Liputan6.com, Los Angeles - Seorang pria melakukan aksi penusukan ke seorang dokter dan dua perawat di sebuah rumah sakit di California. Pelaku disebut memiliki catatan kriminal yang panjang.
Dilaporkan AP News, Sabtu (4/6/2022), pria itu masuk ke Encino Hospital Medical Center di San Fernando Valley pada sore hari, tak lama sebelum pukul 16.00 pada Jumat (5/6) waktu setempat.
Baca Juga
Advertisement
Pelaku memarkir mobilnya di tengah jalan dan masuk ke ruang gawat darurat. Awalnya, pelaku meminta obat untuk cemas, kemudian menusuk dokter dan para perawat.
Polisi lantas menyebut lantai satu di RS Encino dan kantor-kantor terdekat dievakuasi.
"Kami memintahkan para pasien dari zona berbahaya," ujar Deputi Ketua Departemen Kepolisian Los Angeles Alan Hamilton.
Tiga korban dibawa ke trauma center. Salah satunya harus dioperasi karena kondisinya yang kritis. Beruntung, ia berhasil selamat.
Pelaku sempat mengurung diri selama sekitar empat jam sebelum berhasil dibekuk oleh tim SWAT.
Hamilton berkata tak ada bukti bahwa pelaku mengenal korban. Identitas pelaku tak langsung diungkap ke publik, tetapi pelaku punya rekam jejak kriminal yang panjang, salah satunya karena menyerang polisi dan melawan aparat saat ditangkap.
Peristiwa penusukan ini terjadi beberapa hari setelah insiden penembakan di Saint Francis Hospital yang berlokasi di Tulsa, Oklahoma. Insiden di Tulsa menewaskan seorang ahli bedah dan tiga staf lainnya. Pelaku disebut kesal karena ia masih merasakan sakit setelah selesai operasi.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Alasan Pelaku Penembakan di RS Oklahoma
Sebelumnya dilaporkan, lima orang, termasuk pelaku penembakan di sebuah rumah sakit di Oklahoma, Amerika Serikat, tewas di lokasi kejadian pada Rabu 1 Juni 2022. Pelaku penembakan massal itu melakukan aksinya untuk mengincar seorang dokter bedah yang pernah mengoperasinya.
Menurut pihak berwenang, pelaku menyalahkan sang dokter atas nyeri punggung yang dideritanya setelah menjalani operasi. Dua dokter, seorang resepsionis, dan seorang pasien tewas dalam penembakan itu.
Dr Preston Phillips, 59 tahun, ahli bedah ortopedi yang merawat pelaku, tewas bersama Dr Stephanie Husen, ahli pengobatan olahraga berusia 48 tahun.
"Tersangka masuk ke gedung rumah sakit St. Francis Health System di Tulsa dengan membawa senjata semiotomatis dan mulai menembak orang yang dia temui," kata Kepala Kepolisian Tulsa Wendell Franklin.
Polisi mengidentifikasi pelaku penembakan sebagai Michael Lewis atau Louis. Juru bicara kepolisian tidak bisa dihubungi untuk memastikan ejaan nama belakangnya.
Tersangka "datang dengan maksud untuk membunuh Dr Phillips dan siapa pun yang menghalanginya," kata Franklin. Pihak berwenang menemukan sepucuk surat dari pelaku yang menjelaskan bahwa serangan itu direncanakan.
Otoritas menyebut dua nama korban yang lain: Amanda Glenn, resepsionis, dan William Love, pasien. Resepsionis rumah sakit di Oklahoma itu semula diidentifikasi sebagai Amanda Green, tetapi polisi kemudian mengoreksi nama belakangnya.
"Mereka berdiri di lorong dan (tersangka) menembak mereka," kata Franklin.
Advertisement
Mengeluh Nyeri Usai Operasi
Pelaku, yang menurut polisi tinggal di Muskogee, Oklahoma, sekitar 80 km dari Tulsa, keluar dari rumah sakit pada 24 Mei setelah operasi punggung, kata Franklin. Setelah itu, kata dia, pelaku menelepon beberapa kali untuk menyampaikan keluhan akibat nyeri.
Penembakan itu terjadi menyusul dua pembunuhan massal lain yang mengejutkan warga AS. Ketiga insiden tersebut telah memicu debat panjang soal pengendalian senjata dan peran kesehatan mental dalam kekerasan bersenjata yang menghantui negara itu.
"Cukup, sudah cukup. Ini harus dihentikan. Rumah sakit adalah pilar masyarakat kita," kata Chip Kahn, kepala pelaksana Federasi Rumah Sakit Amerika, dalam pernyataan, seperti dilansir Antara, Jumat (3/6).
Pelaku di Oklahoma membeli senapan di sebuah toko lokal pada hari penembakan, kata otoritas. Dia juga disebutkan membeli sepucuk pistol di sebuah rumah gadai tiga hari sebelumnya.
Tersangka memarkir kendaraannya di lantai dua tempat parkir yang terhubung dengan gedung Natalie, gedung kantor rumah sakit berlantai lima. Dia lalu masuk melalui pintu lantai dua dan berjalan ke gedung itu, kata Franklin.
Pelaku Menembak Dirinya Sendiri
Polisi tiba di lokasi kejadian tiga menit setelah menerima panggilan pada Rabu pukul 16.53 (Kamis 03.53 WIB) tentang insiden yang terjadi di RS itu.
Petugas bergegas masuk ke dalam gedung dan mendengar suara tembakan dari lantai dua. Mereka menemukan para korban dan tersangka lima menit kemudian, kata kepala polisi.
Petugas di lokasi mengatakan mereka mendengar sebuah tembakan lima menit berikutnya, yang menurut Franklin berasal dari pelaku yang menembak dirinya sendiri.
"Ketika kami menerima panggilan itu, kami datang dengan mengabaikan keselamatan kami sendiri dan kami masuk ke gedung itu untuk menghadapi ancaman. Filosofi kami adalah kami akan menghentikan ancaman itu dan kami akan melakukannya dengan cara apa pun yang diperlukan," kata Franklin. "Begitulah kami dilatih."
Kepala kepolisian itu tampaknya berusaha membandingkan kerja pasukannya dengan para petugas di Uvalde, Texas, pekan lalu, yang menunggu sekitar satu jam sebelum menyerbu ke dalam kelas, tempat penembak di sekolah itu membarikade dirinya.
Polisi dihujani kritik bahwa respons yang tertunda itu mungkin berakibat pada hilangnya nyawa belasan murid dan dua guru.
Advertisement