Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Ukraina menjatuhkan hukuman 11 setengah tahun penjara kepada dua tentara Rusia yang ditangkap pada Selasa (31 Mei) karena menembaki sebuah kota di Ukraina timur, vonis kejahatan perang kedua sejak dimulainya invasi Rusia pada Februari.
Alexander Bobikin dan Alexander Ivanov, yang mendengarkan vonis berdiri di dalam kotak kaca yang diperkuat di pengadilan distrik Kotelevska di Ukraina tengah, keduanya mengaku bersalah pekan lalu. Demikian seperti dikutip dari laman Channel News Asia, Selasa (31/5/2022).
Advertisement
"Kesalahan Bobikin dan Ivanov telah terbukti sepenuhnya," kata Hakim Evehen Bolybok, berdiri di depan bendera Ukraina.
Jaksa telah meminta 12 tahun, tetapi pengacara pembela mengatakan hukumannya harus delapan tahun, dengan mempertimbangkan bahwa tentara telah mengaku bersalah dan menyatakan penyesalan dan telah mengikuti perintah.
Keduanya mengakui pekan lalu sebagai bagian dari unit artileri yang menembak sasaran di wilayah Kharkiv dengan rudal Grad dari wilayah Belgorod Rusia.
Jaksa mengatakan penembakan itu telah menghancurkan infrastruktur penting dan rumah-rumah di beberapa pemukiman di seberang perbatasan dan fasilitas pendidikan di kota Derhachi, tetapi tidak menimbulkan korban.
Bobikin dan Ivanov, digambarkan sebagai pengemudi artileri dan penembak, ditangkap setelah melintasi perbatasan dan melanjutkan penembakan.
Pada tanggal 23 Mei, pengadilan Ukraina menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada seorang tentara Rusia karena membunuh seorang warga sipil yang tidak bersenjata.
Kyiv menuduh Rusia melakukan kekejaman dan kebrutalan terhadap warga sipil selama invasi dan mengatakan telah mengidentifikasi lebih dari 10.000 kemungkinan kejahatan perang.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Jurnalis Prancis Tewas dalam Pemboman Rusia di Ukraina
Seorang jurnalis Prancis tewas pada Senin (30 Mei) dalam pemboman Rusia yang menghantam sebuah kendaraan yang mengevakuasi warga sipil dari Ukraina timur, kata pejabat Prancis dan Ukraina.
"Frederic Leclerc-Imhoff berada di Ukraina untuk menunjukkan realitas perang," tulis Presiden Prancis Emmanuel Macron di Twitter. Demikian seperti dikutip dari laman Channel News Asia, Selasa (31/5/2022).
"Di dalam bus kemanusiaan dengan warga sipil terpaksa melarikan diri untuk menghindari pemboman Rusia, dia terluka parah."
Leclerc-Imhoff bekerja untuk saluran berita televisi BFM, yang mengatakan dia berusia 32 tahun dan dalam perjalanan pelaporan Ukraina keduanya sejak perang dimulai pada 24 Februari.
Dia berada di dekat Severodonetsk, sebuah kota di timur Ukraina yang telah dihantam oleh pasukan Rusia yang maju dalam beberapa pekan terakhir, kata kementerian luar negeri Prancis dan Ukraina dalam pernyataan terpisah.
Advertisement
Tewas dalam Pemboman Rusia
Menteri Luar Negeri Catherine Colonna, yang mengunjungi Kyiv pada hari Senin, mengatakan di Twitter bahwa Leclerc-Imhoff telah terbunuh "oleh pemboman Rusia terhadap misi kemanusiaan ketika dia menjalankan tugasnya untuk memberi tahu.
"Saya telah berbicara dengan pemerintah Luhansk dan meminta Presiden [Volodymyr] Zelenskyy untuk penyelidikan, dan mereka meyakinkan saya akan bantuan dan dukungan mereka," tulisnya.
BFM mengatakan wartawannya terkena pecahan peluru dari pengeboman, dan rekannya Maxime Brandstaetter terluka. Fixer lokal mereka Oksana Leuta tidak terluka.
"Peristiwa tragis ini mengingatkan kita akan bahaya yang dihadapi oleh semua jurnalis yang telah mempertaruhkan hidup mereka untuk menggambarkan konflik ini selama lebih dari tiga bulan sekarang," kata BFM dalam sebuah pernyataan.
"Frederic bukan pemarah. Dia menimbang setiap momen misinya" dan "menilai itu cukup aman untuk dilanjutkan", kata kepala penyiar Marc-Olivier Fogiel di udara.
Dia menambahkan bahwa reaksi pertama ibu Leclerc-Imhoff saat mendengar kematiannya adalah menanyakan apakah rekan-rekannya tidak terluka.
Harapan Indonesia Bisa Jadi Fasilitator dan Solusi untuk Rusia-Ukraina
Indonesia diyakini bisa memanfaatkan posisi Presidensi G20 untuk memfasilitasi upaya mengakhiri perang Rusia-Ukraina.
"Indonesia sebagai emerging power dapat berperan sebagai fasilitator dalam perang Rusia-Ukraina ini, meski terbatas," kata ahli hubungan internasional dari LIPI Dr. Andriana Elisabeth (30/5).
"Indonesia kan negara yang disegani dan dianggap sebagai pemimpin atau big brother di Asia Tenggara. Minimal Indonesia berpeluang mengingatkan Rusia dan Ukraina agar kembali pada langkah-langkah diplomasi untuk mengakhiri peperangan," papar Andriana, Selasa (31/5/2022).
Harapan akan peran Indonesia ini mengemuka setelah Presiden Ukraina Volodomyr Zelensky berbicara dalam forum yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) yang dipandu mantan Wakil Menteri Luar Negeri dan Dubes RI untuk AS Dr. Dino Patti Djalal.
Advertisement