Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa saksi atas kasus mafia pelabuhan, dalam hal ini perkara dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan fasilitas Kawasan Berikat dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) pada Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Emas tahun 2015-2021.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan fasilitas KITE pada Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Emas tahun 2015 sampai dengan tahun 2021," tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Rabu (25/5/2022).
Saksi yang diperiksa adalah Endang Suparman selaku Plt Kabid Penindakan dan Penyidikan (P2) pada Kantor Wilayah Direktorat Jendral Bea Cukai (DJBC) Jawa Tengah dan DIY sejak 2 September 2017 sampai dengan 28 September 2017.
"Diperiksa terkait aktivitas impor dan re-ekspor PT HGI serta pemberian suap dari tersangka LGH kepada tersangka H," kata Ketut.
Baca Juga
Advertisement
Sebelumnya, Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan satu lagi tersangka kasus mafia pelabuhan atau dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan fasilitas Kawasan Berikat pada Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Emas. Dengan penetapan ini, maka total tersangka mafia pelabuhan menjadi empat orang.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana menyampaikan, tersangka mafia pelabuhan kali ini adalah LGH selaku Direktur PT Eldin Citra. Dia ditangkap penyidik Kejagung lantaran tidak kooperatif dalam memenuhi pemeriksaan sebagai saksi perkara tersebut.
"Tim penyidik melakukan pencarian terhadap LGH di Jakarta dikarenakan tersangka tidak memenuhi panggilan tim penyidik yang sudah disampaikan secara patut, dan akhirnya pada pukul 19:30 WIB, tim penyidik berhasil menemukan dan mengamankan LGH di Bandung," tutur Ketut dalam keterangannya, Jumat (8/4/2022).
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dibawa ke Jakarta
Menurut Ketut, Direktur PT Eldin Citra itu telah dibawa ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Selanjutnya, dia akan dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
"Terhitung sejak 7 April 2022 sampai dengan 26 April 2022," jelas dia.
Ketut merinci, peran tersangka yakni mempunyai akses ke perusahaan atau pabrik tekstil di China dan menerima orderan bahan baku tekstil dari beberapa pembeli di dalam negeri.
Untuk mengimpor bahan baku tekstil, LGH mengunakan fasilitas Kawasan Berikat PT HGI dengan Direktur PS dan mendapatkan pembebasan bea masuk atau PDRI dan pajak lainnya atas importasi tekstil.
"Tersangka LGH mengimpor bahan baku tekstil dari Pelabuhan Tanjung Emas dan Tanjung Priok sejumlah 180 kontainer dari negara China. Bahan baku tekstil yang masuk Kawasan Berikat PT HGI tidak diproduksi dan tidak diekspor, namun oleh tersangka LGH bersama dengan Pejabat Bea Cukai KPPBC Semarang atas nama IP dan MRP, serta Pejabat di Kantor Wilayah DJBC Jawa Tengah dan DI Yogyakarta atas nama H kemudian dijual di dalam negeri," ujarnya.
Atas kerja sama tersebut, lanjut Ketut, tersangka IP dan MRP menerima sejumlah uang dari LGH melalui PS untuk setiap kontainer, sementara H mendulang Rp 2 miliar dari tersangka LGH lewat PS untuk pengurusan penyelesaian penegahan dua kontainer dan kemudahan re-ekspor.
"Akibat perbuatan para tersangka tersebut mengakibatkan kerugian negara yang besarannya masih dalam perhitungan tim penyidik dan ahli," Ketut menandaskan.
LGH dijerat Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, subsidiair Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Advertisement
Tetapkan 3 Tersangka
Dan Pasal 5 ayat (1) huruf a Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidanaSubsidiair : Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, lebih subsidiair Pasal 13 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan fasilitas Kawasan Berikat pada Pelabuhan Tanjung Emas tahun 2015-2021.
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana menyampaikan, para tersangka adalah MRP selaku Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Semarang dan juga selaku Penyidik PPNS Bea Cukai, IP selaku Kepala KPPBC Semarang, dan H selaku Kepala Seksi Intelijen Kanwil Bea dan Cukai Jawa Tengah.
"Untuk mempercepat proses penyidikan, terhadap tiga orang tersangka dilakukan penahanan," tutur Ketut dalam keterangannya, Jumat (8/4/2022).
Menurut Ketut, terhadap ketiga tersangka dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan, terhitung sejak 7 April 2022 sampai dengan 26 April 2022.
Adapun peran tersangka dalam kasus ini yakni IP bersama-sama dengan MRP telah membantu kelengkapan dokumen-dokumen di Bea dan Cukai dan mengamankan kegiatan importasi, pengurusan dokumen, subkontrak dan pengeluaran barang dari Kawasan Berikat PT Hyoupseung Garment Indonesia.
"Sedangkan tersangka H selaku Kepala Seksi Intelijen Kanwil Bea dan Cukai Jawa Tengah yang menerima penyerahan uang tunai di Padang Golf Chandi Semarang dari PT Hyoupseung Garment Indonesia sebesar Rp 2 miliar," jelas dia.