita menjaga sebesar 10.000.000 ton minyak goreng yang terdiri dari 8.000.000 ton minyak goreng dan ada ketersediaan pasokan ataupun sebagai cadangan sebesar 2 juta ton," katanya.
Terkait besaran DMO yang harus disetor pengusaha, ia menyerahkan hal tersebut ke Kementerian Perdagangan. Selain itu, Kemendag juga akan mengatur mekanisme distribusi minyak goreng.
"Kementerian Perdagangan akan menetapkan jumlah besaran DMO yang akan perlu dipenuhi atau harus dipenuhi oleh masing-masing produsen, serta mekanisme untuk memproduksi dan mendistribusikan minyak goreng ke masyarakat secara merata dan tepat sasaran," paparnya.
"Produsen yang tidak memenuhi kewajiban DMO ataupun tidak mendistribusikan kepada masyarakat yang ditetapkan oleh pemerintah, akan diberikan sanksi sesuai dengan aturan yang ditentukan," sambung Airlangga.
Menko Airlangga menegaskan mekanisme penyaluran nantinya akan menjamin ketersediaan pasokan. Serta pasokan ini akan terus dimonitor oleh Kementerian Perindustrian.
Sementara itu, distribusi ke pasar-pasar juga akan menggunakan mekanisme pembelian berbasis KTP. Dengan harapan penyaluran minyak goreng ini bisa sesuai sasaran.
"Mekanisme penyaluran akan menjamin ketersediaan pasokan, sekali lagi ketersediaan pasokan akan terus dimonitor melalui aplikasi digital yang ada di kementerian perindustrian sering disebut dengan sistem Simirah dan distribusi pasar juga akan menggunakan sistem pembelian yang berbasis KTP. Tentu target pembelian diharapkan bisa tepat sasaran," terangnya.
Airlangga juga menegaskan, dengan pembukaan keran ekspor, pemerintah akan meningkatkan pengawasan. Selain itu, akan juga dipantau secara terintegrasi oleh berbagai pihak.
"Pelaksanaan ekspor oleh produsen akan dilakukan pengawasan secara ketat dan terintegrasi baik oleh Bea Cukai, Satgas Pangan Polri, kementerian dan lembaga, pemerintah daerah, dan juga pengawas akan melibatkan Kejaksaan Agung," ucap dia.
Ia menegaskan akan menindak produsen minyak goreng yang melanggar ketentuan yang petunjuk teknisnya bakal dirilis oleh Kementerian Perdagangan dalam waktu dekat ini.
"Pemerintah akan secara tegas menindak setiap penyimpangan, baik distribusi maupun ekspor oleh pihak-pihak yang tidak sesuai dengan kebijakan dan ketentuan yang ada," tegas Airlangga.
Advertisement