Liputan6.com, Jakarta - Jelang Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Sungai Ciliwung masih saja diperlakukan sebagai tempat sampah terbuka. Indikasinya terlihat dari jumlah sampah yang diangkut komunitas dan relawan yang menggelar aksi bersih sungai di enam titik di Kota Depok, pada Sabtu (4/6/2022).
Dikutip dari rilis yang diterima Liputan6.com, peserta gerakan bersih-bersih Sungai Ciliwung berhasil mengumpulkan sampah seberat 780 kilogram. Ini menjadi ironi tersendiri dari Indonesia yang kini gencar mengumandangkan isu keberlanjutan lingkungan di kancah internasional, seperti G20 dan PBB.
Baca Juga
Advertisement
Aksi bersih Sungai Ciliwung melibatkan 36 komunitas pemerhati sungai. Total 200 orang terlibat, sebagian bergerak di permukaan sungai menggunakan sepuluh perahu karet, sementara sisanya bersih-bersih di sekitar bantaran sungai.
"Kami itu menggerakkan masyarakat melalui komunitas dengan harapan komunitas sebagai fasilitator masyarakat, sehingga masyarakat berubah mindset-nya menjadi lebih peduli kepada lingkungan, dan hasilnya terlihat jika kualitas air Sungai Ciliwung membaik," ujar Direktur Pengendalian Pencemaran Air, Nety Widayati, yang ikut melakukan susur sungai pada kegiatan ini.
Berdasarkan data, Nety menyebut pencemar terbesar sungai berasal dari limbah domestik rumah tangga. Dengan konsisten melakukan gerakan-gerakan peduli sungai, ia berharap limbah rumah tangga yang masuk ke sungai bisa dikurangi. Masyarakat pun semakin teredukasi soal pentingnya sungai yang bersih.
Nety mengkalim kondisi pencemaran air sungai di Indonesia berdasarkan tren status mutu air menunjukkan perbaikan sejak 2015. Namun, kondisi itu belum merata di semua sungai.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Air Tercemar
Khusus di Sungai Ciliwung, tingkat pencemaran airnya menimbulkan permasalahan bagi masyarakat di Bogor, Jawa Barat. Sungai yang tercemar lumpur memaksa pembudidaya ikan gulung tikar.
Keruhnya Sungai Ciliwung juga mengurangi produksi air baku milik Perumda Air Minum Tirta Pakuan Kota Bogor. Dikutip dari kanal News Liputan6.com, kadar kekeruhan di Sungai Ciliwung melebihi ambang batas hampir dua tahun terakhir, yakni mencapai 5.000-6.000 NTU (Nephelometric Turbidity Units).
"Padahal biasanya standar tingkat kekeruhan Sungai Ciliwung dibawah 100 NTU. Sudah hampir dua tahun terakhir ini parah keruhnya," ujar Direktur Utama Perumda Tirta Pakuan Kota Bogor, Rino Indira, akhir Maret 2022. Pengujian air Sungai Ciliwung ini dilakukan di Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Katulampa, Kota Bogor.
Kondisi air sungai Ciliwung keruh terjadi di waktu menjelang siang sampai dengan sore hari. Di waktu malam, tingkat kekeruhan turun meskipun tidak signifikan.
"Biasanya air Ciliwung yang kita olah di bawah 100 NTU. 5.000-6.000 ribu NTU pekat banget sudah seperti kopi, coklat banget. Luar biasa pokoknya, parah," ujar Rino.
Advertisement
Biaya Operasional Membengkak
Pencemaran Sungai Ciliwung berbuntut pada berkurangnya kapasitas produksi secara signifikan. Semula, air baku yang dihasilkan dari SPAM Katulampa sebanyak 300 liter air per detik, menjadi 100 liter per detik.
"Ya pengurangannya karena banyak saluran tersumbat lumpur. Kami juga harus buang lumpurnya di penampungan. Waktu ngebuang lumpur itu sama saja mengurangi kapasitas produksi," Rino menerangkan.
Kondisi ini juga menaikkan biaya produksi karena harus menggunakan metode pembubuhan dan zat kimia. Selain itu, butuh waktu lebih lama lagi untuk mengurai air keruh menjadi jernih sehingga layak konsumsi.
"Sempat kami naikin komposisi aluminiumnya 10-12 persen, tapi tetep enggak nolong. Akhirnya kita tambahkan polimer untuk cepat mengurai kekeruhannya. Hasil lab bisa jalan. Tapi ya tetap dapat air jernih, lumpurnya juga masih banyak, 50 persen," kata Rino.
Menurutnya, berkurangnya kapasitas produksi air baku juga memengaruhi terhadap distribusi air bersih bagi 32.000 pelanggan di zona 7. "Terpaksa sekitar 2-3 ribu pelanggan kami pasok air dari zona lain. Kemudian kita gunakan pompa dari Intan Pakuan untuk mendorong distribusi air ke beberapa wilayah lainnya di zona 7," ucapnya.
Penyebab Kekeruhan
Sulaeman, salah satu peternak ikan di daerah Ciawi mengatakan keruhnya air sungai sudah terjadi sejak dimulainya proyek pembangunan Bendung Ciawi dan Sukamahi di Kecamatan Megamendung. Semenjak itu, selain ikan-ikannya banyak yang mati, ia juga harus rutin membersihkan kolam karena sedimentasi dari lumpur terbawa air. Lumpur ini juga mengotori halaman rumahnya.
"Tadinya saluran irigasi Cibalok juga bening, sejak itu sampai sekarang berubah warna jadi coklat pekat dan penuh lumpur," kata dia.
Sulaeman dan warga Pandansari lainnya kini hanya bisa pasrah. Ia merasa keluhan yang sering mereka utarakan tak pernah didengar, terutama oleh pihak penanggung jawab proyek yang diinisiasi Jokowi. "Kami sudah sering kali mengeluhkan persoalan ini, tapi tak pernah ada sedikit pun jawaban atau solusi," ujar Sulaeman.
Hal senada juga disampaikan oleh Rino. "Barangkali itu (dampak proyek bendung), kami sudah layangkan surat ke Kementrian, barangkali dia lupa. Petinggi (wali kota) sudah lapor juga," ujar Rino.
Advertisement