Liputan6.com, Jakarta Pemerintah akan menerapkan pajak karbon pada 1 Juli 2022 mendatang. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim penerapan ini bukan sebatas meningkatkan penerimaan negara saja, namun meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT).
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyebut penerapan pajak karbon bagi pembangkit listrik tenaga uap itu memberikan peluang. Misalnya guna melirik dalam pemanfaatan energi lain.
Advertisement
“1 Juli 2022 kita akan menerapkan pajak karbon kepada PLTU, dan kita ingin (PLTU) memanfaatkan energi lain,” katanya dalam Bincang-Bincang Indonesia EBTKE ConEx 2022, Kamis (2/6/2022).
Di samping itu, Dadan memandang saat ini berbagai negara tengah memiliki konsentrasi dalam peralihan penggunaan EBT dari pembangkit listriknya. Beberapa diantaranya juga akan meningkatkan besaran pajak karbonnya.
“Kita berharap program itu tak jadi bayar pajak saja. Beberapa negara lain memang mulai perhatian kesana (pemanfaatan energi baru terbarukan), Singapura akan meningkatkan besaran pajak karbon,” katanya.
Dengan demikian, ia menegaskan penerapan pajak karbon yang awalnya direncanakan diterapkan pada 1 April ini bertujuan untuk menurunkan emisi karbon.
“Tujuan kita bagaimana menurunkan emisinya, bukan semata-mata untuk penerimaan negara,” kata dia.
Perlu diketahui, pengenaan pajak karbon ditujukan untuk semua aktivitas yang menghasilkan gas CO2. Namun pemerintah juga menetapkan ambang batas pelepasan emisi karbon. Perusahaan tidak akan dikenakan pajak karbon jika emisi yang dilepaskan masih dibawah batas yang ditentukan kemudian.
Pajak karbon secara keseluruhan disebut akan efektif berlaku pada 2025 mendatang. Namun, pada tahap awal akan diberlakukan untuk sektor pembangkit yang menggunakan batu bara sebagai tenaganya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Batal Diterapkan 1 April 2022
Penerapan pajak karbon untuk sektor PLTU batu bara yang semula direncanakan berlaku mulai 1 April 2022 ditunda selama tiga bulan. Pengenaan pajak karbon untuk PLTU pelaksanaanya akan dilakukan 1 Juli 2022.
"Pemerintah memutuskan penerapan pajak karbon pada 1 Juli 2022. Pemerintah akan terus berkonsultasi dengan DPR dalam penyiapan implementasi pajak karbon ini," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam keterangan resminya, Jakarta, Jumat (1/4/2022)
Dia menjelaskan saat ini pihaknya sedang menyusun berbagai aturan teknis pelaksanaan Pajak Karbon. Mulai dari tarif dan dasar pengenaan, cara penghitungan, pemungutan, pembayaran atau penyetoran, pelaporan, serta peta jalan pajak karbon.
Advertisement
Batas Emisi
Sementara aturan lain seperti Batas Atas Emisi untuk subsektor PLTU dan tata cara penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon pada pembangkit tenaga listrik akan ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Agar instrumen pengendalian iklim berjalan optimal, Pemerintah juga sedang menyusun berbagai aturan turunan dari Perpres 98/2021. Antara lain terkait tata laksana penyelenggaraan NEK dan NDC di Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) dan Komite Pengarah Nilai Ekonomi Karbon di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
“Isu iklim merupakan isu lintas sektor. Koordinasi akan terus kami jaga dan perkuat agar peraturan yang melengkapi satu sama lain dapat mengoptimalisasi upaya pemerintah dalam mengendalikan perubahan iklim”, kata Febrio.
Roadmap Pajak Karbon
Dia melanjutkan, proses penyusunan peta jalan (roadmap) pajak karbon perlu memperhatikan peta jalan pasar karbon. Peta jalan pajak karbon diantaranya akan memuat strategi penurunan emisi karbon dalam NDC, sasaran sektor prioritas, keselarasan dengan pembangunan energi baru terbarukan, dan keselarasan dengan peraturan lainnya.
"Dalam implementasinya, pemerintah akan memperhatikan transisi yang tepat agar penerapan pajak karbon ini tetap konsisten dengan momentum pemulihan ekonomi pasca pandemi," kata dia.
Pengenaan pajak karbon akan dilakukan bertahap dengan memperhatikan prioritas dalam pencapaian target NDC, perkembangan pasar karbon, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi Indonesia.
Hal ini bertujuan agar pengenaan pajak karbon yang berlaku di Indonesia dapat memenuhi asas keadilan (just) dan terjangkau (affordable) serta tetap mengutamakan kepentingan masyarakat.
Advertisement