Liputan6.com, Jakarta Para penyandang disabilitas memiliki berbagai tantangan dalam hidupnya. Baik tantangan aksesibilita, kesetaraan, dan stigma.
Tak hanya bagi individu disabilitas, tantangan serupa juga dirasakan atau berpengaruh pada keluarganya yang non disabilitas.
Advertisement
“Tantangan dan keadaan yang dihadapi orang dengan disabilitas dialami dan berpengaruh juga terhadap keluarga mereka,” tulis peneliti dari Universitas Padjadjaran (UNPAD) Nurliana Cipta Apsari dan Santoso Tri Raharjo dalam penelitian berjudul “Orang Dengan Disabilitas: Situasi Tantangan Dan Layanan Di Indonesia” dikutip Selasa (24/5/2022).
Nurliana juga meninjau penelitian Cameron dan Suarez (2017) yang menunjukkan bahwa rumah tangga yang memiliki satu atau beberapa orang dengan disabilitas di Indonesia rata-rata memiliki tingkat pendapatan per kapita yang lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya.
Sementara, Brucker, dkk (2015) mengungkapkan orang dengan disabilitas mengalami kemiskinan karena rendahnya pendapatan sebagai hasil dari rendahnya tingkat pekerjaan dan tidak cukupnya program jaring pengaman sosial.
Selain itu, karakteristik lingkungan seperti karakteristik infrastruktur fasilitas publik, kekuatan ekonomi daerah tempat tinggal, dan juga letak geografis daerah tempat tinggal juga mempengaruhi kesehatan dan kondisi ekonomi orang-orang dengan disabilitas (Brucker, dkk, 2015; Gilroy, dkk, 2020).
Namun demikian, Banks (2017) mengemukakan bahwa hubungan antara disabilitas dengan tingkat pendapatan atau kemiskinan tidak bisa disamaratakan untuk semua penyandang disabilitas. Pasalnya, akan bergantung juga pada tempat di mana mereka tinggal, kategori usia, jenis kelamin, ataupun tingkat pendidikan.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tantangan Finansial
Sebagai contoh, dalam kategori usia, Banks (2017)mengemukakan bahwa mereka yang mengalami disabilitas di usia tua lebih tidak berpotensi untuk mengalami kemiskinan.
Ini kemungkinan karena mereka sudah mempersiapkan diri pada masa mudanya untuk mencegah terjadinya kemiskinan di masa depan. Bagi mereka yang mengalami disabilitas di usia produktif atau lebih muda (anak-anak dan remaja) tantangannya bisa lebih berat.
Tantangan lainnya bagi orang dengan disabilitas dan keluarganya adalah penggunaan bahasa atau istilah. Orang dengan disabilitas acap kali dianggap remeh sehingga diperlakukan berbeda dengan orang pada umumnya.
Mackelprang (2013) mengemukakan bahwa saat ini penggunaan kata orang pertama untuk orang dengan disabilitas telah secara luas digunakan.
Person with a disability lebih umum dan ramah untuk digunakan bagi orang dengan disabilitas dibandingkan dengan Disabled Person. Orang dengan disabilitas seharusnya tidak didefinisikan atau dipandang berdasarkan disabilitas yang ia miliki, akan tetapi dipandang sebagai individu yang memiliki karakteristik khas yang dibawa bersamanya sebagai seorang manusia.
Advertisement
Tantangan Infrastruktur
Orang dengan disabilitas berhak untuk mendapatkan pilihan pelayanan yang sama dengan orang pada umumnya.
Tantangan orang dengan disabilitas untuk dapat beraktivitas seperti orang pada umumnya terjadi karena kurangnya fasilitas fisik bangunan dan atau infrastruktur (Syafi'ie, 2014) yang memungkinkan mereka untuk beraktivitas secara mandiri.
Sarana transportasi umum yang tidak bersahabat, trotoar jalan yang tidak aman, jalanan yang tidak rata dan licin, tidak adanya elevator dalam bangunan gedung pelayanan umum, dan lain sebagainya adalah bentuk hambatan yang penyandang disabilitas hadapi (Thohari, 2014).
Selain itu, sikap masyarakat juga menjadi tantangan yang harus dihadapi. Kesulitan mendapatkan pekerjaan meskipun telah ada peraturan pemerintah yang mengatur rasio penerimaan orang dengan disabilitas di perusahaan tetap dialami oleh orang dengan disabilitas.
Selain keterampilan dan pengetahuan yang tidak memenuhi standar, sikap dan budaya kerja di perusahaan juga menghalangi orang dengan disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga mereka bisa terlepas dari kemiskinan (Wehman, et.al., 2018; Aji & Haryani, 2017; Rohman, 2019; Brucker & Scally, 2015; Castro, dkk, 2019).
Stigma dan Diskriminasi
Orang dengan disabilitas mengalami hambatan dan tantangan dikarenakan adanya stigma dan diskriminasi yang dialami oleh orang dengan disabilitas. Ini kemudian membuat mereka mengalami ketidakadilan sosial (Isfandari & Roosihermiatie, 2018).
Diskriminasi dialami oleh orang dengan disabilitas di berbagai sudut kehidupan seorang manusia. Misalnya, untuk mendapatkan akses terhadap pendidikan dan juga pekerjaan sehingga mendapatkan penghidupan yang layak, seringkali terhambat dengan persyaratan sehat jasmani dan rohani (Hamidi, 2016).
Padahal The United Nations Convention on the Rights of Persons with Disabilities (UNCRPD) menggunakan pendekatan hak untuk menjamin orang dengan disabilitas menjadi manusia seutuhnya.
Melalui konvensi ini, orang dengan disabilitas dijamin haknya yang kemudian diterjemahkan menjadi kebutuhan apa yang harus dipenuhi berdasarkan hak tersebut.
Pemerintah Indonesia meratifikasi konvensi tersebut yang berimplikasi pada wajib dipenuhinya hak-hak orang dengan disabilitas sebagaimana tercantum dalam UNCRPD tersebut.
Berdasarkan artikel 19 UNCRPD tentang hak bagi orang dengan disabilitas untuk hidup secara independen maka hak-hak disabilitas perlu dipernuhi. Dikemukakan bahwa hak-hak sebagaimana yang disebutkan dalam UNCRPD dapat dipenuhi dengan baik bila orang dengan disabilitas diberikan hak untuk mendapatkan tawaran pilihan yang sama dengan orang lainnya. Ini termasuk pilihan untuk menikmati pelayanan dan fasilitas yang tersedia dalam masyarakat.
Advertisement