Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjabarkan, pemerintah sudah mengalokasikan belanja negara sebesar Rp 750,5 triliun per April 2022. Realisasi tersebut setara 27,7 persen dari total anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun ini.
"Performance APBN kita tetap baik dan masih berlanjut," kata Sri Mulyani, Jakarta, Senin (23/5/2022).
Advertisement
Belanja tersebut untuk kementerian dan lembaga (K/L) sebesar Rp 253,6 triliun atau 26,8 persen terhadap APBN. Anggaran disalurkan untuk belanja pegawai yaitu THR, kegiatan operasional K/L, pengadaan peralatan/mesin, jalan, irigasi, serta penyaluran berbagai bansos ke masyarakat.
Kemudian, belanja non K/L Rp 254,4 triliun atau setara 25,5 persen terhadap APBN. Hal tersebut didukung terutama oleh penyaluran subsidi, kompensasi BBM, dan pembayaran pensiun (termasuk THR) serta jaminan kesehatan PNS.
Sementara itu, transfer ke daerah dan dana desa Rp 242,4 triliun atau 31,5 persen terhadap APBN. Utamanya didukung kepatuhan daerah dalam menyampaikan syarat salur yang lebih baik dan penyaluran dana BOS regular tahun anggaran 2022 tahap I.
Adapun pembiayaan investasi sampai 20 Mei 2022 mencapai Rp 17 triliun yang ditujukan untuk BLU LMAN sebesar Rp 10 triliun. Selanjutnya juga untuk investasi pemerintah untuk program FLPP sebesar Rp 6 triliun dan BLU LDKPI Rp 1 triliun.
Sri Mulyani: APBN Surplus Rp 103,1 Triliun per April 2022
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencatat, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami surplus 0,58 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau Rp 103,1 triliun pada April 2022. Keseimbangan primer juga masih tercatat surplus Rp 220,9 triliun.
"Postur APBN sampai akhir April sangat surplus sangat besar, dari keseimbangan primer dan total balancenya," ujarnya, Jakarta, Senin (23/5/2022).
Adapun penerimaan negara tercatat Rp 853,6 triliun (46,2 persen) atau tumbuh 12,7 persen. Ini meliputi perpajakan sebesar Rp 676,1 triliun (44,8 persen) atau tumbuh 15,3 persen dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 177,4 triliun (52,9 persen) atau tumbuh 5 persen.
Sementara, belanja negara terealisasi Rp 750,5 triliun (27,7 persen). Hal ini ditopang oleh belanja pemerintah pusat sebesar Rp 508 triliun (26,1 persen) yang meliputi belanja KL Rp 253,6 triliun dan non KL Rp 254,4 triliun di mana komponen terbesar adalah subsidi energi Rp 46,4 triliun dan kompensasi BBM dan listrik Rp 18,5 triliun.
Sementara itu transfer ke daerah dan dana desa terealisasi Rp 242,4 triliun (31,5 persen). Realisasi ini tumbuh tipis yaitu 2,4 persen. Sedangkan, pembiayaan utang mencapai Rp 155,9 triliun.
Reporter: Anggun P Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Menkeu Kerja Keras agar Defisit APBN 2023 Bisa Turun ke 2,61 Persen
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sebagai konsekuensi atas kebijakan fiskal yang ekspansif dan terukur, maka postur APBN 2023 masih akan defisit.
"Namun, pengelolaan pembiayaan untuk menutup financing gap tersebut akan dilakukan secara efisien, hati-hati, dan berkelanjutan," kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR dengan agenda Penyampaian Pemerintah terhadap KEM dan PPKF RAPBN Tahun Anggaran 2023, Jum'at (20/5/2022).
Kendati begitu, Defisit dan rasio utang akan tetap dikendalikan dalam batas aman sekaligus mendorong keseimbangan primer yang positif.
Sehingga kebijakan pembiayaan investasi akan terus dilakukan dengan memberdayakan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Sovereign Wealth Funds (SWF), Special Mission Vehicle (SMV), dan Badan Layanan Umum (BLU) dalam mengakselerasi pembangunan infrastruktur dan meningkatkan akses pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, UMKM, dan UMi.
Dorong Peran Swasta
Oleh karena itu, Pemerintah terus mendorong peran swasta dalam pembiayaan pembangunan melalui kerangka Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), termasuk penerbitan instrumen pembiayaan kreatif lainnya.
Melalui akselerasi pemulihan ekonomi, reformasi struktural, dan reformasi fiskal, maka diharapkan kebijakan fiskal 2023 tetap efektif mendukung pemulihan ekonomi namun tetap sustainable.
"Hal tersebut akan terefleksi pada pendapatan negara yang meningkat dalam kisaran 11,19 persen sampai dengan 11,70 persen PDB, belanja negara mencapai 13,80 persen sampai dengan 14,60 persen, PDB serta keseimbangan primer yang mulai bergerak menuju positif di kisaran -0,46 persen sampai dengan -0,65 persen PDB," ujar Sri Mulyani.
Advertisement