Liputan6.com, Jakarta Cacar monyet pertama kali terdeteksi di Inggris pada 7 Mei lalu. Jumlah kasus di sana pun bertambah dengan cepat dan berlipat ganda hanya dalam waktu dua hari dari sembilan infeksi pada 18 Mei menjadi 20 infeksi pada 20 Mei.
Kasus cacar monyet lainnya juga baru-baru dikonfirmasi tersebar di AS, Australia, Spanyol, Italia, Jerman, Portugal, dan Swedia.
Advertisement
Hingga bulan Mei 2022 ini, lebih dari 140 kasus telah terkonfirmasi dan dicurigai di 12 negara di seluruh Eropa, Amerika Utara, dan Oseania.
Epidemiolog Andrea McCollum dengan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS mengungkapkan bahwa virus yang ada dalam cacar monyet dapat menular dengan adanya kontak yang sangat dekat.
"Kami tahu virus ini menyebar melalui kontak yang sangat dekat," ujar Andrea dikutip Insider pada Senin, (23/5/2022).
Kontak tersebut bisa melalui air liur, darah, atau cacar itu sendiri yakni lewat interaksi yang terjadi lewat orang yang memiliki cacar monyet juga.
"Nanah dan koreng, semua legiun itu penuh dengan virus. Pada pandangan pertama, sepertinya ini adalah jenis virus yang terkait erat dengan apa yang kami ketahui beredar di Afrika Barat dalam beberapa tahun terakhir," ujar Andrea.
Biasanya, ruam cacar monyet cenderung muncul di wajah, telapak tangan, dan bagian bawah kaki.
Tetapi otoritas kesehatan Swedia mengatakan pada hari Kamis bahwa dalam kasus-kasus Eropa, masalah kulit satu ini justru dilaporkan terlokalisasi pada alat kelamin, selangkangan, dan kulit di sekitar lubang anus.
Bukan Penyakit Gay
Menurut Andrea, tidak ada yang aneh baginya soal bagaimana penyakit ini dapat menyebar.
"Meskipun ada banyak pertanyaan saat ini seputar populasi tertentu yang menjadi perhatian (pria, gay, dan biseksual) dan bagaimana ini dapat menyebar, saya pikir itu sepenuhnya konsisten dengan apa yang kita ketahui tentang virus," kata Andrea.
Lebih lanjut, pakar kesehatan masyarakat dan ahli virologi mengungkapkan bahwa menghubungkan antara cacar monyet dan pria gay mengingatkan mereka pada pelaporan awal soal HIV dan AIDS pada 40 tahun lalu.
"Cacar monyet bukanlah penyakit gay dan juga bukan penyakit menular lainnya," ahli virus sekaligus peneliti kesehatan masyarakat Keletso Makofane, Dr Boghuma Kabisen Titanji.
Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh pakar kesehatan masyarakat, Dr Neurofourier melalui akun Twitternya yang menulis pada blog PLOS.
“Sangat disayangkan bahwa ini masih perlu dikatakan, menyoroti betapa sedikit yang telah kita pelajari dari wabah sebelumnya," ujarnya.
Advertisement
Risiko Penularan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menimpali pada hari Jumat, menunjukkan dalam sebuah pernyataan bahwa siapapun yang berinteraksi secara dekat dengan orang yang menular dapat berisiko terkena cacar monyet.
"Ini termasuk petugas kesehatan, anggota rumah tangga dan pasangan seksual," kata WHO.
"Menstigmatisasi sekelompok orang karena suatu penyakit tidak pernah dapat diterima. Ini dapat menjadi penghalang untuk mengakhiri wabah karena dapat mencegah orang mencari perawatan, dan menyebabkan penyebaran yang tidak terdeteksi," tambahnya.
Biasanya, cacar monyet menular dari orang ke orang melalui kontak yang sangat dekat. Virus juga dapat terbawa pada permukaan seperti tempat tidur, pakaian, atau ekskresi pernapasan.
Terlebih, virus satu ini juga diketahui lebih mudah untuk menular lewat kontak kulit ke kulit.
"Anda bisa membayangkan bahwa seorang wanita yang tinggal di rumah yang sama, berbagi peralatan dan sebagainya dengan seseorang yang terinfeksi, maka dia bisa tertular. Tapi sejauh ini kita belum melihatnya," ujar ahli penyakit menular di London School of Hygiene and Tropical Medicine, Professor Jimmy Whitworth.
"Itulah yang membuat kami agak curiga bahwa mungkin ini menular secara seksual dan kami perlu mencari tahu, karena jika demikian, itu baru — yang mana belum pernah terlihat sebelumnya," Jimmy menjelaskan.
Kebanyakan Pasien Laki-Laki
Hal yang membuat resah para tenaga kesehatan, ahli, dan masyarakat adalah penyakit satu ini belum diketahui dengan begitu jelas penyebabnya.
Lantaran tidak semua pasien yang terinfeksi memiliki riwayat bepergian ke negara-negara dimana penyakit cacar monyet menjadi endemik. Seperti Republik Demokratik Kongo, Nigeria, atau Kamerun.
Para pasien juga diketahui tidak pernah berhubungan dengan orang-orang yang baru bepergian ke bagian barat atau tengah Afrika.
Namun, hal yang diperhatikan oleh para ahli kesehatan masyarakat adalah sebagian besar pasien yang terinfeksi bahkan hampir semua berjenis kelamin laki-laki. Hanya ada satu pasien wanita di antara seluruh kasus yang dilaporkan.
Berkaitan dengan hal tersebut, para ahli berpendapat bahwa itu bukan berarti bahwa dunia saat ini tengah berurusan dengan jenis cacar monyet yang baru, yang hanya menginfeksi laki-laki atau ditularkan secara seksual antara laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki.
Terlebih, masih terlalu dini pula untuk menyelidiki penyakit ini dan bagaimana cacar monyet dapat menular dari orang ke orang.
"Kita masih sangat perlu untuk mencari tahu apakah versi cacar monyet kali ini menyebar dengan cara baru (atau tidak)," kata Jimmy.
Advertisement