Liputan6.com, Jakarta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyimpulkan, isu minyak goreng di Indonesia sudah keruh sejak dari sisi hulu. Indikasi ini terlihat dari tren penurunan harga minyak sawit mentah (CPO) pada masa dan pasca larangan ekspor, yabg tidak diiringi oleh penurunan harga minyak goreng kemasan, dan bahkan berlawanan arah.
KPPU juga menyimpulkan adanya ketimpangan penguasaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit secara nasional. Ketimpangan ini berpotensi membawa permasalahan persaingan usaha terkait penguasaan lahan dan kontrol di sisi hilir produk.
Advertisement
Ketua KPPU Ukay Karyadi menyampaikan, isu minyak goreng sudah dikaji sejak September 2021. KPPU melihat ada sinyal kartel karena kenaikan harga dilakukan bersama-sama, meskipun memiliki sumber bahan baku yang berbeda.
Adanya integrasi vertikal, struktur pasar oligopoli, dan tingkat konsentrasi pasar yang sudah pada posisi 50 persen, jadi sinyal bagi KPPU untuk mengalihkan kajian ke proses investigasi per 27 Januari 2022.
"Namun demikian KPPU merekomendasikan agar tidak hanya di industri minyak gorengnya saja yang dikawal, tapi juga dari produksi kelapa sawitnya. Ibaratnya sudah keruh di mata airnya, kita sibuk menjernihkan di muaranya," tegas Ukay dalam keterangan tertulis, Rabu (1/6/2022).
Ukay menilai perlu dilakukan audit di hulu, yakni di sektor perkebunannya. Saat ini terdapat 70-an pelaku usaha minyak goreng. Namun jika dikerucutkan akan terfokus pada 8 kelompok usaha besar.
Pelaku usaha tersebut rata-rata memiliki perkebunan kelapa sawit sendiri, sehingga menguasai dari hulu hingga hilir dalam industri minyak goreng.
"Untuk itu, KPPU menyambut baik upaya pemerintah dalam melakukan penataan hingga ke hulu industri minyak goreng," imbuhnya.
Harga Minyak Goreng
Dalam hal pemantauan harga minyak goreng, Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Ranamenggala menjelaskan, harga minyak goreng sebelum adanya kebijakan larangan ekspor CPO dalam posisi stabil.
Setelah pemerintah mencabut larangan ekspor, minyak goreng curah mengalami penurunan harga sementara minyak goreng kemasan mengalami kenaikan. Meskipun harga minyak goreng curah di pasar masih belum sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang ditentukan.
"Posisi disparitas harga minyak goreng curah dan kemasan juga semakin melebar setelah pencabutan ekspor. KPPU akan terus memantau harga minyak goreng menyusul adanya kebijakan pemerintah untuk mencabut subsidi minyak goreng curah hari ini," tuturnya.
Advertisement
Subsidi Minyak Goreng Curah Dicabut 31 Mei 2022, Aturan Pengganti Keluar 1 Juni
Pemerintah menghentikan subsidi minyak goreng curah mulai hari ini 31 Mei 2022. Sebagai gantinya, pemeritah akan menetapkan aturan Domestic Market Obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) yang berlaku 1 Juni 2022.
Subsidi minyak goreng yang dimaksud yakni penggantian selisih harga yang diwajibkan kepada produsen dari harga keekonomian. Itu dipungut dari dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika menjelaskan, penghentian subsidi minyak goreng curah dan adanya aturan pengganti akan mempersingkat administrasi terkait penyaluran minyak goreng curah ke masyarakat.
Dengan pergantian aturan ini tetap akan berpihak pada masyarakat. Namun, di sisi administrasi akan lebih singkat.
"Sebelumnya, selisih harga keekonomian dan HET itu ditanggung BPDPKS melalui pemungutan ekspor dan leavinya, sekarang hampir sama, tapi ini langsung (kepada produsen)," katanya kepada wartawan di kantor Kementerian Perindustrian, Senin (30/5/2022).
Ia menjabarkan, pada skema sebelumnya, perusahaan bisa mengklaim selisih harga dengan berbagai tahap dan syarat. Setelah menyalurkan minyak goreng curah, perusahaan perlu melaporkan, lalu diverifikasi, baru kemudian bisa diproses untuk pembayaran klaim subsidi.
Sementara, dengan skema ini, perusahaan diwajibkan memenuhi aturan DMO dan DPO. Serta melakukan pelaporan secara berkala.
"Ini pengorbanan yang jalurnya agak berbeda, yang satu melalui BPDPKS, kalau ini langsung (produsen) minyak goreng," jelasnya.
"Ini jadi proses memendekkan administrasi," imbuh dia.
Target Harga
Putu juga memastikan, target harga yang perlu dicapai masih sama seperti skema sebelumnya. Yakni Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram.
"Itu harga di masyarakat itu terap HET Rp 15.500 per kilogram atau Rp 14.000 perliter, itu gak berubah," ungkapnya.
Sementara itu, di sisi perkembangan harga, Putu menjelaskan perkembangan harga mengalami tren yang cukup positif. Artinya, harga terus menurun mendekati HET yang ditetapkan pemerintah.
"Kalau harga yang di monitoring Satgas Pangan itu ada di 1.914 lokasi yang di cek di seluruh Indonesia, sekarang penurunan di angka Rp 15.991 per kilogram, ini angka yang xukup bagua dan sangat konsisten," terangnya.
"Dan di dasbor Kemendag itu sudah menjadu Rp 16.620 per kilogram. Ini terus menurum dan mudah-mudahan segera mencapai Rp 15.500 per kilogram," tambah dia.
Advertisement