Sri Mulyani Klaim Inflasi Indonesia Rendah Dibanding Negara Lain, Ini Buktinya

Sri Mulyani Indrawati menegaskan tingkat inflasi di Indonesia saat ini masih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara maju dan berkembang di dunia

oleh Liputan6.com diperbarui 31 Mei 2022, 11:45 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (Dok. DJP)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan tingkat inflasi di Indonesia saat ini masih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara maju dan berkembang di dunia. Sampai April 2022, tingkat inflasi Indonesia sebesar 3,5 persen atau masih dalam kisaran target inflasi dalam APBN tahun 2022.

"Sampai April 2022, inflasi Indonesia sebesar 3,5 persen, relatif lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya tapi dibandingkan negara maju dan emerging, inflasi ini cukup rendah," kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna ke-24 di Gedung DPR-RI, Jakarta, Selasa (31/5/2022).

Dia menjelaskan, berbagai negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jerman mengalami keniakan inflasi yang tinggi. Secara berturut-turut 8,4 persen, 9 persen dan 7,5 persen.

Tak hanya itu, sejumlah negara juga mengalami lonjakan inflasi seperti yang dialami Argentina 58 persen dan Turki hingga 70 persen pada April 2022.

Meroketnya inflasi tersebut tidak terlepas dari dampak lanjutan dari pandemi dan perang yang terjadi di Ukraina. Perang antara Rusia dan Ukraina telah membuat harga komoditas global merangkak naik.

Peningkatan inflasi di dalam negeri juga tidak terlepas dari momentum bulan puasa dan lebaran. Tingginya permintaan tersebut memberikan andil meningkatkan permintaan dari masyarakat.

"Ramadan dan hari raya meningkatkan permintaan barang dan jasa, serta pulihnya permintaan domestik ini turut berkontribusi dengan pada inflasi April lalu," paparnya.

 


Tanggungan APBN

Ilustrasi APBN

Di sisi lain, pulihnya permintaan domestik tercermin pada pergerakan inflasi inti yang berada dalam tren meningkat. Inflasi domestik berpotensi bisa lebih tinggi apabila kenaikan harga komoditas global sepenuhnya langsung berdampak pada harga-harga domestik.

Namun dalam hal ini pemerintah mengambil peran dengan meredam kenaikan harga di tingkat konsumen. Konsekuensinya, APBN yang mengambil peran sebagai syok absorber dengan memberikan subsidi dan kompensasi.

"Potensi transmisi (harga) tersebut dapat kita redam dengan konsekuensi biaya kompensasi yang meningkat untuk mempertahankan harga jual listrik, BBM dan LPG ini tidak naik," kata doa.

 


Pemulihan Ekonomi

Suasana gedung bertingkat dan permukiman warga di kawasan Jakarta, Senin (17/1/2022). Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 mencapai 5,2 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sehingga bisa melindungi masyarakat agar daya belinya tidak tergerus sekaligus melindungi momentum pemulihan ekonomi. Untuk itu pihaknya meminta persetujuan dari DPR untuk menambah anggaran subsidi dan kompensasi.

"Kami minta persetujuan kepada DPR untuk menambah anggaran subsidi dan kompensasi yang nilainya Rp 520 triliun," kata dia mengakhiri .

 

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya