Liputan6.com, Jakarta Kebijakan mengenai kedelai kembali dikeluarkan. Kepala Badan Pangan Nasional/NFA (National Food Agency) Arief Prasetyo Adi mewajibkan para importir untuk menyerap kedelai petani lokal sebagai upaya penguatan stok kedelai nasional.
Arief mengatakan penguatan stok tersebut merupakan upaya menciptakan ekosistem pangan dalam negeri dan menjaga ketersediaan pangan kedelai.
Advertisement
Upaya tersebut dilakukan dengan bersinergi dengan Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, BUMN pangan, Bulog, swasta dan asosiasi.
“Di Indonesia marketnya sudah ada karena minat konsumsi kedelai seperti tahu tempe cukup tinggi. Saat kedelai harganya baik, bahkan lebih baik dari luar negeri, ini kesempatan kita untuk menanam kedelai. Memang butuh proses menanam dan bibitnya yang perlu disiapkan, namun gerakan menanam kedelai ini juga yang diamanahkan Presiden Joko Widodo," katanya seperti dikutip dari Antara, Senin (6/6/2022).
Kepala Badan Pangan Nasional mengungkapkan bahwa minat petani untuk menanam kedelai masih minim dibandingkan seperti padi dan tebu, lantaran harga kedelai di tingkat petani masih rendah sehingga berdampak pada keengganan menanam kedelai.
Sebelumnya, lanjut Arief, Holding BUMN pangan ID FOOD melalui PT Sang Hyang Seri telah memulai budidaya penanaman kedelai di areal lahan pertanian milik PT SHS di Sukamandi, Subang Jawa Barat sejak Maret 2022 bekerja sama dengan akademisi Universitas Gadjah Mada.
"Jaga harga kedelai di tingkat petani dan serap produksinya menjadi pendorong untuk meningkatkan minat menanam kedelai dan penguatan stok kedelai nasional," kata Arief.
Harga Acuan
Dia menyebut bahwa harga acuan kedelai di tingkat petani saat ini di kisaran Rp8.500 per kg. Oleh karena itu Badan Pangan Nasional bersama Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan pemangku kepentingan lainnya akan menyiapkan regulasi baru harga acuan kedelai di tingkat petani.
Badan Pangan Nasional berperan untuk memperbarui harga acuan mengikuti perkembangan sarana produksi yang dibutuhkan petani, memperhatikan situasi perdagangan global, serta menjamin kepastian harga dan pasar bagi produk petani.
Dengan begitu diharapkan petani dapat terlindungi dan bisa mengembangkan produksinya, serta secara bertahap dapat mengurangi ketergantungan impor kedelai.
Advertisement
Jokowi: Tanam Jagung dan Kedelai di Mana pun Tumbuh, Kok Masih Impor?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kapasitas produksi nasional berpihak pada industri substitusi impor. Arahan ini diberikannya karena pelaku industri di Tanah Air kini masih banyak bergantung pada pasokan bahan baku dari luar negeri, seperti jagung dan kedelai.
"Misalnya, jagung masih impor, tanem jagung. Kenapa? Nanem jagung di mana pun juga tumbuh. Kenapa masih impor? Kedelai, kita juga masih impor. Padahal banyak daerah yang sesuai untuk penanaman kedelai, lakukan ini," desak Jokowi saat memberikan arahan di Musrengbangnas 2022, Kamis (28/4/2022).
Selain itu, Jokowi juga mendorong percepatan hilirisasi yang dilakukan di dalam negeri. Sebagai contoh, ia mengajak daerah-daerah yang memiliki pertambangan agar segera membangun smelter.
"Daerah-daerah yang memproduksi cokelat, kopi misalnya, dorong agar mereka masuk ke industri di daerah kita masing-masing. Agar meningkatkan nilai tambah yang berlipat-lipat dan membuka lapangan pekerjaan yang sebesar-besarnya untuk rakyat," pintanya.
"Sekali lagi saya ingatkan, jangan kita hanya menjadi pengekspor bahan mentah, raw material, stop," tegas Jokowi.
Tingkatkan Komponen Dalam Negeri
Jokowi juga kembali mengingatkan, agar pemerintah fokus bekerja untuk peningkatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Artinya, belanja barang, modal dan jasa harus diarahkan kepada pembelian produk-produk dalam negeri.
"Saya ingatkan lagi, potensi belanja barang dan modal dan jasa di pusat ini ada Rp 526 triliun. Di daerah Rp 535 triliun. Artinya, total sudah Rp 1.062 triliun, plus BUMN Rp 420 triliun. Ini angka yang besar sekali," serunya.
"Jangan sampai angka yang sangat besar ini dibelanjakan untuk barang-barang impor. Sehingga produksi dalam negeri tidak berkembang. Arahkan semuanya pembelian ke produk-produk dalam negeri. Hilangkan, kurangi sebanyak-banyaknya pembelian produk impor," pungkasnya.
Advertisement