Keseimbangan Eksternal RI Tetap Kuat Hadapi Lonjakan Harga Minyak Dunia

Ketahanan eksternal Indonesia tetap terjaga salah satunya ditopang oleh kinerja neraca transaksi berjalan yang konsisten baik.

oleh Arief Rahman H diperbarui 24 Mei 2022, 21:38 WIB
Pemandangan gedung bertingkat dan pemukiman padat penduduk di Jakarta, Selasa (5/4/2022). Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 menjadi 5,1 persen pada April 2022, dari perkiraan sebelumnya 5,2 persen pada Oktober 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Ketahanan eksternal Indonesia tetap terjaga salah satunya ditopang oleh kinerja neraca transaksi berjalan yang konsisten baik.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan, ini merupakan kinerja yang sangat baik mengingat banyak sekali risiko yang dihadapi, seperti lonjakan harga minyak dunia yang didorong oleh eskalasi tensi geopolitik yang menekan neraca perdagangan migas.

"Jelas bahwa upaya reformasi struktural Indonesia berhasil menciptakan surplus neraca perdagangan nonmigas Indonesia yang konsisten tinggi bahkan terus meningkat sehingga berhasil menyerap risiko yang berasal dari kenaikan harga minyak,” jelas dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (24/5/2022).

Neraca transaksi berjalan kuartal I 2022 mencatat surplus sebesar USD0,2 miliar atau 0,1 persen dari PDB. Surplus ini sedikit menurun diakibatkan kenaikan harga minyak dunia yang menyebabkan defisit di sektor migas.

Sedangkan, neraca perdagangan nonmigas tetap kuat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya meskipun sedikit menurun karena faktor eksternal yaitu perlambatan ekspor ke negara mitra dagang utama Indonesia, seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang.

Surplus neraca perdagangan nonmigas tercatat sebesar USD 17 miliar (kuartal I 2021: USD9,9 miliar, kuartal IV: USD17,5 miliar). Sedangkan, Neraca Perdagangan Migas pada kuartal I 2022 mencatat defisit sebesar USD5,9 miliar (kuartal I 2021: USD2,3 miliar, kuartal IV 2021: USD5,0 miliar).

Penurunan surplus neraca transaksi berjalan juga disebabkan oleh jasa keuangan dan jasa perjalanan, seiring dengan pemulihan ekonomi dan peningkatan perjalanan (dibukanya kembali penyelenggaraan ibadah umroh) dan wisata nasional ke luar negeri yang mempengaruhi neraca jasa.

“Kinerja neraca transaksi berjalan diharapkan terus positif dengan berbagai kebijakan reformasi struktural untuk mendorong kinerja ekspor nonmigas melalui penguatan infrastruktur, sumber daya manusia, hilirisasi, revitalisasi industri, dan ekonomi hijau. PMI Manufaktur Indonesia yang semakin ekspansif juga menjadi indikasi dini masih kuatnya kinerja ekspor ke depan,” lanjut Febrio.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Defisit Migas

Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Untuk memperbaiki kondisi defisit migas, Pemerintah juga terus berupaya membangun kapasitas industri hulu migas sehingga posisi neraca berjalan secara akan menguat.

Dari sisi neraca transaksi modal dan finansial (TMF), terjadi peningkatan aliran dana masuk neto investasi langsung ke sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, dan sektor lainnya dibandingkan kuartal sebelumnya sebagai bentuk optimisme investor terhadap prospek pemulihan ekonomi domestik sebagai akibat penanganan pandemi yang efektif dan iklim investasi yang terus terjaga di Indonesia. Kinerja positif ini membantu mempersempit defisit TMF menjadi USD1,7 miliar atau sebesar 0,5 persen dari PDB (defisit di kuartal IV 2021: USD2,2 miliar).

“Kita terus mendorong reformasi untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif sehingga ada perbaikan pada Neraca TMF,” tutur Febrio.

Ketidakpastian pasar keuangan global akibat tensi geopolitik dan inflasi di Amerika Serikat yang memicu pengetatan kebijakan moneter (suku bunga global) telah berdampak pada terjadinya aliran keluar investasi portofolio.

Meskipun demikian, fundamental ekonomi Indonesia yang kuat, khususnya terkait dampak positif harga komoditas global pada Indonesia dan prospek pemulihan ekonomi nasional, akan menjadi faktor penting menguatnya kepercayaan investor di pasar keuangan domestik.

 


Bauran Kebijakan

Anak-anak dengan latar gedung bertingkat bermain di Jakarta, Sabtu (19/3/2022). Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat lebih tinggi, pada kisaran 4,7 persen hingga 5,5 persen, dari pertumbuhan 3,69 persen pada 2021. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemerintah bersama otoritas terkait sektor keuangan yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan senantiasa menciptakan bauran kebijakan yang tepat untuk stabilitas perekonomian.

Dengan berbagai langkah dan bauran kebijakan yang ditempuh pemerintah dan otoritas lainnya tersebut, Neraca TMF akan lebih baik ke depan.

Secara agregat, pada Triwulan I 2022, NPI menunjukkan kinerja yang relatif baik, meskipun mencatatkan defisit sebesar USD1,8 miliar, di tengah ketidakpastian terkait dinamika global.

Posisi cadangan devisa pada Maret 2022 tercatat sebesar USD139,1 miliar atau setara dengan kebutuhan pembiayaan impor dan utang luar negeri Pemerintah selama tujuh bulan.

“Cadangan devisa ini menjadi modal dalam menjaga ketahanan Indonesia terhadap berbagai potensi risiko eksternal ke depan,” tutup Febrio.

Mempertimbangkan outlook neraca transaksi berjalan dan TMF, performa NPI secara keseluruhan diharapkan ke depan diperkirakan masih baik dan dapat menopang ketahanan sektor eksternal.

Infografis Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Produk Domestik Bruto 2019-2021. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya