Liputan6.com, Bali Pada sesi '8th ASEAN - China Health Ministers Meeting (ACHMM) 2022' dalam rangkaian acara 15th ASEAN Health Ministers Meeting and Related Meetings, salah satu kesepakatan yang terjalin adalah upaya memperkuat kerja sama One Health terkait penyakit zoonosis – penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia ataupun sebaliknya. Berbagi data virus yang ada pada hewan sebelum menular ke manusia menjadi fokusnya.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, konsep One Health sudah lama ada, termasuk di Indonesia. Namun, berbagi data virus hewan yang berpotensi menular ke manusia demi mencegah terjadinya penularan belum sepenuhnya optimal.
Advertisement
“Memang yang ASEAN-Cina itu konsep One Health sudah lama (ada), tapi eksekusinya sih belum rapi, serapi virusnya kalau udah masuk (tertular) manusia. Contoh sekarang kan negara-negara sharing (berbagi) data genom dari virus Sars-CoV-2 penyebab COVID-19,” jelas Budi Gunadi menjawab pertanyaan Health Liputan6.com saat konferensi pers "15th ASEAN Health Ministers Meeting and Related Meetings" di Hotel Conrad, Nusa Dua Bali, ditulis Senin (6/6/2022).
“Data itu kan dishare di satu center yang namanya database Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID). Tapi waktu kan baru di share begitu manusia sudah terkena. Jadi, salah satu dibicarakan adalah jangan nunggu (virus yang dari hewan) pindah ke manusia, baru kita gedebrak gedebuk, ngejar-ngejar virus ini.”
Belajar dari pandemi COVID-19 bahwa penting untuk mendata dan berbagi virus hewan yang berpotensi zoonosis. Upaya ini termasuk deteksi dan pencegahan lebih dini sebelum virus menyebar ke manusia.
“Dari pandemi ini kita belajar, sifat virus seperti apa, ngobatinnya seperti apa, vaksin seperti apa. Kalau bisa begitu virus itu sudah teridentifikasi di hewan, kita seharusnya nge-list (mendaftar). Virus pada hewan banyak tuh, lalu kita review setiap tahunnya,” terang Budi Gunadi.
“Oh, di ayam ada (virus) ini, di babi ada ini bisa di sapi ini, di kuda ada ini. Yaudah kita monitor, mana yang kira-kira peneliti-peneliti bisa lihat (virus) yang memiliki potensi untuk loncat ke manusia dan ini harus di share. Biasanya ini sangat-sangat lokal ya, jadi antar negara kita enggak share (berbagi data) virus-virus yang ada di hewan. Ke depannya, kita lebih fokus ke hulu, virus hewannya. Kita garap bersama.”
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Monitor Patogen yang Berpotensi Menular
Acara 8th ASEAN - China Health Ministers Meeting (ACHMM) 2022 merupakan pertemuan bilateral antara ASEAN dan Cina. Kesepakatan penguatan kerja sama One Health sudah ditandatangani dalam Memorandum of Understanding (MoU).
“Yang konkret dan kami setujui pada saat ASEAN Health Ministers Meeting untuk meeting bilateral mungkin yang spesifik adalah dengan Cina. Kami menandatangani persetujuan ya dengan Memorandum of Understanding buat meng-cover kegiatan-kegiatan yang ASEAN dan China akan formal kan,” Budi Gunadi Sadikin memaparkan.
“Pada intinya, tetap fokus bagaimana cara kita mencegah pandemi ke depannya, tapi penekanannya lebih banyak diberikan ke konsep One Health.”
Konsep One Health, ditekankan Menkes Budi Gunadi menyasar upaya penanggulangan virus dan bakteri hewan yang dikenal dengan nama patogen. Patogen adalah istilah medis dari kuman, yaitu organisme kecil penyebab infeksi.
“Hampir semua pandemi itu virusnya, bakterinya atau parasitnya jadi penyebab pandemi namanya patogen. Patogen ada tiga, yaitu bisa virus, bisa bakteri, bisa parasit. Nah, pandemi yang terjadi di dunia sejak ratusan tahun yang lalu itu, patogennya loncat dari hewan ke manusia,” paparnya.
“Contoh yang paling dekat ya tadi, Sars-CoV-2 penyebab COVID-19. Virus ini loncat dari kelelawar ke manusia. Dulu ada yang namanya flu burung, H5N1 itu loncat dari burung unggas ke manusia. Ada juga dulu flu babi ya sama juga loncat dari hewan ke manusia.”
Oleh karena itu, cara mencegah terjadinya pandemi di masa depan, terutama dari zoonosis, perlu memonitor ekosistem hewan beserta virusnya. Ketika penularan virus terjadi pada hewan, deteksi lebih dini untuk mengidentifikasi apakah virus dapat menular ke manusia atau tidak.
“Jangan sampai virusnya loncat (ke manusia). Kalaupun toh virus loncat dan yang tadinya dia menular hanya di antara hewan, tapi sudah pindah ke antara manusia ya harus cepet-cepet seenggaknya bisa diidentifikasi,” pungkas Budi Gunadi.
“Kalau bisa deteksi lebih dini lagi. Nah itu yang dibicarakan dengan Cina. Lebih ke hulunya, bagaimana kita mencegah agar loncatan patogen dari hewan ke manusia bisa kita jaga.”
Advertisement
Hadapi Ancaman Zoonosis
Kaitan tak terpisahkan antara manusia, hewan, dan lingkungan sudah lama ada selama manusia mengembara di Bumi. Saat manusia mengembangkan cara bertanam dan menjinakkan hewan demi menghasilkan makanan untuk bertahan hidup.
