Liputan6.com, Bali - Global Platform for Disaster Risk Reduction atau GPDRR 2022 yang digelar di Bali berhasil ditutup dengan komitmen bersama untuk siap siaga bencana, serta melawan dampak dari perubahan iklim. Negara-negara ASEAN juga mengeluarkan pernyataaan bersama untuk antisipasi bencana.
Ada juga The Bali Agenda for Resilience yang mendorong agar resiliensi terhadap bencana menjadi bagian dari pengambilan kebijakan.
Selain itu, negara-negara ASEAN merilis Framework on Anticipatory Action in Disaster Management yang berisi pendekatan agar negara dapat mengantisipasi bencana dengan komprehensif dan inovatif.
Baca Juga
Advertisement
Kerangka ini diharapkan bisa membuat anggota ASEAN kompak dalam menghadapi bencana.
"Negara-negara Asia Tenggara bergerak maju menuju mekanisme kesiapan dan respons bencana yang dapat beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip kecepatan, skala, dan solidaritas dari One ASEAN One Response," ujar Tiancai Chukittiwibul, Chukittiwibul, Deputy Director General of the Department of Disaster Prevention and Mitigation of Thailand and Chair of the ASEAN Committee on Disaster Management, dikutip dari pernyataan resmi, Jumat (27/5/2022).
Masalah perubahan iklim juga menjadi sorotan. Bencana-bencana terkait perubahan iklim seperti banjir, topan, kekeringan, gelombang panas atau dingin, dan badai telah berdampak ke lebih dari 57 juta nyawa di Asia Pasifik, termasuk Asia Tenggara.
Masalah perubahan iklim juga bisa berdampak ke masalah pangan. Pihak Food and Agriculture Organization (FAO) lantas memuji langkah ASEAN melawan bencana, terutama mengingat kawasan ini merupakan lokasi sumber pangan produktif di dunia.
"Bencana-bencana alam dapat memberikan ripple effects kepada penghidupan, yang bisa mengikis pendapatan dan keamanan pangan. Mengambil tindakan-tindakan antisipatif akan memastikan negara-negara bisa melindungi penghidupan dan menyelamatkan nyawa," ujar Deputy Director FAO, Shukri Ahmed.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
The Bali Agenda for Resilience
The Bali Agenda for Resilience muncul dari agenda Global Platform ini Tujuanyna adalah agar negara-negara dunia semakin tahan melawan bencana, pasalnya masih banyak negara yang belum terlalu responsif terhadap masalah ini.
Menurut United Nations Office for Disaster Risk Reduction (UNDRR), acara GPDRR 2022 hanya berhasil mendengar sistem peringatan dini bencana dari 95 negara saja. Negara-negara Afrika, penghasilan rendah, dan negara-negara kepulauan kecil yang berkembang masih kurang dalam hal ini.
Alhasil, resiliensi menjadi rekomendasi dari GPDRR 2022. Diharapkan agar pola pikir resiliensi ditanamkan dalam setiap pengambilan kebijakan.
"Rekomendasi intinya adalah menerapkan pendekatan 'Think Resillience' kepada semua investasi dan pengambilan keputusan, mengintegrasi reduksi risiko bencana dengan seluruh pemerintah dan seluruh masyarakat," demikian penejlasan Bali Agenda for Resillience, dikutip situs UNDRR.
The Bali Agenda for Resilience juga hadir menjelang International Day for Disaster Risk Reduction pada 13 Oktober mendatang.
Pertemuan ini juga merupakan pertemuan internasional PBB pertama sejak dimulainya pandemi COVID-19. Ketua BMKG Dwikorita Karnawati ikut membuka dan berperan aktif dalam forum ini.
Pihak PBB juga sempat memuji Indonesia karena berhasil menghalau COVID-19 dan melakukan program vaksinasi dengan masif sehingga program bisa dihadiri banyak orang.
Advertisement
Menko PMK Ungkap Syarat agar Indonesia Jadi Negara Tangguh Bencana pada 2045
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menargetkan Indonesia menjadi negara tangguh bencana pada 2045.
Namun, menurut Muhadjir, target tersebut dapat terwujud apabila melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Pernyataan itu Menko PMK sampaikan dalam pembukaan The 7th Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 di Bali Nusa Dua Convention Centre, pada Rabu (25/5).
"Resiliensi atau ketangguhan hanya dapat diwujudkan apabila upaya tersebut melibatkan seluruh pemangku kepentingan kebencanaan secara berkelanjutan dan inklusi," ujar Menko PMK Muhadjir Effendy.
Dia menerangkan, Indonesia telah punya beberapa rencana untuk mewujudkan negara tangguh bencana, salah satunya Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) 2020-2044 sebagai komitmen jangka panjang Indonesia dalam menerapkan Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana 2015-2030.
Indonesia juga telah mengadopsi pendekatan pentaheliks berbasis masyarakat yang dikenal dengan gotong royong. Muhadjir menekankan pentingnya kolaborasi pentaheliks, termasuk partisipasi dari pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan media.
Dia memaparkan, pada level komunitas, kolaborasi itu diterapkan lewat program seperti Taruna Siaga Bencana dan Desa Tangguh Bencana.
Selain itu, Indonesia juga punya kearifan lokal di bidang penanggulangan bencana, yang sangat kaya, di antaranya seperti Bali, tuan rumah GPDRR yang memiliki filosofi 'Tri Hita Karana' atau keseimbangan hubungan antara manusia, Tuhan dengan alam.
Peran Sektor Swasta
Pulau Dewata Bali sedang menjadi tuan rumah Global Platform for Disaster Risk Reduction 2022. Para pakar dan praktisi di seputar isu bencana hadir untuk bertukar ide dan mengumpulkan gagasan.
Pada acara Third Multi-Hazard Early Warning Conference (MHEWC-III) yang digelar Selasa (24/5), peran sektor swasta menjadi sorotan di agenda "Public private engagement for early warnings".
Pembicara Lizra Fabien dari ARISE Global Network berkata di sektor swasta memang harus lebih dilibatkan dalam pengambilan keputusan terkait peringatan dini bencana. Hal itu pun dianggap telah dilakukan di berbagai negara.
"Telah ada gerakan untuk melibatkan pihak swasta lebih banyak dalam pengambilan keputusan dan percakapan di sekitar kawasan dan seluruh dunia," ujar Lizra Fabien yang merupakan tokoh bisnis dari Dominika.
Namun, Lizra mengakui ada wilayah-wilayah yang lambat untuk melibatkan sektor swasta. Ia berkata syarat utama agar kolaborasi dengan pihak swasta bisa berhasil adalah adanya komunikasi dan komitmen untuk bekerja sama.
"Komunikasi adalah salah satu faktor fundamental kepada kesuksesan kemitraan dan engagement sektor pemerintah dan swasta," ujarnya.
Advertisement