Liputan6.com, Jakarta - Chief Digital Transformation Office Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, Setiaji mengungkapkan, sebagian besar data kesehatan di Indonesia tidak ada pembaruan (update). Data yang terhimpun pun tidak konsisten.
"Masih terdapat lebih banyak catatan rekam medis yang tersimpan dalam bentuk kertas dibandingkan digital. Akibatnya, sebagian besar data kesehatan tidak konsisten dan tidak update," ungkap Setiaji dalam acara Healthcare Information and Management Systems Society (HIMSS): Indonesian Digital Transformation Symposium di Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Rabu (25/5/2022).
Advertisement
Pandemi COVID-19 yang melanda dunia memperlihatkan permasalahan sistemik yang harus diperbaiki, yang mana peningkatan kapasitas dan resiliensi sistem kesehatan perlu dilakukan. Utamanya, dalam mengakselerasi pemanfaatan digitalisasi layanan kesehatan.
“Pandemi jadi semacam akselerator buat kita. Kami berharap pandemi ini bisa memberikan langkah-langkah percepatan (akselerasi)," lanjut Setiaji.
Dari segi tantangan data kesehatan di Indonesia, Setiaji memaparkan, 270 Juta penduduk Indonesia memiliki catatan rekam medis, baik secara digital atau masih dalam bentuk kertas. Jutaan resep diterbitkan berbasis informasi individu baik dalam digital atau masih dalam bentuk kertas.
Kemudian, ada ratusan aplikasi yang mengelola data kesehatan, dan ribuan penyedia layanan kesehatan mengelola data kesehatan berbasis individu. Ada juga 400 lebih aplikasi Pemerintah di sektor kesehatan terpetakan dan masih banyak lainnya di tingkat pusat dan daerah.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sempurnakan Transformasi Digital Kesehatan
Adanya berkas rekam medis yang masih tersimpan dalam kertas membuat pentingnya percepatan digitalisasi layanan kesehatan. Kini, Indonesia mulai mengubah ekosistem layanan kesehatan Tanah Air secara digital.
Pada saat bersamaan, masyarakat merasakan manfaat dari pengembangan dan penggunaan telemedicine di masa pandemi COVID-19.
Pada tahun kedua Cetak Biru Strategi Transformasi Digital Kesehatan 2024, Healthcare Information and Management Systems Society (HIMSS) dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia akan berkolaborasi untuk menyempurnakan regulasi, teknologi, sumber daya manusia, dan infrastruktur kesehatan sebagai bagian dari transformasi kesehatan digital negara.
Melalui keterangan yang diterima Health Liputan6.com, transformasi digital berfokus pada hasil yang berdasarkan solusi-solusi intelijen pemasaran meliputi penilaian indikator kesehatan digital. Ini mengutamakan integrasi dan pengembangan sistem aplikasi data dan layanan kesehatan Indonesia.
Perbaikan layanan di atas pada akhirnya akan meningkatkan kualitas kebijakan kesehatan negara, efisiensi pelayanan kesehatan di setiap puskesmas, serta menciptakan ekosistem kesehatan yang kolaboratif antara pemerintah pusat, industri, dan masyarakat Indonesia.
Advertisement
Pemanfaatan Telemedicine Pasca Pandemi
Kemajuan penggunaan digitalisasi layanan kesehatan, salah satunya masyarakat Indonesia akan mengakses layanan telemedicine untuk kondisi medis lainnya secara lebih efisien. Artinya, tidak hanya konsultasi COVID-19 saja.
Upaya didukung sistem big data yang lebih ekstensif berdasarkan identitas kesehatan tunggal. Selama pandemi COVID-19, masyarakat telah mendapatkan manfaat dari layanan telemedicine yang tersedia di lebih dari selusin platform online.
Layanan telemedicine memungkinkan para pasien untuk berkonsultasi dengan dokter dan menerima obat COVID-19 secara gratis. Telemedicine akan terus memainkan peranan penting di era pasca pandemi.
Para dokter dan pasien telah merasakan kemudahan dan kenyamanan dalam mengakses dan menerima perawatan kesehatan dengan aman dari lokasi terpencil sekalipun. Selain itu, para penyedia layanan kesehatan juga mengacu kepada pendekatan perawatan yang berfokus pada kesehatan secara keseluruhan, bukan intervensi sesekali.
Konsultasi telemedicine dapat menjembatani kebutuhan masyarakat untuk perawatan sejenis di masa mendatang.
Percepatan Kesehatan Digital
Pada kesempatan yang sama, Presiden Direktur Indonesia Healthcare Corporation, Fathema Djan Rachmat berbagi cerita, hanya terdapat sekitar 30 orang programmer yang bergabung dalam timnya dibandingkan dengan kurang lebih 6.000 anggota staf yang mendukung sistem IT Mayo Clinic di Amerika Serikat (AS).
Itu merupakan tantangan besar dalam transformasi digital pelayanan kesehatan.
“Challenge (tantangan) yang paling kita hadapi itu adalah working talent, yang mana kita ketemu para dokter yang bisa bekerja bersama-sama dengan IT (Information Technology) dan orang-orang IT yang bisa bekerja dengan orang-orang medis,” jelas Fathema.
Simon Lin dari HIMSS menambahkan, organisasi nirlabanya telah memulai berbagai proyek dengan Indonesia Healthcare Corporation, Siloam Hospitals Group, serta RS Pondok Indah Group untuk mengukur kematangan maupun kapasitas kesehatan mereka secara digital.
“Kami bertujuan untuk menemukan cara memanfaatkan percepatan kesehatan digital yang sebagian terjadi akibat pandemi," tambahnya.
Didirikan tahun 1961 di Chicago, HIMSS adalah organisasi nirlaba global dengan misi mereformasi ekosistem kesehatan dunia untuk mewujudkan potensi kesehatan penuh setiap manusia, terlepas dari lokasi mereka. HIMSS telah memfokuskan operasinya di Amerika Utara, Eropa, Inggris, Timur Tengah, dan Asia-Pasifik.
Anggota HIMSS mencakup lebih dari 110.000 individu, 480 organisasi penyedia, 470 mitra nirlaba, serta 650organisasi layanan kesehatan. HIMSS bermitra dengan lebih dari 67.000 institusi kesehatan di seluruh dunia, termasuk Indonesia serta menyokong kesehatan lebih dari 830 juta orang di 56 negara.
Advertisement