WHO: Cacar Monyet di 16 Negara Masih Bisa Ditanggulangi

Gejala cacar monyet ini sangat mirip dengan yang dialami pasien cacar biasa, meskipun secara klinis tidak separah cacar biasa.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Mei 2022, 08:02 WIB
Belum usai pandemi Covid-19, namun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan peringatan terkait virus baru, monkeypox atau cacar monyet. Simak fakta-faktanya berikut ini! (pexels/miguel a padrinan).

Liputan6.com, Jakarta - Badan Kesehatan Dunia (WHO) hari Selasa (25/4) mengatakan wabah cacar monyet yang telah dilaporkan di 16 negara dan beberapa wilayah dunia masih dapat ditanggulangi, dan secara keseluruhan risiko penularannya rendah.

Kepala Sekretariat Urusan Cacar di Program Darurat WHO Dr. Rosamund Lewis mengatakan cara penularan wabah ini masih bisa dibendung “dan merupakan tujuan WHO dan negara-negara anggota untuk menahan wabah ini dan menghentikannya.”

Ditambahkannya, mengutip VOA Indonesia, Kamis (26/5/2022), “risiko pada masyarakat umum tampaknya rendah karena kita tahu cara utama penularannya seperti sudah dijelaskan sebelumnya (melalui kontak kulit-ke-kulit, cairan mulut atau pernafasan dan tempat tidur yang telah terkontaminasi).”

Data terbaru dari negara-negara anggota WHO hingga tanggal 22 Mei menunjukkan “lebih dari 250 kasus terkonfirmasi, dan dugaan kasus cacar monyet dilaporkan di 16 negara dan beberapa wilayah WHO.”

Gejala cacar monyet ini sangat mirip dengan yang dialami pasien cacar biasa, meskipun secara klinis tidak separah cacar biasa. Secara visual, cacar monyet tampak dramatis dengan pustula (bisul berair) yang meningkat dan demam yang berlangsung lama yaitu 2-4 minggu.

Menurut WHO, wabah cacar monyet ditularkan melalui kontak kulit-ke-kulit yang dekat, meskipun dapat juga ditularkan lewat cairan mulut atau pernafasan dan tempat tidur yang terkontaminasi. Masa inkubasi cacar monyet biasanya antara 6-13 hari, tetapi dapat berkisar 5-21 hari pula.

“Kami (WHO) belum memiliki informasi apakah cacar monyet ini ditularkan melalui cairan tubuh,” ujar Dr. Lewis, dan mendesak kelompok yang berpotensi berisiko tertular untuk “berhati-hati” ketika melakukan kontak dekat dengan orang lain.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Stigmatisasi

Ilustrasi Cacar Monyet (Istimewa)

WHO menegaskan bahwa meskipun sebagian besar kasus penularan cacar monyet dikaitkan dengan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, warga sedianya tidak menstigmatisasi mereka yang jatuh sakit karena virus cacar monyet ini.

Berbicara pada wartawan di Jenewa, Dr. Lewis mengatakan “penyakit ini dapat menyerang siapa saja, dan tidak terkait dengan kelompok orang tertentu.”

Ia menekankan bahwa apa yang tidak biasa tentang wabah cacar monyet ini adalah “negara yang melaporkan cacar monyet adalah negara-negara yang sebelumnya tidak memiliki wabah ini. Ada beberapa negara di mana penyakit ini endemik, seperti Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kong, Nigeria dan Kamerun yang melaporkan kasus saat ini, dan ada negara-negara lain yang melaporkan kasus serupa di masa lalu.”

Meskipun di masa lalu vaksinasi cacar memberikan perlindungan melawan cacar monyet, orang yang berusia kurang dari 40 atau 50 tahun saat ini mungkin lebih rentan terhadap infeksi cacar monyet karena kampanye vaksinasi cacar di dunia telah berakhir setelah penyakit itu berhasil diberantas tahun 1980 lalu.

