Sisi kelam Korea Utara, negeri paling tertutup dan mengisolasi diri dari dunia, dikuak oleh Google Earth. Berkat applikasi ini, kedok jaringan kamp kerja paksa rahasia di sana diungkap.
Google Earth memang sejak lama digunakan aktivis hak asasi manusia untuk menyibak tabir kamp kerja paksa di Korut, di mana lebih dari 200.000 orang ditahan di dalamnya.
Organisasi HAM, Amnesty Internasional, yang dilarang keras masuk ke negeri komunis itu mengatakan, para tahanan kamp harus memasuki kondisi yang nyaris tak masuk akal untuk bertahan hidup. Di mana kelaparan, penyakit, dan eksekusi marak terjadi
"Tahanan kamp bahkan terpaksa makan tikus atau makan biji jagung dari kotoran hewan untuk bertahan hidup. Sekitar 40 persen tahanan tewas akibat kurang gizi," kata juru bicara Amnesty, Neil Durkin pada Daily Mail.
Selama bertahun-tahun, pemerintah Korut berusaha keras membantah keberadaan kamp-kamp tersebut. "Jadi, jika pemetaan satelit komersial berhasil mengungkapnya, itu bisa jadi amunisi yang meningkatkan tekanan pada Korut untuk menutupnya."
Foto Kamp 22
Untuk perannya menyingkap fakta di Korut, Google Earth mendapat pujian. Meski kunjungan Direktur Eksekutif Google, Eric Schmidt, dikritik habis-habisan.
Sebab, waktu kunjungan Schmidt ke Korut -- yang menerapkan sensor ketat pada internet, dirasa tak tepat. Hanya beberapa minggu pasca peluncuran roket kontroversial yang dikutuk banyak negara, termasuk Amerika Serikat.
Namun, menurut Joshua Stanton, pengacara asal Washington yang rajin menulis soal HAM di Korea, kemarahan atas kunjungan Schmidt ke Korut tak signifikan dibanding peran Google Earth besutannya, yang membantu mengungkap kebenaran di negara yang dipimpin Kim Jong-un itu.
"Yang terbaik yang dilakukan Google adalah membantu mengungkap kebenaran soal Korut pada dunia, yang mungkin akan ditulis dalam sejarah negeri itu suatu saat nanti," kata dia kepada RTE, seperti dimuat Daily Mail (25/1/2013).
Foto Kamp 22
Stanton menggunakan hasil foto udara Google Earth untuk menyusun rincian enam kamp tahanan, termasuk tiga di antaranya yang berhasil teridentifikasi.
Dari foto tersebut, ia berhasil menandai posisi kuburan, rumah penjaga, dan pagar di kamp yang luas, yang berkedok sebagai desa. Di antaranya Kamp 16, di mana 10.000 pria, perempuan, bahkan anak-anak ditahan.
Juga Kamp 22, yang dihuni 50.000 tahanan. Di mana para tahanan kerap dipaksa merajam dengan batu tahanan lain hingga tewas. Sementara perempuan kerap menjadi korban pelecehan seksual dan diperkosa. Diperkirakan 2.000 orang tewas tiap tahunnya di sana.
Dilaporkan, pria, wanita dan anak-anak dipaksa untuk bekerja tujuh hari seminggu sebagai budak dan makan apa saja yang bisa mereka dapat agar tak kelaparan.
Para ahli mengatakan puluhan ribu tahanan di kamp, adalah mereka yang diculik dari rumah atau jalan atas tuduhan "kejahatan politik". Seringkali warga ditangkap karena mencoba melarikan diri dari Korut. Ada juga karena alasan tak masuk akal. Seperti mekanik yang gagal untuk memperbaiki mobil seorang perwira.
Kamp-kamp lain yang telah diidentifikasi dengan bantuan Google Earth termasuk kamp Yodok, di mana 50.000 warga Korea Utara diperkirakan dipenjara.(Ein)
Foto Kamp 16
Google Earth memang sejak lama digunakan aktivis hak asasi manusia untuk menyibak tabir kamp kerja paksa di Korut, di mana lebih dari 200.000 orang ditahan di dalamnya.
Organisasi HAM, Amnesty Internasional, yang dilarang keras masuk ke negeri komunis itu mengatakan, para tahanan kamp harus memasuki kondisi yang nyaris tak masuk akal untuk bertahan hidup. Di mana kelaparan, penyakit, dan eksekusi marak terjadi
"Tahanan kamp bahkan terpaksa makan tikus atau makan biji jagung dari kotoran hewan untuk bertahan hidup. Sekitar 40 persen tahanan tewas akibat kurang gizi," kata juru bicara Amnesty, Neil Durkin pada Daily Mail.
Selama bertahun-tahun, pemerintah Korut berusaha keras membantah keberadaan kamp-kamp tersebut. "Jadi, jika pemetaan satelit komersial berhasil mengungkapnya, itu bisa jadi amunisi yang meningkatkan tekanan pada Korut untuk menutupnya."
Foto Kamp 22
Untuk perannya menyingkap fakta di Korut, Google Earth mendapat pujian. Meski kunjungan Direktur Eksekutif Google, Eric Schmidt, dikritik habis-habisan.
Sebab, waktu kunjungan Schmidt ke Korut -- yang menerapkan sensor ketat pada internet, dirasa tak tepat. Hanya beberapa minggu pasca peluncuran roket kontroversial yang dikutuk banyak negara, termasuk Amerika Serikat.
Namun, menurut Joshua Stanton, pengacara asal Washington yang rajin menulis soal HAM di Korea, kemarahan atas kunjungan Schmidt ke Korut tak signifikan dibanding peran Google Earth besutannya, yang membantu mengungkap kebenaran di negara yang dipimpin Kim Jong-un itu.
"Yang terbaik yang dilakukan Google adalah membantu mengungkap kebenaran soal Korut pada dunia, yang mungkin akan ditulis dalam sejarah negeri itu suatu saat nanti," kata dia kepada RTE, seperti dimuat Daily Mail (25/1/2013).
Foto Kamp 22
Stanton menggunakan hasil foto udara Google Earth untuk menyusun rincian enam kamp tahanan, termasuk tiga di antaranya yang berhasil teridentifikasi.
Dari foto tersebut, ia berhasil menandai posisi kuburan, rumah penjaga, dan pagar di kamp yang luas, yang berkedok sebagai desa. Di antaranya Kamp 16, di mana 10.000 pria, perempuan, bahkan anak-anak ditahan.
Juga Kamp 22, yang dihuni 50.000 tahanan. Di mana para tahanan kerap dipaksa merajam dengan batu tahanan lain hingga tewas. Sementara perempuan kerap menjadi korban pelecehan seksual dan diperkosa. Diperkirakan 2.000 orang tewas tiap tahunnya di sana.
Dilaporkan, pria, wanita dan anak-anak dipaksa untuk bekerja tujuh hari seminggu sebagai budak dan makan apa saja yang bisa mereka dapat agar tak kelaparan.
Para ahli mengatakan puluhan ribu tahanan di kamp, adalah mereka yang diculik dari rumah atau jalan atas tuduhan "kejahatan politik". Seringkali warga ditangkap karena mencoba melarikan diri dari Korut. Ada juga karena alasan tak masuk akal. Seperti mekanik yang gagal untuk memperbaiki mobil seorang perwira.
Kamp-kamp lain yang telah diidentifikasi dengan bantuan Google Earth termasuk kamp Yodok, di mana 50.000 warga Korea Utara diperkirakan dipenjara.(Ein)
Foto Kamp 16