Liputan6.com, Jakarta Direktur Fasilitas Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, Untung Basuki, mengatakan insentif pajak untuk impor alat kesehatan selama pandemi covid-19 tidak akan dicabut dalam waktu dekat. Hal itu masih menyesuaikan dengan tren covid-19.
"Kita berdoa tidak ada lonjakan kasus sampai paling akhir tahun ini, sehingga fasilitas ini bisa dicabut," kata Untung dalam Media Briefing DJBC dengan tema Utilisasi Fasilitas Kepabeanan dan Cukai untuk Mendorong Ekspor Nasional, Kamis (2/6/2022).
Advertisement
Adapun pengaturan insentif tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/PMK.02/2021 dan PMK 34/2020. Sedangkan aturan perpanjangan terdapat di PMK Nomor 226 Tahun 2021. Diketahui, Peraturan tersebut diperpanjang hingga 30 Juni 2022.
"Fasilitas kepabeanan PMK 34 dan 92 2021, insentif atas alat kesehatan dan penanganan COVID-19, PMK itu masih berlaku. Saat ini masih dalam taraf pengkajian dan evaluasi,” ujar Untung.
Pasalnya, tren impor alat kesehatan selama pandemi covid-19 ini masih naik dan turun. Hal itu terlihat dari impor alat kesehatan awal Maret hingga April 2020 masih sangat masif, seiring dengan melonjaknya kasus covid-19.
"Kemudian menurun terus, dan naik lagi ketika varian delta, melonjak lagi fasilitas untuk alat kesehatan, obat-obatan," jelasnya.
Hat-Hati
Namun, jika dibandingkan impor alat kesehatan ketika ada varian omicron tidak sebesar ketika varian delta melanda Indonesia. Oleh karena itu, dia menegaskan dalam menentukan kebijakan tersebut harus dengan hati-hati, agar tidak salah mengambil keputusan.
Tapi yang pasti, pihaknya akan terus mendukung suplai ketersediaan alat kesehatan ketika pandemi covid-19, dan akan melakukan evaluasi PMK terkait.
"Kita akan mensupport suplai ketersediaan alat kesehatan yang sudah ada disebutkan tadi dengan insentif PMK 34 dan 92 ini kita evaluasi," pungkasnya.
Advertisement
Kunci Indonesia Bebas dari Impor Alat Kesehatan Ada di Industri Kecil
Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Kesehatan Charles Honoris mengatakan, Usaha Kecil Menengah (UKM) memiliki peran penting dalam mewujudkan kemandirian alat kesehatan melalui produksi dalam negeri. Sehingga, Indonesia nantinya bisa terbebas dari produk impor.
Alat kesehatan (alkes) adalah usaha yang rumit, dikelilingi oleh regulasi yang ketat dan secara alamiah memiliki pangsa pasar yang terbatas yaitu umumnya orang sakit.
"Untuk itu, para pengusaha yang memiliki niat untuk mengembangkan usaha alat kesehatan secara serius umumnya berasal dari kalangan UKM yang memiliki pengalaman, pengetahuan, jejaring dan profesionalisme dalam bidang alkes," ujarnya dalam diskusi online, Jakarta, Jumat (8/4).
UKM sendiri mendapat dukungan Pemerintah dengan menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Koperasi Dalam Rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia Pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
"Kami melihat bahwa INPRES Nomor 2 tahun 2022 ini sangat relevan dengan pembangunan kemandirian alkes, karena bila kita melihat perjalanan kemandirian alkes di negara-negara seperti Taiwan, Tiongkok dan Korea Selatan. Maka UKM selalu menjadi titik umpu kemandirian alkes di negara-negara tersebut," jelasnya.
Masalah IKM
Sementara itu, Direktur Industri Kecil dan Menengah Logam, Mesin, Elektronika, dan Alat Angkut, Dini Hanggandari menjabarkan permasalahan Industri Kecil Menengah (IKM) alkes. Pertama, masih terdapat ketergantungan impor bahan baku medical grade.
"Hampir sebagian besar bahan baku alat kesehatan yang memenuhi kualifikasi kesehatan (medical grade) masih diimpor," jelas Dini.
Permasalahan selanjutnya adalag riset pengembangan teknologi alat kesehatan dan lab pengujian alat masih terbatas. Kemudian, potensi inovasi produk alkes sangat besar, sehingga perlu pendampingan agar dapat dikomersialkan
"Kami juga masih melihat adanya keterbatasan sumber daya manusia dalam memenuhi standar yang berlaku bagi industri alat kesehatan," paparnya.
Advertisement