Di balik itu, menurut Budi Gunadi Sadikin, ada ancaman yang diam-diam mengarah ke dalam ketidakseimbangan ekologi yang tak terhitung jumlahnya sehingga menimbulkan munculnya penyakit zoonosis yang mengancam nyawa manusia.
“Selama 19 tahun, ASEAN dan Cina telah menghadapi beberapa wabah yang disebabkan oleh penyakit zoonosis, seperti Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS) dan flu burung (H5N1) pada tahun 2003, serta SARS-CoV-2 pada 2019,” kata Budi Gunadi dalam sesi ‘8th ASEAN - China Health Ministers Meeting (ACHMM).’
“Tentunya, tidak akan berhenti di situ. Akan ada wabah berikutnya yang berpotensi menyebabkan pandemi. Oleh karena itu, sangat penting untuk mempromosikan One Health dalam mengatasi akar penyebab pandemi.”
Untuk mengatasi pandemi mendatang, di wilayah ASEAN perlu mendeteksi dan mengurangi ancaman dan wabah zoonosis dengan lebih baik. Hal ini pun dapat dibina dengan kerja sama Cina.
“Sehubungan dengan mewabahnya SARS dan Avian Influenza, kerja sama ASEAN-Cina di bidang kesehatan telah dimulai sejak tahun 2003. Tonggak dalam hubungan ini kemudian dilembagakan oleh Cina pada tahun 2006 untuk mengejar kesehatan ASEAN-China yang lebih kuat dan sejahtera,” imbuh Menkes Budi Gunadi.
“Mengingat sejarah kerja sama kami dan mengambil pelajaran dari cara kami pulih dari wabah zoonosis sebelumnya, saya percaya bahwa kita dapat bekerja sama lebih jauh untuk memperkuat kapasitas deteksi dan mitigasi. Mari, kita bersama-sama mencegah ancaman kesehatan dan pandemi di masa depan. Mari, kita ciptakan sejarah baru manusia dan alam.”
Indonesia kembali menegaskan komitmen untuk mempromosikan pendekatan One Health di ASEAN dan Cina. Upaya berkelanjutan ini untuk mengembangkan kolaborasi, menetapkan rekomendasi dalam pernyataan bersama dan mengkonkretkan tersebut menjadi tindakan untuk mempromosikan One Health melalui berbagi pengalaman dan pelajaran.
Optimalkan Platform Berbagi Data Virus
Menkes Budi Gunadi Sadikin mengusulkan sejumlah upaya mempromosikan pendekatan One Health di ASEAN dan Cina. Upaya ini diyakini akan membuat Negara-negara Anggota ASEAN siap untuk ‘pertempuran’ lain dengan pandemi berikutnya.
“Pertama, kita harus memperkuat kapasitas dan kemampuan daerah dalam menerapkan pendekatan One Health. Saya ingin mengusulkan berbagi informasi dan pengawasan yang lebih ketat pada hewan di antara Negara Anggota ASEAN dan Cina,” ujarnya.
“Hal ini dengan mengoptimalkan platform berbagi informasi yang ada di ASEAN, seperti ASEAN Emergency Operation Centre Network, dikombinasikan dengan komitmen untuk berbagi data secara terbuka melalui platform GISAID.”
Pengoptimalan berbagi data virus harus melibatkan data besar, kecerdasan buatan, dan internet untuk memungkinkan surveilans global terintegrasi secara real-time terhadap penyakit pada manusia, hewan dan tumbuhan. Upaya ini juga akan membutuhkan sumber daya manusia yang berkinerja tinggi di One Health.
Kedua, ASEAN - Cina harus mengembangkan pusat dan jaringan penelitian regional. Seperti yang dipelajari selama pandemi COVID-19, data genom global yang dipelajari oleh para peneliti telah memungkinkan penemuan dan pengembangan vaksin demi menyelamatkan nyawa.
“Sebagai seorang bankir, saya percaya pada kekuatan investasi. Investasi dalam penelitian dan pengembangan akan menghasilkan lompatan terbesar wilayah di masa depan untuk merespons pandemi,” kata Budi Gunadi.
Ketiga, penting manufaktur lokal penanggulangan medis di Negara Anggota ASEAN dengan memanfaatkan keahlian dan pengetahuan dari Cina. Contohnya, kerja sama dalam penanganan pandemi COVID-19 melalui business-to-business dan multilateral/regional.
Adanya manufaktur lokal, setiap Negara Anggota ASEAN akan memiliki lebih banyak kapasitas dan kemampuan yang kuat ketika pandemi lain melanda, terutama mengamankan yang memadai pasokan vaksin, terapi, dan alat diagnostik.
“Oleh karena itu, kita perlu membangun kapasitas personel yang bekerja di area One Health, dari waktu ke waktu ke waktu, memastikan pengetahuan dan keterampilan diperbarui untuk menerapkan pendekatan One Health pada masing-masing wilayah,” tutup Budi Gunadi.
“Saya senang bahwa kita telah meletakkan dasar untuk memperkuat pencegahan pandemi kami dan kesiapsiagaan dengan mempromosikan One Health. Saya percaya kemitraan ini akan memperkuat upaya kami untuk mencegah dan mengurangi ancaman kesehatan masyarakat di masa depan. Dengan demikian, menciptakan lingkungan yang lebih baik dan lebih aman untuk generasi masa depan.”
Baca Juga
Advertisement