Negara-negara anggota sebelumnya telah meminta WHO untuk menyimpan stok vaksin cacar untuk mengantisipasi terjadinya wabah baru di kemudian hari, namun Dr. Lewis mengatakan “ini sudah 40 tahun dan stok itu mungkin perlu diperbarui, perlu ditinjau kembali, dan WHO telah melakukannya.”

Ada dua varian virus cacar monyet : Afrika Barat dan Afrika Tengah. Kasus cacar monyet pertama pada manusia diidentifikasi pada seorang anak di Republik Demokratik Kongo tahun 1970, dan meskipun nama cacar monyet berasal dari penemuan virus pada monyet di laboratorium di Denmark tahun 1958, penamaan ini agak menyesatkan, papar Dr. Lewis.


Wabah Cacar Monyet Langka Terdeteksi di Amerika Utara dan Eropa

Cacar monyet kini tengah merebak di sejumlah negara di Eropa, terbaru Australia. Simak gejala serta cara pencegahannya dari dokter berikut ini. (pexels/anna shvets).

Otoritas kesehatan di Amerika Utara dan Eropa telah mendeteksi puluhan kasus yang diduga atau dikonfirmasi dari monkeypox atau cacar monyet sejak awal Mei, memicu kekhawatiran penyebaran penyakit endemik di beberapa bagian Afrika.

Kanada adalah negara terbaru yang melaporkan sedang menyelidiki lebih dari selusin kasus yang diduga cacar monyet, setelah Spanyol dan Portugal mendeteksi lebih dari 40 kasus yang mungkin dan terverifikasi. Demikian seperti dilansir dari laman Channel News Asia, Kamis (19/5/2022). 

Inggris telah mengkonfirmasi sembilan kasus sejak 6 Mei, dan Amerika Serikat memverifikasi yang pertama pada Rabu (18 Mei), dengan mengatakan seorang pria di negara bagian timur Massachusetts telah dites positif terkena virus setelah mengunjungi Kanada.

Cacar monyet, yang sebagian besar terjadi di Afrika barat dan tengah, adalah infeksi virus yang mirip dengan cacar manusia, meskipun lebih ringan. Ini pertama kali direkam di Republik Demokratik Kongo pada 1970-an. 

Penyakit yang sebagian besar orang pulih dalam beberapa minggu dan hanya berakibat fatal dalam kasus yang jarang terjadi, telah menginfeksi ribuan orang di beberapa bagian Afrika Tengah dan Barat dalam beberapa tahun terakhir, tetapi jarang terjadi di Eropa dan Afrika Utara.

Penyakit ini sering dimulai dengan gejala seperti flu seperti demam, nyeri otot dan pembengkakan kelenjar getah bening sebelum menyebabkan ruam seperti cacar air di wajah dan tubuh.


Kasus di Luar Negeri

Layar televisi menampilkan suhu badan penumpang yang berada di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (15/5/2019). Selain menggunakan thermal scanner, petugas KKB Bandara Soetta juga melakukan pengamatan secara visual kepada penumpang yang datang. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada hari Selasa bahwa pihaknya berkoordinasi dengan pejabat kesehatan Inggris dan Eropa mengenai wabah baru.

"Kita benar-benar perlu lebih memahami tingkat cacar monyet di negara-negara endemik ... untuk benar-benar memahami berapa banyak yang beredar dan risiko yang ditimbulkannya bagi orang-orang yang tinggal di sana, serta risiko ekspor," ahli epidemiologi penyakit menular Dr. Maria Van Kerkhove mengatakan pada konferensi pers WHO pada hari Selasa tentang masalah kesehatan global.

Kasus pertama di Inggris adalah seseorang yang telah melakukan perjalanan dari Nigeria, meskipun kasus selanjutnya mungkin melalui penularan komunitas, kata Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA) dalam sebuah pernyataan.

"Kasus terbaru ini, bersama dengan laporan kasus di negara-negara di seluruh Eropa, menegaskan kekhawatiran awal kami bahwa mungkin ada penyebaran cacar monyet di dalam komunitas kami," kata Kepala Penasihat Medis UKHSA Dr Susan Hopkins.

Infografis Seruan WHO Akhiri Pandemi COVID-19 di 2022. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya