Inflasi Minggu Keempat Mei 2022 Sebesar 0,35 Persen

Penyumbang utama inflasi Mei 2022 sampai dengan minggu IV Mei yaitu komoditas bawang merah sebesar 0,07 persen (mtm) dan angkutan udara sebesar 0,06 persen (mtm).

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 28 Mei 2022, 13:00 WIB
Aktivitas jual beli di Pasar Lembang, Tangerang, Selasa (24/8/2021). Berdasarkan survei pemantauan harga yang dilakukan bank sentral pada minggu ketiga Agustus 2021, inflasi diperkirakan sebesar 0,04% secara bulanan atau month on month (mom). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Survei Pemantauan Harga yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa perkembangan inflasi sampai dengan Minggu IV Mei 2022 diperkirakan sebesar 0,35 persen (mtm). Dengan perkembangan tersebut, perkiraan inflasi Mei 2022 secara tahun kalender sebesar 2,51 persen (ytd), dan secara tahunan sebesar 3,50 persen (yoy).

Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono menjelaskan, penyumbang utama inflasi Mei 2022 sampai dengan minggu IV Mei yaitu komoditas bawang merah sebesar 0,07 persen (mtm), angkutan udara sebesar 0,06 persen (mtm), telur ayam ras sebesar 0,05 persen (mtm), daging ayam ras sebesar 0,02 persen (mtm).

Sedangkan untuk daging sapi, cabai merah, udang basah, kacang panjang, jeruk, sawi hijau, tempe, tahu mentah, bahan bakar rumah tangga, angkutan antar kota, nasi dengan lauk, dan air minum kemasan, masing-masing sebesar 0,01 persen (mtm).

"Sementara itu, komoditas yang mengalami deflasi pada periode minggu ini yaitu minyak goreng sebesar 0,02 persen (mtm) dan emas perhiasan sebesar 0,01 persen (mtm)," jelas dia dalam keterangan tertulis Sabtu (28/5/2022).

Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan eksternal yang meningkat, serta terus mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Sri Mulyani Klaim Inflasi RI Lebih Baik dari AS dan Inggris, Mau Bukti?

Pedagang menata dagangannya di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (5/5/2020). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada April 2020 sebesar 0,08% yang disebabkan permintaan barang dan jasa turun drastis akibat pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kenaikan harga komoditas global telah berdampak pada naiknya harga-harga di dalam negeri, terutama energi dan pangan.

Hal ini dapat dilihat pada tekanan inflasi yang mulai meningkat akhir-akhir ini, meskipun faktor musiman yaitu bulan Ramadan dan perayaan Hari Raya Idul Fitri juga turut memberikan andil terhadap kenaikan harga.

"Inflasi April 2022 tercatat 3,5 persen, lebih tinggi dibandingkan Maret 2022," kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (20/5).

Meski demikian, lanjut Sri Mulyani, bila dibandingkan negara-negara G20 seperti AS yang tingkat inflasinya mencapai 8,3 persen, Inggris 9,0 persen, Turki 70 persen, Argentina 58 persen, Brazil 12,1 persen, dan India 7,8 persen, tekanan inflasi di Indonesia masih jauh lebih rendah.

"Tekanan inflasi di Indonesia tidak setinggi di negara-negara tersebut karena kenaikan harga energi global diredam oleh APBN (shock absorber) yang konsekuensinya menyebabkan kebutuhan belanja subsidi energi dan kompensasi meningkat tajam," tutur dia.

Dalam kondisi pemulihan ekonomi dan kesejahteraan yang masih awal dan rapuh, lanjut Sri Mulyani, ketersediaan dan keterjangkauan harga energi dan pangan menjadi sangat krusial untuk menjamin daya beli masyarakat dan menjaga keberlanjutan proses pemulihan ekonomi nasional.


Sektor Keuangan

Terkait potensi transmisinya ke sektor keuangan, Pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Keuangan, bersama dengan anggota KSSK lainnya (BI, OJK dan LPS), berkomitmen untuk memperkuat koordinasi dan sinergi dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.

Sampai dengan saat ini, kondisi sektor keuangan nasional masih relatif stabil. Fungsi intermediasi perbankan mulai meningkat, tercermin pada peningkatan pertumbuhan penyaluran kredit.

Sementara itu, tingkat kecukupan modal (CAR) juga tinggi dengan likuiditas yang masih memadai. Cadangan devisa nasional juga masih memadai dan diharapkan dapat memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas harga dan nilai tukar serta momentum pemulihan ekonomi nasional. 

Infografis Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Produk Domestik Bruto 2019-2021. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya