Liputan6.com, Jakarta Berbagai pihak kini tengah mengupayakan lingkungan lebih inklusif bagi penyandang disabilitas. Salah satunya adalah tim Arabic Braille Converter yang bertanding dalam kompetisi Hackathon Microsoft AI for Accessibility (AI4A) tingkat Asia Pasifik.
Tim yang terdiri dari M. Adi Nugraha, Budi Darmulyana, Nur Ichsan, dan Zainal Abidin, berhasil terpilih sebagai lima besar. Hackathon AI4A sendiri mempertemukan 75 tim untuk memecahkan tantangan dunia nyata yang dihadapi penyandang disabilitas.
Advertisement
Hackathon ini bertindak sebagai batu loncatan para creator dan developer untuk meluncurkan aplikasi mereka, dengan hadiah uang tunai, dukungan dari pakar teknis Microsoft, dan pendampingan berkelanjutan untuk mengembangkan solusi ini di Microsoft Azure.
Berdasarkan tantangan kehidupan nyata yang dihadapi oleh penyandang disabilitas, 14 organisasi nirlaba merumuskan sejumlah pokok permasalahan yang selanjutnya digunakan peserta AI4A Hackathon untuk membangun solusi inovatif di seputar tema transportasi, wearable device, dan alat bahasa.
Tim dari Indonesia, Arabic Braille Converter, menciptakan solusi untuk menjembatani kesenjangan disabilitas dengan mengembangkan aplikasi yang dapat memindai dan mengubah teks atau grafik Bahasa Arab ke dalam format Braille Indonesia. Ini dapat dibaca oleh pembaca layar atau tampilan braille. Solusi ini juga memiliki fungsi untuk menerjemahkan kembali dari Bahasa Arab Braille ke dalam teks Arab.
Sebagai bagian dari lima besar, tim Arabic Braille Converter akan menerima pelatihan dari Microsoft dan mitra-mitra Microsoft, termasuk akses ke arsitek cloud, serta panduan konsultasi bisnis untuk mengembangkan solusi mereka–dari bentuk konsep ke aplikasi nyata–di Microsoft Azure.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pentingnya Aksesibilitas
Ajang ini digelar mengingat ada lebih dari 1 miliar penyandang disabilitas di dunia yang mebutuhkan bantuan teknologi. Microsoft menilai bahwa aksesibilitas sangat penting untuk mewujudkan misi memberdayakan setiap orang dan setiap organisasi di planet ini untuk mencapai lebih banyak hal.
“Aksesibilitas adalah sarana yang memungkinkan inklusi bagi penyandang disabilitas,” kata Pratima Amonkar, Chair for Diversity, Inclusion, dan Accessibility Microsoft Asia Pasifik.
Demi menyoroti bagaimana teknologi dapat menghadirkan solusi yang mampu memberdayakan penyandang disabilitas dan memungkinkan perubahan transformatif di Asia Pasifik, Microsoft telah mendedikasikan bulan Mei 2022 sebagai Bulan Kesadaran Aksesibilitas.
Ini dilakukan dengan menyelenggarakan serangkaian lokakarya, pelatihan, dan acara penghargaan pemenang Hackathon AI4A.
Secara khusus di Indonesia, Microsoft juga menyelenggarakan Accessibility Indonesia Forum pertamanya pada 18 Mei untuk mendiskusikan topik seperti komitmen pemerintah terhadap nilai inklusif. Termasuk juga tentang peran serta organisasi dalam meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas di dunia kerja, serta bagaimana teknologi Microsoft dapat mendukung nilai inklusif.
Advertisement
Inovasi dari Singapura
Pratima menambahkan, pihaknya terinspirasi melihat besarnya antusiasme peserta hackathon tahun ini untuk meningkatkan kehidupan penyandang disabilitas.
“Selamat kepada para pemenang, yang dengan penuh semangat menghadirkan solusi-solusi luar biasa,” kata Pratima Amonkar mengutip keterangan pers Sabtu (21/5/2022).
“Bulan Mei merupakan waktu yang penting bagi kami untuk melihat besarnya potensi kontribusi penyandang disabilitas, melalui peluncuran program awareness, pelatihan, dan bimbingan dengan pelanggan, mitra, serta komunitas kami di seluruh wilayah ini.”
Selain tim Arabic Braille Converter, tim MeetMeHear dari Singapura juga berhasil masuk ke dalam lima besar dengan aplikasi mereka yang membantu penyandang Tuli dan gangguan pendengaran, agar dapat berkomunikasi lebih baik dengan orang lain selama pertemuan fisik.
Hal ini dapat dilakukan melalui penggunaan AI untuk pengenalan ucapan, guna memberikan teks langsung yang lebih akurat.
Sementara itu, tiga pemenang utama dalam Hackathon AI4A tahun ini adalah Tim Asclepius dari Thailand, Tim SWIFT Responders dari Singapura, dan Tim EIA dari Filipina.
Mereka menciptakan solusi yang meliputi alat bantu komunikasi berkemampuan AI untuk penyandang Tuli, sebuah sistem cerdas yang memungkinkan penyandang disabilitas fisik untuk hidup mandiri, serta sistem perbankan inklusif bagi penyandang disabilitas netra.
Teknologi Bantu
Sebelumnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa para penyandang disabilitas dengan berbagai ragamnya membutuhkan alat dan teknologi bantu untuk memudahkan kehidupan sehari-hari.
Alat bantu disabilitas memiliki berbagai jenis seperti kursi roda, kruk, Alat Bantu Dengar (ABD), kaki atau tangan palsu, dan lain-lain. Di era digital, alat bantu didukung pula oleh berbagai teknologi yang semakin berkembang. Contohnya, aplikasi pembaca layar bagi disabilitas netra yang kemudian digolongkan sebagai teknologi bantu.
Alat bantu umumnya dianggap sebagai sarana untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan masyarakat luas dengan pijakan yang sama dengan orang lain.
Tanpa alat bantu, para penyandang disabilitas bisa mendapat pengucilan, berisiko terisolasi, hidup dalam kemiskinan, mungkin menghadapi kelaparan, dan dipaksa untuk lebih bergantung pada dukungan keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Menurut Direktur Jenderal WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, alat dan teknologi bantu adalah pengubah hidup khususnya bagi penyandang disabilitas. Pasalnya, dengan alat dan teknologi bantu, penyandang disabilitas bisa melakukan berbagai hal yang awalnya tak dapat mereka lakukan.
“Teknologi bantu adalah pengubah hidup--ini membuka pintu pendidikan bagi anak-anak penyandang disabilitas, pekerjaan dan interaksi sosial bagi orang dewasa yang hidup dengan disabilitas, dan kehidupan mandiri yang bermartabat bagi orang tua,” kata Tedros mengutip keterangan pers Selasa (12/5/2022).
Advertisement