Tok! Jokowi Setuju Tarif Listrik Naik Golongan 3.000 VA

Kenaikan tarif listrik pelanggan PLN dengan daya 3.000 VA ke atas rupanya telah disetujui Presiden Joko Widodo (Jokowi).

oleh Tira Santia diperbarui 31 Mei 2022, 16:10 WIB
Warga memeriksa meteran listrik di kawasan Matraman, Jakarta, Kamis (2/4/2020). Di tengah pandemi COVID-19, pemerintah menggratiskan biaya tarif listrik bagi konsumen 450 Volt Ampere (VA) dan pemberian keringanan tagihan 50 persen kepada konsumen bersubsidi 900 VA. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Kenaikan tarif listrik pelanggan PLN dengan daya 3.000 VA ke atas rupanya telah disetujui Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan rencana tersebut telah mendapatkan restu dari Presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet beberapa waktu lalu.

"Akan ada kenaikan tarif listrik bagi pelanggan PLN dengan daya 3.000 VA dan di atasnya," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR RI di Kompleks Parlemen, 19 Mei 2022 lalu.

Bendahara negara ini menjelaskan, kebijakan tersebut dilakukan dalam upaya berbagi beban pemerintah dengan masyarakat kelompok mampu. Sehingga beban kenaikan harga listrik tidak hanya untuk pemerintah.

"Boleh ada kenaikan tarif hanya di segmen atas. Jadi tidak semua ke APBN," kata dia.

Namun, Menkeu belum menjelaskan lebih rinci waktu dan seberapa besar kenaikan tarif listrik tersebut. Dalam paparannya, Sri Mulyani menyebut tarif listrik yang ada saat ini memiliki rentang harga yang tinggi dengan nilai keekonomiannya.

Tarif listrik yang ditetapkan pemerintah untuk pelanggan 3.000 VA ke atas saat ini sebesar Rp 996,7 per kwh. Sedangkan harga keekonomiannya telah mencapai Rp 1.288, per kwh.

Sementara itu tarif listrik pelanggan rumah tangga 900 VA saat ini Rp 1.352,0 per kwh dari nilai keekonomian Rp 1.533,1 per kwh. Tarif listrik rumah tangga dengan daya 1.300 VA - 6.600 VA sebesar Rp 1.444,0 per kwh dari nilai keekonomian Rp 1.533,0 per kwh.

Adapun dikutip dari laman Kementerian ESDM, sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PT PLN (Persero) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2020 apabila terjadi perubahan indikator makro ekonomi seperti kurs, Indonesian Crude Price (ICP), inflasi dan harga patokan baru bara (HPP) yang dihitung tiga bulanan, maka dilakukan penyesuaian tarif tenaga listrik.


Awas, Kenaikan Tarif Listrik dan Harga Pertalite Bisa Kerek Inflasi

Suasana ruang panel listrik di Rusun Benhil, Jakarta, Kamis (5/11/2015). Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, per 1 Januari 2016, harga tarif listrik pelanggan 450 VA akan tetap dan tidak berubah, yakni Rp415 per kWh. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pertumbuhan ekonomi Indonesia dinilai akan terganggu jika pemerintah menaikkan tarif listrik hingga harga bahan bakar minyak dan gas bersubsidi. Bahkan, dampaknya juga akan meningkatkan tingkat inflasi hingga besaran upah.

Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman menyebut dampak dari kenaikan harga tarif dasar listrik (TDL) akan berdampak ke pertumbuhan ekonomi jika tak dibarengi insentif.

“Pertumbuhan ekonomi akan turun kecuali disertai dengan insentif, tapi overall kalau TDL dinaikkan (misalnya) 16 persen saja, dengan perhitungan simulasi dari pemerintah, maka sangat berdampak pada upah riil juga turun, upah nominal turun, investasi meskipun naik tapi tak diimbangi ekspor,” katanya dalam konferensi pers, Rabu (11/5/2022).

“(itu) Sama saja kualitas pertumbuhan (ekonomi) tidak terjaga, kecuali ada insentif pajak, tentu seberapa besar yang harus dikeluarkan dan akan dikompensasi pencabutan subsidi listrik,” imbuhnya.

Selain listrik, Rizal juga memberikan perhatian pada rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan LPG subsidi. Kemudian penyesuaian subsidi pada solar dan pertalite yang juga akan berdampak pada penentuan harga nantinya.

“Bayangkan BBM bersubsidi, gas bersubsidi 3 kg dinaikkan harganya, maka tentu akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang justru akan tertekan,” katanya.

 


Harga Komoditas Naik

Warga melakukan pengisian listrik di rumah susun kawasan Jakarta, Selasa (30/11/2021). Kementerian ESDM bersama Banggar DPR RI berencana menerapkan kembali tariff adjustment (tarif penyesuaian) bagi 13 golongan pelanggan listrik PT PLN (Persero) non subsidi tahun 2022. (Liputan6 com/Angga Yuniar)

Ia menyampaikan hasil hitungannya jika sektor energi tadi mengalami kenaikan. Hasilnya, komoditas lainnya yang terkait langsung maupun tidak langsung akan ikut mengalami kenaikan harga. Selanjutnya, berdampak pada kenaikan tingkat inflasi.

“Ternyata yang terjadi kenaikan terhadap seluruh komoditi meskipun mayoritas 185 sektor, hanya 8 sektor yang turun. Tetap overall yang langsung memiliki connect linkage secara langsung terhadap listrik BBM dan gas ini karena ini merupakan energi bagi kegiatan sektor ekonomi dan justru ini sangat mendorong atau akan menstimulus harga komoditas,” terangnya.

“Artinya kenaikan harga komoditas sinilah yang mendorong inflasi dan inflasi ini justru akan mendegradasi kualitas pertumbuhan,” tambah Rizal.

Dengan kondisi demikian, ia menyebut pertumbuhan ekonomi yang sudah dicapai di triwulan I 2022 ini bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan selanjutnya. Meski, pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi tahunan ada di pertumbuhan di triwulan II.

Infografis Kekerasan Ekonomi dalam Isyarat Kenaikan Tarif Listrik dan Pertalite (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya