Liputan6.com, Jakarta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan memperketat persetujuan akusisi atau merger perusahaan sawit di dalam negeri. Langkah ini sebagai upaya mengerem banyaknya lahan sawit di Indonesia yang dimiliki perusahaan asal Malaysia.
Ketua KPPU Ukay Karyadi mengungkap penguasaan lahan kebun kelapa sawit melalui akuisisi dan merger jadi modus sejumlah perusahaan. Sehingga berdampak pada semakin sempitnya lahan yang dimiliki oleh perusahaan dalam negeri.
Advertisement
Upaya ini masih jadi bagian dari perhatian KPPU terhadap besarnya hak guna usaha (HGU) yang dimiliki segelintir kelompok pengusaha di Indonesia. Ia juga meminta pemerintah untuk melakukan peninjauan kembali dan pembatasan terhadap penerbitan HGU sawit.
“Bukan hanya (akuisisi) perusahaan tapi dibeli kebunnya, jadi yang kebun rakyat dibeli perusahaan menenga dan dibeli oleh perusahaan besar. Atau bahkan di tahun 2021 saja ada aksi korporasi akuisisi 10 akuisisi di perkebunan sawit dari 10 itu 6 dilakukan perusahaan asing dalam hal ini dari malaysia semuanya,” terangnya dalam konferensi pers, Selasa (31/5/2022).
Merespons fenomena ini, Ukay menyebut setiap notifikasi merger atau akuisisi kedepannya akan lebih diperhatikan KPPU. Termasuk mencermati penguasaan HGU lahan sawit tersebut.
“Penilaian merger akuisisi kedepan kita lihat penguasaan HGU-nya, KPPU bisa melakukan persetujuan bersyarat atau bahkan tak setujui akse merger tersebut. karena sekalinya (sektor) hulu dikuasai, hilirnya akan mendikte pasar,” katanya.
Menyusul rencana pemerintah untuk melakukan audit kepemilikan perkebunan kelapa sawit, Ukay menyebut pihaknya telah melakukan audit. Ini bermula dari perhatian KPPU terhadap meningkatnya harga minyak goreng di pasaran.
“Sedang kami lakukan dari awal tahun lalu, bahkan di hilirnya apa yang dilakukan direktur investigasi (KPPU) dari sisi produksi. Dalam penyelidikan diperhatikan kapasita produksi, kemana wilayah pasar, itu mengaudit hilirnya, tapi belum selesai,” ungkapnya.
Namun, Ukay mengakui mengalami kesulitan dalam melakukan audit di sektor hulu atau perkebunan kelapa sawit. Alasannya, karena KPPU tak memiliki otoritas untuk membuka data HGU lahan sawit.
“Kami sedikit tahu banyak karena seluruh perkebunan sawit kalau terpenuhi melakukan akuisisi pasti harus melapor ke KPPU baik nasional atau asing, di hulunya sudah terkonsentrasi,” terangnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Batasi HGU Lahan Sawit
Lebih lanjut ia menegaskan pemerintah perlu melakukan pembatasan kepemilikan atau HGU lahan sawit. Bahkan, ia menyarankan untuk melakukan redistribusi izin HGU kepada perusahaan lainnya. Tujuannya untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat.
“Ada redistribusi lahan dengan evaluasi HGU oleh kelompok usaha besar, apabila mereka terlalu dominan itu bisa dikaji perizinannya, dialihkan kepemilikannya,” katanya.
“Kalau tidak, itu kan tak ada persaingan. Jangan sampai ada, (harus) mencegah adanya posisi dominan karena posisi dominan itu rentan disalahgunakan,” tambah Ukay.
Ketua KPPU Ukay Karyadi menyampaikan pembatasan hak guna usaha (HGU) bisa dibatasi berdasarkan kelompok usaha. Artinya bukan mengacu jumlah perusahaan, namun jenis kelompok usahanya.
“Kami mengusulkan ada pembatasan hak guna usaha perkebunan sawit berdasarkan kelompok usaha, bukan per perusahaan tapi kelompok usaha,” katanya dalam konferensi pers, Selasa (31/5/2022).
Advertisement
Perusahaan Terintegrasi
Ia menyebut pembatasan itu perlu dilakukan menimbang banyaknya jumlah perusahaan perkebunan sawit. Namun, banyak perusahaan di antaranya terintegrasi secara vertikal.
“Kami catat industri minyak goreng itu ada 70-an, tapi kalau dikerucutkan itu tidak banyak. KPPU dalam penyelidikannya fokus kepada 8 kelompok usaha yang menguasai industri minyak goreng sekaligus mereka memiliki perkebunan sawit,” terangnya.
Jadi, kata dia, berdasarkan data yang dmilikinya, meski banyak jumlah perusahaannya, namun hanya segelintir perusahaan yang disebut menguasai CPO.
“Kami menyambut baik pemerintah akan melakukan penataan di hulu, karena problem itu ada di hulunya,” ujarnya.
Ukay menyampaikan, dari sisi penyelidikan terkait industri minyak goreng curah ini belum mencapai ke sektor hulu. Namun, ia juga tak menutup kemungkinan kedepannya akan melakukan penyedilikan ke perkebunan kelapa sawit.
Belum Ada Aturan Batasan
Pada kesempatan yang sama Direktur Kebijakan Persaingan KPPU Marcellina Nuring membeberkan belum adanya aturan mengenai batasan penguasaan lahan sawit. Aturan ini tertuang dalam Undang-undang dan sejumlah Peraturan Menteri.
Pertama, Undang-undang Pokok Agraria pasal 7 yang mengatur adanya larangan penguasaan dan kepemilikan tanah yang melampaui batas. Namun ia menyebut peraturan turunan UU PA ini tidak ada yang mengatur batasan maksimal luasan hak atas tanah.
Lalu, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan pasal 4. Ini mengatur ketentuan pemerintah pusat untuk menetapkan batasan luasan minimum dan maksmum ppenggunaan lahan untuk usaha perkebunan.
Kemudian, PP 18/2021 sebagai turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja disebut tidak mengatur terkait pembatasan luasan atas hak atas tanah termasuk HGU.
“Perlu pengaturan terkait pembatasan penguasaan lahan berupa HGU/IUP dalam kelompok pelaku usaha. Tanpa pembatasan struktur penguasaan atau kepemilikan sumber daya alam, termasuk tanah, akan terjadi ketimpangan karena perbedaan akses terhadap SDA antara pihak yang kuat berhadapan dengan yang lemah posisi tawarnya,” kata dia.
Advertisement