Liputan6.com, Jakarta - Seorang guru asal China mengklaim sebuah sekolah di China utara memecatnya dari posisi pengajar baru. Hal tersebut terjadi setelah administrator mengetahui bahwa dirinya pernah terinfeksi Covid-19 ketika tinggal di Ukraina, meski hasil tes menunjukkan ia telah pulih.
Dikutip dari AsiaOne, Kamis (2/6/2022), perempuan ini juga seorang influencer media sosial yang menggunakan nama samaran He Yuxiu. Ia dipekerjakan sebagai guru bahasa Rusia di sebuah sekolah di Provinsi Hebei beberapa minggu yang lalu.
Guru tersebut mengatakan ia dipecat setelah mengaku telah tertular Covid-19 pada Februari 2022. Cerita ini dibagikannya di berbagai platform pada Minggu, 29 Mei 2022.
Baca Juga
Advertisement
Ia adalah seorang warga negara China yang belajar untuk gelar masternya di Ukraina. Namun, perempuan tersebut melarikan diri dari negara itu pada pertengahan Maret setelah militer Rusia menyerbu Ukraina pada 24 Februari 2022.
Dalam sebuah video yang menjelaskan kesulitannya, perempuan itu mengatakan dia telah tertular Omicron di tempat dia tinggal di Kharkiv, kota terbesar kedua di Ukraina dan dites positif lagi selama karantina setelah tiba di China. Ia dibawa ke rumah sakit di China setelah hasil tes positif dan telah menjalani tes setidaknya 50 tes berbasis asam nukleat (tes PCR) sejak kembali ke China.
"Saya pikir sejak mereka melepaskan saya dan memberi saya kode kesehatan hijau, saya harus menjadi orang normal, menjalani kehidupan normal dan memulai babak baru dalam hidup," katanya dalam video itu.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Curahan Hati
He yang memiliki ratusan ribu pengikut di berbagai platform media sosial China menambahkan, "Saya telah pulih. Sejak saya kembali, saya telah menjalani sekitar 50 atau 60 tes."
He menjelaskan ia menerima panggilan telepon beberapa minggu setelah dia dipekerjakan oleh sekolah, menanyakan apakah dia pernah tertular Covid-19. "Saya diminta untuk meninggalkan sekolah segera setelah saya mengatakan 'ya'," katanya.
Perempuan itu melanjutkan, "Tidak pernah terpikir oleh saya bahwa saya akan kehilangan pekerjaan pertama saya karena ini."
Ia mengatakan dirinya khawatir bahwa akan menganggur karena telah tertular Covid-19 sekali. Dikatakannya bahwa teman-temannya berhenti bergaul dengannya ketika mereka mengetahui bahwa dia tertular virus tersebut.
"Saya berharap masyarakat dapat lebih menunjukkan toleransi dan pengertian kepada mantan pasien Covid-19," ungkapnya.
Video yang ditonton lebih dari delapan juta kali di Weibo pada Selasa pagi, menimbulkan diskusi panas tentang diskriminasi terhadap pasien Covid-19 yang pulih. Ini menjadi masalah yang terus-menerus di China sejak tahap awal pandemi.
"Mereka mengalami lebih banyak diskriminasi daripada penjahat," komentar seorang warganet.
"Dia adalah seseorang yang memiliki pengaruh online. Bagaimana jika hal yang sama terjadi pada orang lain? Apa yang harus dilakukan orang biasa yang terkena virus ketika hal seperti ini terjadi?" lanjut warganet lainnya.
Advertisement
China Longgarkan Pembatasan Covid-19
Dikutip dari BBC, Kamis (2/6/2022), Kota Shanghai di China yang menjadi pusat ekonomi negara itu dan pusat perdagangan global telah melonggarkan pembatasan Covid-19 setelah lockdown selama dua bulan. Pada 1 Juni 2022 tengah malam waktu setempat, pembatasan dilonggarkan untuk memungkinkan sebagian besar orang bergerak bebas di sekitar kota berpenduduk sekitar 25 juta orang.
Namun, setidaknya 650.000 penduduk akan tetap dikurung di rumah mereka. Kebijakan keseluruhan China "nol Covid" tetap berlaku dan orang-orang yang tertular Covid menghadapi karantina atau rumah sakit.
Kontak dekat mereka juga menghadapi prospek pemindahan ke karantina dan area di sekitar tempat tinggal mereka dikunci lagi. "Ini adalah hari yang kami impikan untuk waktu yang sangat lama," kata juru bicara pemerintah Shanghai Yin Xin kepada wartawan.
"Semua orang telah banyak berkorban. Hari ini telah dimenangkan dengan susah payah dan kita perlu menghargai dan melindunginya, dan menyambut kembali Shanghai yang kita kenal dan rindukan," demikian lanjutnya.
Aturan Baru
Namun, aturan baru telah diperkenalkan, dengan penduduk diharuskan menunjukkan kode kesehatan hijau di ponsel mereka untuk meninggalkan kompleks tempat tinggal mereka dan memasuki sebagian besar tempat. Mereka yang ingin menggunakan angkutan umum atau masuk ke bank atau mal harus memiliki sertifikat tes PCR negatif yang berlaku dalam 72 jam terakhir.
Pembatasan meninggalkan Shanghai tetap ada, siapa pun yang bepergian ke kota lain harus menjalani karantina selama tujuh hingga 14 hari setelah mereka kembali. Bioskop, museum, dan gym tetap tutup. Sebagian besar anak juga tidak akan kembali ke sekolah tatap muka.
Peraturan itu tidak banyak mengurangi kelegaan yang dirasakan orang-orang. Sorak-sorai dan suara kegembiraan meningkat ketika jam menunjukkan tengah malam pada Selasa yang menandakan berakhirnya lockdown.
Sekelompok penduduk Shanghai berkumpul di sudut-sudut jalan, bernyanyi dan bersulang dengan minuman saat mereka menyambut kebebasan yang baru mereka temukan. "Kami dikurung terlalu lama. Kami perlu merayakannya. Bukan hanya saya, semua orang Shanghai di sini," kata seorang warga kepada BBC. "Semua hal buruk telah berlalu, jadi besok akan baik-baik saja."
"Kami bebas. Saya sangat senang, saya ingin bekerja. Saya ingin bekerja besok," kata yang lain. Namun media pemerintah China mengecilkan berita tentang orang-orang yang merayakan karena pihak berwenang sejauh ini enggan mendefinisikan pembatasan sebagai "lockdown". Laporan media pemerintah malah menggambarkan Rabu sebagai "awal baru" dan hari "kembali ke kehidupan normal, pekerjaan dan produksi".
Advertisement