Mengintip Peluang Kerja Baru di Era Digitalisasi

Perkembangan teknologi dan digitalisasi sebenarnya juga memberikan peluang bagi masyarakat untuk mengisi lapangan kerja yang muncul di era saat ini.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Jun 2022, 11:38 WIB
Sejumlah pencari kerja memadati arena Job Fair di kawasan Jakarta, Rabu (27/11/2019). Job Fair tersebut digelar dengan menawarkan lowongan berbagai sektor untuk mengurangi angka pengangguran. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Beberapa waktu belakangan ini cukup ramai pemberitaan terkait sejumlah perusahaan startup yang terkenal di Indonesia melakukan PHK massal terhadap karyawan. Faktor makro ekonomi secara global yang penuh ketidakpastian selama pandemi Covid-19 dua tahun terakhir ini dianggap sebagai salah satu faktor utama.

Namun apakah fenomena ini akan menjadi awal ledakan gelembung (bubble burst) startup di Indonesia?

Gelombang PHK massal yang kemungkinan besar akan melanda startup di Indonesia dalam waktu dekat semakin memperburuk keadaan yang sudah terjadi karena COVID-19.

Kementerian Tenaga Kerja mencatatkan lebih dari 1,2 juta karyawan dari 74.439 perusahaan terdampak kehilangan pekerjaan.

Selain itu gencarnya otomatisasi dan robotisasi pun dapat menambah risiko lebih banyak masyarakat Indonesia kehilangan pekerjaan dalam waktu dekat.

Menurut data yang diterbitkan pada November 2020 di Journal of Robotics and Control, pada 5 negara ASEAN yang diteliti, peneliti menemukan bahwa 56 persen karyawan saat ini menghadapi risiko tinggi otomatisasi.

Meski demikian, perkembangan teknologi dan digitalisasi sebenarnya juga memberikan peluang bagi masyarakat untuk mengisi lapangan kerja yang muncul di era digitalisasi seperti saat ini.

“Indonesia memiliki lebih dari 17 ribu pulau, kondisi geografi Indonesia menentukan pengembangan IT serta aksesibilitas layanan dan teknologi. Kami memperkirakan 40 persen dari pertumbuhan lowongan pekerjaan dalam dua tahun ke depan akan menghasilkan kebutuhan rekrutmen yang sangat besar di pasar," jelas CEO & Founder Refocus Education Project Roman Kumay Vyas dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (1/6/2022).

Menurut data, kesenjangan antara jumlah lowongan kerja yang terbuka dan jumlah lulusan sangat tinggi. 600.000 lowongan muncul di pasar setiap tahun, sedangkan jumlah lulusan universitas hanya 50.000 per tahun. Jadi, untuk setiap CV ada 12 lowongan yang dibuka sehingga menghasilkan perbedaaan yang drastis.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Pelamar Kerja yang Berkualitas

Pencari kerja mencari informasi lowongan pekerjaan saat acara Job Fair di kawasan Jakarta, Rabu (27/11/2019). Job Fair tersebut digelar dengan menawarkan lowongan berbagai sektor untuk mengurangi angka pengangguran. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Tidak hanya kurang dari sisi kuantitas, namun kurangnya pelamar kerja yang berkualitas juga tentu dapat menghambat pertumbuhan perusahaan di Indonesia.

Meskipun, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), negara ini memiliki populasi terbesar keempat di dunia, namun sekitar 50 persen penduduknya berusia di bawah 30 tahun.

Institusi pendidikan lokal pun tidak dapat mengatasi permintaan yang tinggi dari perusahaan sehingga, pengusaha Indonesia pun harus mempekerjakan orang dari negara lain yang memenuhi syarat untuk pekerjaan tersebut.

Google Indonesia memperkirakan bahwa ekonomi digital negara akan bernilai sekitar Rp 1,7 kuadriliun atau USD 124,1 miliar pada tahun 2025 (tiga kali lipat dari tahun 2020 dengan nominal Rp 548,2 triliun).

 

 

 

 


Keterampilan Digital

Ilustrasi Literasi Digital (Liputan6.com/Trie Yasni)

Menurut laporan terbaru oleh perusahaan konsultan strategi AlphaBeta, karyawan dengan keterampilan digital memiliki potensi untuk berkontribusi lebih dari Rp 4 triliun terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2030.

"Kami ingin orang-orang untuk memiliki kesempatan edukasi yang baik serta keterampilan yang terpakai sehingga memungkinkan mereka mendapat penghasilan yang lebih besar, terus bertumbuh dan mengembangkan berbagai produk untuk mencapai tujuan mereka. Kami sendiri mengutamakan pengembangan Refocus secara regional, tim kami menetapkan misi untuk mampu melatih lebih dari 1.000.000 profesional di level internasional yang mampu menyelesaikan berbagai pekerjaan ambisius," jelas dia.

Refocus Digital Academy pun telah mengadakan konferensi yang bertujuan membahas salah satu faktor yang dapat berkorelasi dengan peluang kerja di masa depan serta tantangan pendidikan di Indonesia yaitu kurangnya sumber daya manusia di pasar tenaga kerja, masih menjadi salah satu tantangan nyata yang dihadapi.

“Kebutuhan transformasi digital perusahaan akan membutuhkan seorang profesional yang mahir di dunia teknologi dan digital. Perusahaan akan mencari kandidat dengan keahlian di bidang teknologi, digital, dan e-commerce. Tenaga kerja dengan keterampilan membuat kecerdasan buatan (AI), otomatisasi, pengalaman menangani pelanggan dan pengembangan produk akan sangat dibutuhkan ke depannya," ungkap Ex Ketua Umum IDEA (Asosiasi E-Commerce Indonesia) Ignatius Untung

Infografis: Daftar Perusahaan yang Terpuruk di Era Digital

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya