Liputan6.com, Mamuju - Masyarakat Mamuju, Sulawesi Barat, dibuat heboh dengan pemberitaan pernikahan anak yang masih di bawah umur. Kabar tersebut viral di media sosial dan jadi perbincangan hangat di masyarakat.
Usut punya usut, kedua mempelai itu ternyata masih berstatus pelajar SMP, mempelai wanita berinisial US (15), siswi kelas 2 SMP dan suaminya N (15), baru duduk di bangku kelas 1 SMP. Pernikahan keduanya digelar meriah di Desa Taan, Kecamatan Tapalang pada 24 Mei 2022 kemarin.
Kepala Desa Taan, Rahmat Kasim membenarkan kabar adanya pernikahan anak di bawah umur itu, namun Rahmat menyebut itu tidak terjadi wilayahnya. Dia juga baru mengetahui informasi pernikahan itu setelah viral, pihaknya sama sekali tidak mendapatkan informasi tentang acara pernikahan anak tersebut.
Baca Juga
Advertisement
"Kedua mempelai menikah secara sembunyi-sembunyi, menikah di rumah pengantin pria di Desa Ahu, tidak ada informasi ke pada pihak desa. Saya sebagai Kades baru tau setelah viral di media sosial," kata Rahmat Kasim, Rabu (25/5/2022).
Camat Tapalang, Syawal Mutalib mengaku tidak mengetahui adanya pernikahan anak di bawah umur di wilayahnya. Dia juga belum mendapat konfirmasi terkait pihak-pihak yang melangsungkan pernikahan itu, termasuk keterlibatan Kantor Urusan Agama (KUA).
"Saya juga hubungi KUA tapi belum aktif," kata Syawal.
Sementara itu, Kepala KUA Tapalang Muhammad As'ad, saat dikonfirmasi mengaku tidak mengetahui pernikahan anak di bawah umur itu, dia tidak pernah menerima pendaftaran pernikahan yang dimaksud. As'ad mengatakan, jika pernikahan itu didaftarkan pasti tidak akan diberi izin pihak KUA.
"Itu sudah ditekankan dari Kemenag, jangan menikahkan kalau dibawah umur. Kalau sudah terjadi, pernikahan itu tetap sah, namun secara hukum tidak tercatat di KUA atau disetujui negara," tutup As'ad.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pernikahan Anak Penyebab Stunting
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, baru-baru ini mengatakan, masih ada fenomena sosial yang berkaitan erat dengan stunting tapi justru kurang diperhatikan.
Fenomena sosial tersebut adalah rendahnya kualitas pengasuhan. Pengasuhan yang buruk salah satunya dipicu oleh perkawinan usia anak.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut bahwa salah satu penyebab stunting adalah tingginya pernikahan dini.
Di samping risiko melahirkan bayi stunting, perkawinan anak sesungguhnya juga merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak.
"Perkawinan anak, baik itu anak laki-laki maupun perempuan, adalah salah satu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Untuk menyelesaikan isu-isu tersebut, diperlukan komitmen, sinergi, dan kerja sama lintas sektor dalam mencegah perkawinan anak," ujar Bintang.
Bintang menambahkan, pihaknya telah mengembangkan berbagai kerja sama lintas sektor. Salah satunya mencanangkan Gerakan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak (Geber PPA) dan secara langsung mengawal penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) untuk pencegahan perkawinan anak.
KemenPPPA juga secara khusus menandatangani perjanjian kerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Pendewasaan Usia Perkawinan Anak untuk Peningkatan Kualitas Hidup Sumber Daya Manusia (SDM).
Upaya strategis lainnya adalah mengawal pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Dispensasi Kawin sebagai turunan Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Advertisement