Separuh Wilayah Timur Tengah Diselimuti Badai Pasir Ekstrem, Ribuan Orang Dilarikan ke RS

Timur Tengah diselimuti Badai pasir ekstrem. Fenomena itu melumpuhkan kehidupan publik di Irak, Suriah dan Iran, pada Senin 23 Mei 2022.

Oleh DW.com diperbarui 25 Mei 2022, 17:58 WIB
Lonjakan intensitas badai pasir di Timur Tengah sejak beberapa tahun terakhir diyakini berpangkal pada tren deforestasi dan eksploitasi air sungai secara berlebihan. (AP)

, Timur Tengah - Timur Tengah diselimuti Badai pasir ekstrem. Fenomena itu melumpuhkan kehidupan publik di Irak, Suriah dan Iran, pada Senin 23 Mei 2022.

Mengutip DW Indonesia, Rabu (25/5/2022), kondisi tersebut membuat ribuan orang dilarikan ke rumah sakit. Sebab debu pekat menyusup ke rumah-rumah warga.

Badai pasir, yang menggumpal di langit Timur Tengah pada Senin 23 Mei, merupakan badai kesembilan sejak kurang dari dua bulan terakhir. Anomali cuaca ekstrem ini turut menyibukkan ilmuwan iklim karena melihat adanya peningkatan intensitas kekeringan di luar batas normal.

Langit berpendar oranye berbalut debu tebal dari Riyadh hingga Teheran. Angin berhembus dari arah barat dan membawa serta badai pasir yang biasanya tiba di musim semi dan panas. Tapi tahun ini, intensitas badai meningkat di setiap pekan sejak awal Maret silam.

Sejumlah video yang beredar di kanal media sosial Irak menampilkan warga mengenakan penutup wajah di dalam rumah lantaran udara yang pekat. Kementerian Kesehatan di Baghdad mengaku sudah mengirimkan tabung oksigen tambahan ke wilayah-wilayah yang paling terdampak. 

"Fenomena ini menimpa seluruh wilayah Timur Tengah," kata Jaafar Jotheri dari Universitas al-Qadisiyah di Baghdad. "Tapi setiap negara punya tingkat kerentanan dan kelemahannya masing-masing," imbuhnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

 


Irak dan Timur Suriah Paling Parah

Perempuan mengambil video dengan smartphone mereka di tengah badai debu parah di Kuwait City pada 23 Mei 2022. Kabut oranye tebal telah menyelimuti Kuwait pada hari Senin, menyebabkan penerbangan ke dan dari bandara internasional negara itu ditangguhkan sementara, kata regulator penerbangan sipil. (Yasser Al-Zayyat / AFP)

Irak dan kawasan timur di Suriah termasuk yang paling parah terdampak cuaca ekstrem tersebut.

Di Provinsi Deir al-Zour yang berbatasan dengan Irak, pemerintah di Damaskus menambah pasokan obat-obatan dan tabung oksigen bagi pengidap asma.

Debu pekat juga menyelimuti sebagian wilayah Iran, Kuwait dan Arab Saudi. Senin kemarin, bandar udara Kuwait harus menghentikan operasi lantaran jarak pandang yang rendah.

Sementara pemerintah Arab Saudi melaporkan, jarak pandang yang mendekati nol melumpuhkan lalu lintas di kota-kota besar.

Di Riyadh, sepanjang bulan Mei sudah sebanyak 1.285 pasien dilaporkan harus dilarikan ke rumah sakit, akibat gangguan pernafasan akut lantaran kualitas udara yang buruk. Adapun Iran menutup sekolah dan kantor-kantor pemerintahan di Teheran saat dilanda badai pasir pekan lalu.


Iklim dan Kerusakan Lingkungan

Pejalan kaki menyeberang jalan di tengah badai debu parah di Kuwait City pada 23 Mei 2022. Gumpalan debu besar yang melayang di atas Kuwait telah mengurangi visibilitas menjadi hampir nol di jalan-jalan hampir sepanjang hari di seluruh negeri. (Yasser Al-Zayyat / AFP)

Lonjakan intensitas badai pasir di Timur Tengah sejak beberapa tahun terakhir diyakini berpangkal pada tren deforestasi dan eksploitasi air sungai secara berlebihan. Kelambatan pemerintah lokal  menanggulangi penggembalaan ekseksif yang menggunduli kawasan basah, mempercepat proses desertifikasi di sejumlah kawasan.

Situasi ini bertambah runyam dengan adanya anomali cuaca yang kian marak sejak beberapa tahun terakhir. Musim semi tahun ini tanpa diduga ikut membawa arus udara dingin dan kering yang menggandakan potensi badai pasir, kata Hassan Abdallah, pakar meteorologi di Yordania.

Badai yang melemah setibanya di Semenanjung Arab, menciptakan kerusakan yang lebih besar di Iran dan Iran karena rendahnya level air di Sungai Tigris dan Euphrates, minimnya curah hujan dan keringnya lahan basah.

Abdallah menyarankan kepada pemerintah di Timur Tengah untuk "mulai menanggulangi masalah rendahnya level air di Tigris dan Euphrates sesegera mungkin.” Dia juga mengimbau penghijauan kembali lahan basah dan padang rumput.

Jaafar Jotheri, pakar geoarkeologi Irak, mengatakan dampak kerusakan lingkungan selama ini justru  diperparah oleh kebijakan pemerintah. "Lantaran tata kelola air yang buruk dan urbanisasi selama 17 tahun terakhir, Irak kehilangan lebih dari dua pertiga wilayah hijaunya,” kata dia.

"Sebab itu warga Irak terdampak lebih parah akibat badai pasir ketimbang penduduk di negara jiran.”


Badai Pasir Setinggi 100 Meter Menyelimuti Kota Dunhuang China

Badai pasir menyelimuti Kota Dunhuang di China. (Twittter/DNeilSchmid)

Badai pasir menyelimuti Kota Dunhuan di barat laut China. Wilayah itu bak tertelan oleh kepulan debu.

BBC yang dikutip Selasa (27/7/2021) melaporkan, badai pasir setinggi setidaknya 100 meter (330 kaki) telah membuat sebuah kota di barat laut China itu tertutup debu.

Video detik-detik dinding pasir perlahan merayap di atas gedung dan jalan raya Dunhuang terlihat mengerikan. Kota ini terletak di tepi Gurun Gobi, yang terkenal dengan iklimnya yang keras.

Mengutip Daily Mail, adegan apokaliptik itu sempat direkam oleh seorang warga yang membagikan klip menakutkan itu di Twitter dengan akun DNeilSchmid.

Rekaman tersebut menujukkan gedung-gedung tinggi menghilang dari pandangan saat awan debu yang sangat besar perlahan-lahan bergerak ke kota.

Polisi terpaksa menutup jalan-jalan utama dan meminta pengendara untuk menunggu badai di area layanan karena jarak pandang anjlok hingga kurang dari 20 kaki.

South China Morning Post seperti juga digambarkan dalam rekaman video CCTV, melaporkan bahwa badai melanda kota Jalur Sutra kuno pada 25 Juli sekitar pukul 15.00 sore waktu setempat.

Turis di taman alam terdekat terkejut oleh badai debu, yang menerbangkan harta benda mereka. Rombongan telah melakukan perjalanan ke Gunung Mingsha dan Crescent Lake Nature Park di Dunhuang untuk menyaksikan matahari terbenam di antara bukit pasir bernyanyi.

Mereka dipaksa untuk meringkuk bersama dan memakai kacamata serta masker untuk melindungi diri dari pasir.

Penyelenggara wisata yang diidentifikasi hanya sebagai Tuan Qin mengatakan bahwa ketika mereka berangkat, langit masih biru dan semua indikasinyamenunjukkan bahwa sore itu akan muncul matahari terbenam yang indah, tetapi angin kemudian tiba-tiba berhembus menciptakan badai pasir yang menurut pengakuannya hanya berlangsung selama sebentar.

Infografis 4 Cara Tampil Menawan Saat Foto Pakai Masker Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya