Liputan6.com, Jakarta Patmawati adalah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) asal Kelurahan Sumber Rejo, Kabupaten Tanggamus, Lampung.
Wanita usia 38 ini sudah 7 tahun menyandang gangguan jiwa. Hal ini berawal ketika kedua orangtuanya meninggal dunia.
Advertisement
Sepeninggal kedua orangtuanya di tahun 2015, Patmawati mulai menunjukkan perilaku yang berbeda, ia cenderung diam dan mengurung diri di dalam rumah. Untuk memenuhi pemenuhan kebutuhan dasar seperti makan, minum, mandi dan merawat rumah, Patmawati dibantu oleh tetangganya.
“Selama 7 tahun saya dan tetangga saling bahu membahu untuk mengurus Patmawati, mulai makan kami suapi, mandi kami mandikan bahkan untuk membersihkan kotorannya pun saya yang mengerjakan,” ujar salah satu tetangga, Suranti mengutip keterangan pers Kementerian Sosial (Kemensos) Minggu (22/5/2022).
“Kami lakukan atas dasar kemanusian, atas dasar belas kasih, saat ini kami berharap Patmawati mendapatkan perawatan dan pengobatan yang memadai,” tambahnya.
Mendengar kisah Patmawati, Kementerian Sosial melalui Sentra Terpadu “Inten Soeweno” di Cibinong telah melaksanakan layanan multifungsi.
Hal ini berdasarkan Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 16 Tahun 2020 tentang Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI).
Sebagai wujud layanan multifungsi, Sentra Terpadu “Inten Soeweno” melaksanakan layanan terhadap kasus orang dengan gangguan jiwadi Kabupaten Tanggamus yang hidup seorang diri sepeninggal kedua orangtuanya, yakni Patmawati.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sudah Ditempatkan di Asrama
Berkoordinasi dengan Dinas Sosial Kabupaten Tanggamus, Kepala Sentra Terpadu “Inten Soeweno” M.O. Royani menurunkan Tim ke lapangan menjemput Patmawati untuk mendapatkan layanan ATENSI berbasis Residential.
“Sebelum turun ke lapangan tim sudah melaksanakan asesmen, Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) sebelumnya sakit typus jadi kami harus menunggu kondisinya sembuh benar. Saat ini PPKS sudah sehat dan siap kami jemput, jelas Royani.”
Saat ini Patmawati sudah berada di Asrama Sentra Terpadu "Inten Soeweno", sebagai bentuk proses adaptasi terhadap lingkungan baru, Patmawati ditempatkan di asrama tersendiri sampai masa penyesuain selesai.
Dalam keterangan lain dijelaskan, saat ini belum semua provinsi mempunyai rumah sakit jiwa. Akibatnya, tidak semua orang dengan gangguan jiwa mendapatkan pengobatan sebagaimana mestinya.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Dr. Celestinus Eigya Munthe.
Menurutnya, permasalahan lain, adalah terbatasnya sarana prasarana dan tingginya beban akibat masalah gangguan jiwa.
Advertisement
Tenaga Profesional Masih Kurang
Celestinus menambahkan, selain jumlah rumah sakit jiwa yang sangat terbatas, tenaga profesionalnya juga masih kurang.
“Masalah sumber daya manusia profesional untuk tenaga kesehatan jiwa juga masih sangat kurang, karena sampai hari ini jumlah psikiater sebagai tenaga profesional untuk pelayanan kesehatan jiwa kita hanya mempunyai 1.053 orang,” ucapnya dalam keterangan pers, Selasa (12/10/2021).
Artinya, satu psikiater melayani sekitar 250 ribu penduduk. Menurutnya, ini suatu beban yang sangat besar dalam upaya meningkatkan layanan kesehatan jiwa di Indonesia, sambungnya.
Tak hanya itu, masalah kesehatan jiwa di Indonesia juga terkendala stigma dan diskriminasi.
“Kita sadari bahwa sampai hari ini kita mengupayakan suatu edukasi kepada masyarakat dan tenaga profesional lainnya agar dapat menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan gangguan jiwa, serta pemenuhan hak asasi manusia kepada orang dengan gangguan jiwa,” tutur Celestinus.
Celestinus juga menjelaskan tingginya prevalensi ODGJ berkaitan dengan masalah kesehatan jiwa.
Untuk saat ini Indonesia memiliki prevalensi orang dengan gangguan jiwa sekitar 1 dari 5 penduduk, artinya sekitar 20 persen populasi di Indonesia itu mempunyai potensi-potensi masalah gangguan jiwa.
“Ini masalah yang sangat tinggi karena 20 persen dari 250 juta jiwa secara keseluruhan potensial mengalami masalah kesehatan jiwa,” katanya.
Lebih Diprioritaskan
Dalam keterangan yang sama, Plt. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes dr. Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, situasi tersebut mendorong pemerintah untuk memastikan isu kesehatan jiwa bisa lebih diprioritaskan dari sebelumnya.
Pemerintah daerah harus menjadikan program dan pelayanan kesehatan jiwa menjadi fokus perhatian, tentunya dengan menyediakan berbagai sarana dan prasarana terkait kesehatan jiwa yang memadai.
“Kepada masyarakat, agar menjaga kesehatan diri dan tetap patuh dan disiplin dengan protokol kesehatan agar tidak tertular COVID-19, serta selalu menjaga kesehatan jiwa dengan mengelola stres dengan baik, menciptakan suasana yang aman, nyaman bagi seluruh anggota keluarga,” ujarnya.
Sebelumnya, peneliti dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto, Jawa Tengah, Dewantara Damai Nazar, menjelaskan tentang definisi ODGJ.
Menurutnya, Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan atau perubahan perilaku yang bermakna. Serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi sebagai manusia.
Advertisement