Liputan6.com, Jakarta Polri masih menunggu hasil pengejaran interpol terhadap Pendeta Saifuddin Ibrahim tersangka atas dugaan kasus ujaran kebencian dan SARA karena meminta pemerintah menghapus 300 ayat Alquran.
"Masih belum dapat update dari Hubinter (Divisi Hubungan Internasional Polri)," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Gatot Repli Handoko saat dikonfirmasi, Jakarta, Senin (30/5/2022).
Advertisement
Sementara, terkait opsi penjemputan paksa, penyidik belum dapat memastikan. Sebab, semua hal terkait Pendeta Saifuddin ini tergantung pada interpol di AS.
"Kami belum bisa memastikan itu. Kami masih menunggu dari kepolisian sana. Kami masih menunggu koordinasi P to P (police to police) dari Hubinter," ujar Repli.
Sebelumnya, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan, pihaknya masih pasif terkait kasus yang menjerat Pendeta Saifuddin Ibrahim.
"Sejauh ini belum ada respons. Apalagi di negeri Paman Sam kan tidak ada aturan yang dilanggar oleh Saifuddin Ibrahim," kata Agus saat dihubungi, Kamis 12 Mei 2022.
"Kita lebih banyak pasif menunggu respons mereka, kalau kita kan enggak punya kewenangan saat Yuridiksi bukan wilayah kita," sambung dia.
Pendeta Saifuddin ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan kasus ujaran kebencian dan SARA setelah meminta Menteri Agama menghapus 300 ayat Alquran.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber (Dit Tipidsiber) Bareskrim Polri resmi menetapkan Pendeta Saifuddin Ibrahim sebagai tersangka pada Senin 28 Maret 2022.
"Menetapkan saudara SI sebagai tersangka pada tanggal 28 Maret 2022," kata Kabagpenum Div Polri Kombes Gatot Repli Handoko kepada wartawan, Jakarta, Rabu 30 Maret 2022.
Gatot mengungkapkan, penyidik Dit Tipidsiber Bareskrim Polri sebelumnya telah resmi meningkatkan status perkara hukum tersebut ke tahap penyidikan pada 22 Maret 2022.
Kabur Usai Disorot
Bareskrim Mabes Polri menduga Pendeta Saifuddin Ibrahim pergi ke luar negeri usai pernyataannya dalam video disorot netizen Indonesia. Saifuddin diduga langsung kabur ke luar negeri pada Maret 2022.
"Jadi semenjak dia naikin di akun pertama kali (upload video) terus dapat sorotan dari netizen, nah dia itu kelihatannya menurut data Imigrasi sepertinya bulan (Maret) itu dia berangkat ke Amerika," ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Gatot Repli Handoko dalam keterangannya, Sabtu (2/4/2022).
Menurut Gatot, Pendeta Saifuddin meninggalkan Indonesia di saat Polri tengah melakukan penyelidikan. Namun, saat Polri menaikkan statusnya menjadi tersangka, Saifuddin sudah berada di luar negeri.
"Kita duganya yang bersangkutan sudah berangkat saat kita melakukan penyelidikan," kata Gatot.
Advertisement
Ultimatum Polri
Polri mengultimatum Pendeta Saifuddin Ibrahim menyerahkan diri. Ultimatum tersebut menyusul penetapan tersangka kasus dugaan ujaran kebencian bermuatan SARA hingga penistaan agama terkait permintaannya menghapus 300 ayat dalam Al-Qur'an.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan meminta Saifuddin Ibrahim menyerahkan diri untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Kami sampaikam kepada SI (Saifuddin Ibrahim) tentu monitor terhadap kegiatan ini, untuk dapat patuhi aturan hukum yang berlaku sebagai WNI, berani berbuat harus bisa pertanggungjawabkan apa yang diperbuat," ujar Ramadhan di Gedung Humas Polri, Jakarta Selatan, Rabu (30/3/2022).
Ramadhan menyebut, pihaknya mengendus keberadaan Saifuddin di Amerika Serikat. Polri kini sudah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait untuk menangkap Saifuddin.
"Penyidik terus koordinasi dengan beberapa kementerian/lembaga dan instansi lain terkait keberadaan tersangka saat ini. Hasil lidik SI diduga berada di Amerika," kata Ramadhan.
Mahfud Md Ikut Berkomentar
Pendeta Saifudin Ibrahim meminta Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menghapus 300 ayat dalam Alquran. Seruannya tersebut beredar luas di media berbagi video dan sontak bikin geger publik Tanah Air.
Tayangan video tersebut belakangan telah disikapi oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md.
Pernyataan pendeta Saifudin dinilai telah menyesatkan dan merupakan penistaan agama. Mahfud pun langsung meminta polisi melakukan penyelidikan terkait video yang beredar.
"Itu bikin gaduh dan bikin banyak orang marah. Oleh sebab itu, saya minta kepolisian segera menyelidiki itu dan kalau bisa segera ditutup akunnya, karena kabarnya belum ditutup sampai sekarang. Itu meresahan dan provokasi untuk mengadu domba antarumat," kata Mahfud dikutip dari YouTube Kemenko Polhukam RI, Rabu, 16 Maret 2022.
Mahfud juga mengingatkan terkait Undang-Undang No 5 tahun 1969 yang diperbarui dari UU PNPS No 1 1965 yang dibuat oleh Bung Karno tentang Penodaan Agama.
"Acaman hukumannya tidak main-main, lebih dari 5 tahun hukumannya, yaitu barang siapa yang membuat penafsiran atau profokasi dengan penafsiran suatu agama yang keluar dari penafsiran pokoknya, itu berarti penistaan terhadap Islam," jelasnya.
Lanjut Mahfud, siapa pun bebas untuk mengeluarkan pendapat di muka umum, namun jangan sampai memicu kegaduhan.
Dia pun juga meminta agar masyarakat tidak mudah terpancing atas pernyataan tersebut dan menyerahkan kasusnya ke aparat hukum.
"Mari kita jaga kerukunan umat beragama. Kita [Pemerintah] tidak melarang orang berbicara, tetapi jangan memprovokasi hal-hal yang sensitive seperti itu," tegas Menkopolhukam Mahfud Md.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka
Advertisement