Liputan6.com, Semarang - Aksara Jawa atau juga dikenal sebagai huruf hanacaraka adalah salah satu aksara tradisional yang berkembang di daerah Jawa. Aksara Jawa dulunya digunakan untuk menulis naskah-naskah berbahasa Jawa.
Dikutip dari berbagai sumber, ada dua pendapat mengenai asal-usul aksara Jawa. Pendapat pertama menyebutkan aksara Jawa berasal dari gabungan aksara Abugida dan aksara Kawi yang digunakan antara abad ke 8 hingga ke 16.
Sedang pendapat lain menyebutkan aksara Jawa diciptakan seorang pengembara bernama Aji Saka. Aji Saka merupakan seorang raja dari Kerajaan Medang Kamulang.
Baca Juga
Advertisement
Konon Aji Saka ingin mengalahkan Raja Dewatacengkar yang gemar menyiksa rakyatnya. Aji Saka dan sang raja terlibat pertarungan.
Beruntung, Aji Saka mampu mengalahkan sang raja menggunakan pusaka miliknya. Setelah Dewatacengkar terkalahkan, Aji Saka menginginkan pusaka miliknya untuk disimpan disebuah tempat tersembunyi.
Aji Saka memberikan perintah kepada abdinya bernama Sembada, untuk menjaga pusaka tersebut di Pulai Majeti. Aji Saka berpesan kepada Sembada untuk tidak memberikan pusaka tersebut kepada siapa pun kecuali Aji Saka.
Suatu hari, Aji Saka membutuhkan pusaka tersebut dan mengutus abdinya yang lain bernama Dora untuk mengambilnya. Saat Dora sampai di Pulau Majeti dan bertemu Sembada yang tengah menjaga pusaka tersebut, Dora mengutarakan niatnya.
Sembada yang memegang teguh permintaan Aji Saka pun menolak memberikan pusaka tersebut kepada Dora. Sementara Dora merasa benar karena diminta Aji Saka untuk mengambil pusaka tersebut.
Aji Saka pada saat itu melakukan kesalahan dengan memberikan dua perintah berbeda kepada dua abdi setianya. Kesalahan yang dilakukan Aji Saka membuat kedua abdi setianya bertarung habis-habisan, hingga meninggal.
Aji Saka kemudian mengabadikan kisah Dora dan Sembada dalam ukiran aksara yang dibuatnya. Ukiran tersebut kini dikenal sebagai hanacaraka atau aksara Jawa.
Aksara Jawa digunakan secara resmi untuk penulisan surat menyurat sejak berdirinya Kerajaan Majapahit pada abad 17 Masehi. Agar lebih mudah digunakan, akara Jawa mulai dibukukan pada abad ke 19.
Pada masa perkembangan Hindu Buddha di tanah Jawa, aksara Jawa digunakan sebagai penerjemah bahasa Sansekerta. Lalu pada perkembangan periode perkembangan agama Islam yang berlangsung sejak zaman Kesultanan Demak sampai masa Pajang akhir.
Aksara Jawa digunakan untuk menuliskan ajaran-ajaran agama Islam dan kitab-kitab agama Islam. Salah satu manuskrip yang terkenal pada masa itu adalah Serat Suluk Wujil dan Serat Aji Saka.