Liputan6.com, Khartoum - Kepala militer Sudan Abdel Fattah al-Burhan pada Minggu (29/5) mencabut status darurat yang diberlakukan sejak kudeta militer yang terjadi pada tahun lalu, kata dewan kedaulatan yang berkuasa.
Burhan "mengeluarkan dekrit yang mencabut status darurat di seluruh negara itu," kata dewan tersebut dalam pernyataan.
Perintah itu dibuat "untuk menyiapkan situasi untuk mengadakan dialog yang berguna dan berarti yang mencapai stabilitas untuk periode transisi," tambahnya, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (31/5/2022).
Baca Juga
Advertisement
Keputusan yang diambil pada Minggu (29/5) itu dibuat setelah sebuah pertemuan dengan para pejabat militer senior yang merekomendasikan agar status darurat dicabut dan orang-orang yang ditahan dibawah Undang-undang darurat, dibebaskan.
Langkah itu juga diambil setelah seruan terbaru oleh perwakilan khusus PBB Volker Perthes agar status darurat dihapus, menyusul pembunuhan dua demonstran dalam protes-protes anti-kudeta pada Sabtu (28/5).
Sudan telah diwarnai protes-protes massa sejak kudeta, yang direspons dengan penindakan keras yang menyebabkan 100 orang tewas dan ratusan lain terluka, menurut petugas medis pro-demokrasi.
Ancaman Kudeta
Ancaman kudeta militer terjadi di Sudan. Militer di Sudan menangkap para pejabat senior pemerintahan, termasuk menteri.
Dilansir AP News, akses internet dan informasi di Sudan juga dikekang. Saluran TV negara hanya menyiarkan lagu-lagu patriot, serta menampilkan gambar sungai Nil.
Partai Umma, partai terbesar di Sudan, menyebut penangkapan para pejabat sebagai upaya kudeta militer.
Kehadiran para menteri dan pejabat yang ditangkap masih belum diketahui.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Siapa Saja yang Ditangkap?
AP News melaporkan ada setidaknya lima pejabat senior yang ditangkap: Menteri Industri Ibrahim Al-Sheikh, Menteri Informasi Hamza Baloul, dan Mohammed Al-Fiky Suliman, anggota The Sovereign Council (Dewan Kedaulatan) yang mengurus transisi pemerintahan.
Penasihat media bagi perdana menteri juga ditangkap.
Keberadaan Perdana Menteri Abdalla Hamdok masih belum diketahui. Namun, ada laporan bahwa pasukan keamanan dipersiapkan di depan rumahnya di Khartoum.
PM Hamdok merupakan pemimpin Sudan di masa transisi dari pemerintahan diktator Omar Al-Bashir.
Setelah Al-Bashir lengser, dunia internasional mulai membuka diri bagi Sudan, termasuk pinjaman internasional.
Advertisement
Kudeta Sudan, 7 Demonstran Tewas dan Puluhan Lainnya Terluka
Sedikitnya tujuh orang dilaporkan tewas dan sekitar 140 lainnya terluka setelah tentara menembaki massa yang menentang pengambilalihan militer di Sudan.
Dilansir dari BBC, Selasa (26/10/2021), para pengunjuk rasa turun ke jalan setelah angkatan bersenjata membubarkan pemerintahan sipil, menangkap para pemimpin politik dan menyerukan keadaan darurat pada hari Senin.
Pasukan dilaporkan pergi dari rumah ke rumah di ibu kota Khartoum untuk menangkap penyelenggara protes lokal.
Kudeta yang terjadi di Sudan telah dikutuk di seluruh dunia, dan AS pun menghentikan bantuan senilai $700 juta.
Aksi Unjuk Rasa Terhadap Militer
Pemimpin kudeta, Jenderal Abdel Fattah Burhan, menyalahkan pertikaian politik atas aksi militer tersebut.
Para pemimpin sipil dan rekan-rekan militer mereka telah berselisih sejak penguasa lama Omar al-Bashir digulingkan dua tahun lalu.
Saat malam tiba pada hari Senin, sejumlah besar pengunjuk rasa berada di jalan-jalan Khartoum - dan kota-kota lain.
Seorang pengunjuk rasa yang terluka mengatakan kepada wartawan bahwa dia ditembak di kaki oleh tentara di luar markas militer, sementara pria lain menggambarkan militer menembakkan granat kejut pertama, kemudian peluru tajam.
"Dua orang meninggal, saya melihat mereka dengan mata kepala sendiri," kata Al-Tayeb Mohamed Ahmed. Serikat dokter Sudan dan kementerian informasi juga menulis di Facebook bahwa penembakan fatal terjadi di luar kompleks militer.
Advertisement