Liputan6.com, Jakarta Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra menilai Indonesia belum bisa bebas 100 persen dari pandemi Covid-19. Ada sejumlah hal yang membuat Indonesia masih harus membatasi aktivitas masyarakat.
Pertama, kasus terkonfirmasi positif Covid-19 harian meningkat. Bahkan, data Kementerian Kesehatan pada 24 Mei 2022 menunjukkan, penambahan kasus positif Covid-19 mencapai 345, lebih tinggi dari pasien sembuh hanya 288.
"Walaupun kenaikan ini tidak lebih besar daripada perjalanan mudik, nataru, tahun sebelumnya. Tapi fakta bahwa kasus itu naik kembali," kata Hermawan saat dihubungi merdeka.com, Rabu (25/5).
Kedua, vaksinasi Covid-19 baik untuk dosis lengkap maupun booster belum mencapai target. Data saat ini, baru 80 persen atau sekitar 167 juta orang telah mendapatkan vaksinasi lengkap dari target 208 juta orang.
Baca Juga
Advertisement
Artinya, masih ada 103 juta orang yang belum divaksinasi lengkap dari total penduduk Indonesia 270 juta orang. Sementara untuk vaksinasi booster baru mencapai 21 persen atau sekitar 44 juta orang.
Padahal, kata Hermawan, vaksinasi booster sangat penting karena vaksin hanya efektif selama empat bulan. Pada bulan kelima atau keenam akan terjadi penurunan proteksi dari vaksinasi.
"Nah sementara kita menuju vaksin booster ini lambat prosesnya dan cenderung melambat pada bulan-bulan terakhir. Selama April dan Mei. Nah ini catatan bahwa kita dari segi vaksin juga belum hebat-hebat banget," ucapnya.
Ketiga, kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan sangat menurun. Terlebih setelah Presiden Joko Widodo mengizinkan masyarakat lepas masker di area terbuka. Menurut Hermawan, kebijakan ini disalahpahami.
Seharusnya, lepas masker diperbolehkan dengan syarat tertentu, misalnya tidak terjadi kerumunan dan tak berada di antara orang dengan kelompok rentan. Sedangkan kelompok masyarakat dengan kondisi kesehatan khusus harus tetap menggunakan masker.
"Cuma diterjemahkan oleh masyarakat luas kan berbeda. Seolah-olah ini pure kemerdekaan. Ini situasi ini yang justru diwaspada," tegasnya.
Menurut Hermawan, pemerintah perlu mengevaluasi situasi penularan Covid-19 di Indonesia hingga tiga bulan mendatang. Selama proses evaluasi berjalan, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) masih harus diterapkan.
"Saat ini belum tepat timingnya untuk kita 100 persen bebas (dari pandemi Covid-19) atau WFO (work from office) 100 persen, itu belum tepat," ujarnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
3 Konteks Menuju Endemi
Hermawan menjelaskan, transisi dari pandemi menuju endemi sebetulnya berbicara tiga konteks. Konteks pertama transisi epidemiologi. Artinya secara epidemiologi, kasus Covid-19 harus terkendali secara penuh.
Namun kenyataannya hingga hari ini kasus Covid-19 belum terkendali. Masih terjadi kenaikan kasus positif Covid-19 meskipun positivity rate di bawah 3 persen.
Kedua, transisi penyakit lain. Dia mengingatkan, saat ini muncul penyakit lain selain Covid-19, seperti hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya, cacar monyet, hingga penyakit mulut dan kuku.
Wabah baru ini berpotensi mengganggu kesehatan dan pencegahannya tak berbeda dengan Covid-19, yakni protokol kesehatan.
"Konteks berikutnya adalah kemandirian. Vaksin yang masih belum optimal, testing, semua itu harus mandiri. Produksi dalam negeri, anak bangsa untuk juga kemajuan bangsa ke depan," jelasnya.
Terakhir kesiapan regulasi. Menurut Hermawan, pemerintah harus hati-hati dalam membuat regulasi. Pemerintah juga harus mampu memprediksi potensi-potensi wabah berikutnya sekaligus mengedukasi masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat
"Juga waspada, (edukasi masyarakat) taat terhadap protokol kesehatan," tandasnya.
Reporter: Titin Supriatin/Merdeka.com
Advertisement