Liputan6.com, Jakarta - Centre for Youth and Population Research (CYPR) menilai profil risiko Produk Tembakau Alternatif (PTA) 95 persen lebih rendah daripada rokok konvensional.
Ini merujuk pada Studi berjudul Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Product in 2018 yang juga menunjukkan tren rokok elektrik kian popular mencapai hingga 2,2 juta pengguna pada 2020.
Advertisement
Kendati demikian CYPR menyatakan, penting pula untuk mengkaji risiko limbah rokok elektrik bagi lingkungan.
Dalam paparannya, Direktur Eksekutif CYPR Dedek Prayudi menyatakan bahwa tarik-menarik argumen antara sisi kesehatan dan ekonomi acap kali menyebabkan kekosongan regulasi untuk PTA.
Diperlukannya kepastian hukum yang mendukung simpul-simpul dari hulu ke hilir dalam industri tembakau akan mampu menjadi solusi untuk menurunkan prevalensi merokok di Indonesia, sekaligus sebagai solusi yang lebih ramah lingkungan.
Meski adanya perdebatan mengenai limbah elektronik dari rokok elektrik, tetapi Dedek menambahkan bahwa limbah elektronik memiliki potensi untuk didaur ulang dan ini juga sudah diperkuat dengan program riset terbaru dari Kementerian Perindustrian mengenai daur ulang baterai.
"Ini industri yang berkembang pesat, dan selayaknya industri yang tumbuh dengan cepat tentunya sangat dibutuhkan riset R&D yang memadai," katanya dalam seminar daring CYPR Kamis (2/6/2022).
"Namun, tentunya kita paham bahwa riset R&D berbiaya mahal, sehingga perlu adanya kepastian hukum, kerangka regulasi yang mendukung pertumbuhan industri serta skema insentif dan disentif agar pertumbuhan terus bergerak ke arah positif," Dedek menambahkan.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Perlu Dikelola dengan Baik
Dalam acara yang sama, Dosen Teknik Industri Universitas Pancasila, Dr. Dino Rimantho menyampaikan paparannya terkait limbah elektronik yang perlu dikelola dengan baik.
Menurutnya, pengelolaan limbah elektronik dapat dilakukan bersama-sama antara pemerintah dan kelompok masyarakat.
“Saya mengapresiasi sudah ada gerakan-gerakan yang dilakukan komunitas Vape contohnya, untuk penanggulangan dampak dan daur ulang limbah elektronik dari produk.”
“Upaya ini tentunya harus terus didukung dengan skema pengolahan limbah yang lebih terstruktur dari hulu hingga hilir, utamanya jika ada limbah B3 yang memerlukan treatment khusus,” ujar Dino.
Ia menambahkan, berkaca dari studi kasus di beberapa negara, seperti Taiwan dan Jepang terdapat kebijakan insentif untuk mengembalikan produk elektronik bekas pakai yang dapat diadopsi juga di Indonesia.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Garindra Kartasasmita, menilai potensi besar dari industri vape di Indonesia yang bisa menjadi sentra produksi dunia.
Garindra menyoroti konsumsi PTA yang terus meningkat termasuk dari sisi penerimaan cukai yang menunjukkan kontribusi positif terhadap pemasukan negara dari tahun ke tahun.
Advertisement
Butuh Regulasi Komprehensif
Garindra menambahkan, peningkatan konsumsi PTA perlu disertai dengan regulasi yang komprehensif yang mencakup hingga penanganan limbah elektrik.
“Kita tentunya masih membutuhkan regulasi yang komprehensif, tidak hanya pada faktor produksi, akan tetapi juga terkait penanganan limbah elektrik dari pemakaian device.”
“Tren produk PTA akan semakin beragam, seperti misalnya di masa depan akan ada produk disposable pod. Sehingga tentunya skema penanganan limbah ini perlu mendapatkan perhatian khusus agar tidak membebani lingkungan.”
Garin pun mengaku senang mendengar paparan dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang mengisyaratkan bahwa kerja sama industri dan pemerintah terkait persoalan ini dapat dilakukan dengan terbuka.
Menanggapi masukan-masukan yang disampaikan oleh ahli dan pelaku industri, Astien Setyaningrum, yang mewakili Kemenperin menyampaikan bahwa keberadaan limbah elektronik tentu dapat didaur ulang. Dan kementerian terus menggodok kebijakan untuk mendukung pengolahan limbah elektronik, termasuk rokok elektrik, ke depannya.
“Limbah tidak akan selalu menjadi sampah, meski memang saat ini belum ada kebijakan khusus yang mengatur limbah rokok elektrik. Tetapi sudah ada payung hukumnya dan Kemenperin memiliki payung industri hijau yang bekerja sama dengan institusi-institusi transversal.”
“Seperti pembuatan 6 mini depo pusat industri hijau. Tentu ke depannya akan terus dikembangkan kebijakan yang sesuai, mengingat industri ini juga berkembang dengan pesat, kata Astien.
Pro Kontra
Dalam diskusi para panelis sepakat bahwa tidak hanya PTA memiliki dampak yang cenderung lebih rendah bagi kesehatan, demikian pula halnya bagi lingkungan.
Para panelis berharap ke depannya akan ada regulatory framework yang lebih jelas mengenai ekosistem dari hulu ke hilirnya untuk mendukung pertumbuhan industri, utamanya menilai dari potensi pengembangan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Tentunya kerangka pengolahan limbah serta daur ulang produk juga perlu dipikirkan matang agar tidak menambah masalah lingkungan.
Meski demikian, penggunaan rokok elektrik masih menjadi pro kontra. Dokter spesialis paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Feni Fitriani Taufik mengatakan, baik rokok elektronik seperti vape maupun batangan sama-sama berbahaya.
"Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) seperti vape diklaim bisa sebagai sarana berhenti merokok. Padahal, jelas-jelas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan PDPI tidak merekomendasikan hal tersebut," kata Feni dalam konferensi pers PDPI pada Senin, 30 Mei 2022.
PDPI memberikan informasi dan meluruskan anggapan terkait rokok elektronik sebagai pengganti rokok konvensional. Sebetulnya, anggapan tersebut keliru dan rokok elektronik memiliki bahaya kesehatan yang sama dengan rokok konvensional.
Lebih lanjut Feni, mengatakan, rokok elektronik juga tidak direkomendasikan sebagai alat bantu berhenti merokok karena memiliki risiko mencetuskan adiksi yang sama dengan konvensional.
Zat kimia berbahaya pada rokok elektronik berada pada cairan atau liquid yang dipanaskan. Cairan ini mengandung nikotin, propilen glikol dan gliserin.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh RS Persahabatan mendapatkan bahwa pada urine perokok elektronik terdapat kadar residu nikotin yang kadarnya sama dengan urine perokok konvensional. Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa rokok elekronik tidak aman.
"Makanya rokok elektronik disebut 'bahayanya lebih rendah' berarti masih ada bahaya. Sasarannya adalah generasi muda yang memang sering mencoba produk-produk baru," ujarnya.
Kita tahu, lanjut Feni, bahan-bahan yang ada pada produk tembakau lainnya itu hampir sama dengan rokok konvensional dan bahayanya juga sama.
Jika terjadi akumulasi di dalam tubuh, maka banyak efek berbahaya yang bisa terjadi. Yang paling sering itu iritasi, batuk-batuk, dan infeksi saluran napas akut.
Advertisement