PLN Siap Ikuti Regulasi Pemerintah Soal Perdagangan Karbon

PT PLN (Persero) jadi satu perusahaan yang bakal menerapkan perdagangan karbon itu lebih dulu.

oleh NurmayantiArief Rahman H diperbarui 03 Jun 2022, 00:07 WIB
Direktur Mega Proyek dan Energi Baru Terbarukan PT PLN Wiluyo Kusdwiharto mengungkap pihaknya siap menjalankan regulasi yang diterbitkan pemerintah terkait perdagangan karbon.

Liputan6.com, Jakarta Perdagangan karbon akan segera diterapkan di Indonesia, mengacu jadwal sekitar kuartal II 2022 ini perdagangan karbon akan dimulai di sektor kelistrikan. PT PLN (Persero) jadi satu perusahaan yang bakal menerapkan perdagangan karbon itu lebih dulu.

Direktur Mega Proyek dan Energi Baru Terbarukan PT PLN Wiluyo Kusdwiharto mengungkap pihaknya siap menjalankan regulasi yang diterbitkan pemerintah terkait perdagangan karbon. Ini berkaitan dengan penerapan yang menyasar juga pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dimiliki PLN.

“Ini semua PLTU kami ini juga akan menerapkan carbon trading (perdagangan karbon), jadi kita follow the rule, kita akan mengikuti regulasi pemerintah,” katanya dalam Bincang-Bincang Indonesia EBTKE ConEx 2022, Kamis (2/6/2022).

Dengan kesiapan keterlibatan itu, Wiluyo menegaskan akan ikut berkontribusi dalam mengejar target dari diterapkannya perdagangan karbon di Indonesia.

Diketahui, kebijakan ini sebagai pengganti dari emisi karbon yang dikeluarkan oleh perusahaan yang menghasilkan karbon.

PLN menjadi salah satu perusahaan yang menghasilkan karbon dari berbagai kegiatan pembangkit listriknya. Utamanya PLTU yang menggunakan batu bara sebagai bahan pembangkitnya.

“Yang nanti terkait carbon trading kita turut mensukseskan itu,” katanya.

Selaras dengan kesiapannya, pihaknya mengaku telah melakukan kajian terhadap regulasi-regulasi yang akan diterapkan nantinya. Baik menyoal jual-beli karbon serta batas karbon yang ditetapkan pemerintah.

“Jadi kita pelajari dan studi juga ada beberapa kajian kami terkait cap (batasan) and trading itu,” ungkapnya.

 


BUMN Ambil Peran

Meraih Untung Sekaligus Menjaga Lingkungan dengan Netralisasi Karbon. foto: istimewa

Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury menilai langkah perdana perdagangan karbon ini jadi momentum yang baik. Sektor ketenagalistrikan lebih dulu perlu bersiap melakukan perdagangan karbon tersebut.

“Kita melihat bahwa di sektor listrik tentunya bisa mempersiapkan diri bagaimana bisa mencapai target dari penurunan emisi sesuai dengan nasional komitmen kita,” katanya dalam penandatanganan MoU Dekarbonisasi BUMN, Rabu (2/2/2022).

Selanjutnya, kata dia, untuk sektor lainnya di luar dari sektor ketenagalistrikan, diharapkan bisa secara paralel bersiap guna mencapai target pengurangan emisi karbon yang ditetapkan. Artinya, sektor lainnya itu bisa memulai menyusun inisiatif guna mendorong bauran emisi karbon.

“Disisi lain juga sektor lain secara paralel akan siapkan bagaimana target inisiatif untuk capai hal itu. BKI (Biro Klasifikasi Indonesia) juga kita harapkan bisa melakukan follow up dari inisiatif tahun lalu. Dulu kita lakukan holding perusahaan survey, dimana BKI menjadi holding dan tugas utama BKI selain dari selama ini tentu perlu dilakukan di sektor green energy ini,” katanya.

“Karena dekarbonisasi ini adalah perubahan signifikan yang perlu biro klasifikasi yang mampu membantu menilai ‘berapa sih emisi yang dihasilkan dan kalau ada inisiasif itu ada berapa, hasilnya apa?’” tambah Pahala.

Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Pegelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Nani Hendiarti mengatakan akan mulai menerapkan perdagangan karbon pada April 2022.

Namun, belakangan waktu penerapan perdagangan karbon ini ditunda oleh pemerintah. Sementara Pajak Karbon diketahui akan mulai berlaku pada 1 Juli 2022.

 


Pajak Karbon

Ilustrasi emisi karbon (unsplash)

Pemerintah akan menerapkan pajak karbon pada 1 Juli 2022 mendatang. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim penerapan ini bukan sebatas meningkatkan penerimaan negara saja, namun meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT).

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyebut penerapan pajak karbon bagi pembangkit listrik tenaga uap itu memberikan peluang. Misalnya guna melirik dalam pemanfaatan energi lain.

“1 Juli 2022 kita akan menerapkan pajak karbon kepada PLTU, dan kita ingin (PLTU) memanfaatkan energi lain,” katanya dalam Bincang-Bincang Indonesia EBTKE ConEx 2022, Kamis (2/6/2022).

Di samping itu, Dadan memandang saat ini berbagai negara tengah memiliki konsentrasi dalam peralihan penggunaan EBT dari pembangkit listriknya. Beberapa diantaranya juga akan meningkatkan besaran pajak karbonnya.

“Kita berharap program itu tak jadi bayar pajak saja. Beberapa negara lain memang mulai perhatian kesana (pemanfaatan energi baru terbarukan), Singapura akan meningkatkan besaran pajak karbon,” katanya.

Turunkan Emisi Karbon

Dengan demikian, ia menegaskan penerapan pajak karbon yang awalnya direncanakan diterapkan pada 1 April ini bertujuan untuk menurunkan emisi karbon.

“Tujuan kita bagaimana menurunkan emisinya, bukan semata-mata untuk penerimaan negara,” kata dia.

Perlu diketahui, pengenaan pajak karbon ditujukan untuk semua aktivitas yang menghasilkan gas CO2. Namun pemerintah juga menetapkan ambang batas pelepasan emisi karbon. Perusahaan tidak akan dikenakan pajak karbon jika emisi yang dilepaskan masih dibawah batas yang ditentukan kemudian.

Pajak karbon secara keseluruhan disebut akan efektif berlaku pada 2025 mendatang. Namun, pada tahap awal akan diberlakukan untuk sektor pembangkit yang menggunakan batu bara sebagai tenaganya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya