Liputan6.com, Jakarta Direktur Eksektutif Lippo Group John Riady, yang juga menjabat sebagai CEO Lippo Karawaci dan Preskom Siloam Hospitals memiliki pandangan tersendiri perihal kondisi yang terjadi. Baik dari global maupun nasional.
Sebagai pemegang estafet kepemimpinan konglomerasi Lippo Group, John Riady yang berusia cukup muda seolah tidak gagap menghadapi masa transisi di hampir semua dimensi seperti saat ini.
Advertisement
Mulai dari perkembangan teknologi seputar revolusi industri 4.0, pemulihan pasca pandemi, desakan global terkait pembaruan sektor energi, hingga gejolak geopolitik. Permasalahan global itu kini tengah melanda seluruh negara di dunia.
Bahkan, di beberapa kawasan, saat sekarang merupakan fase transisi yang paling tak mengenakkan. Baru saja sektor ekonomi hendak pulih dari terpaan pandemi, muncul perang Rusia-Ukraina yang menyisakan persoalan krisis sumber energi,hingga mengacaukan rantai pasok global.
Di sisi lain, hampir seluruh pemangku kepentingan secara global juga hendak menuju cita-cita netral karbon yang diiringi kebijakan mengikis sumber energi fosil.
Semua faktor itu tengah menghajar sendiperekonomian banyak negara, melambungkan harga-harga sekaligus memunculkan ancaman inflasi.
Indonesia pun bersiap menghadapi gelombang pasang harga komoditas, serta terganggunya pasokan material industri, serta terganggunya stok pangan.
Di tengah situasi itu, setiap pengusaha apalagi sekelas pucuk pimpinan konglongmerasi seperti Lippo Group, dipaksa berpikir keras agar fondasi bisnis tidak goyah.
Bagi dia, situasi global yang seolah mencekam, bukanlah perkara besar manakala secara faktual Indonesia masih memiliki banyak keunggulan.
“Dan saya masih optimistis bahwa negeri ini akan terus melaju, akan terus memetik berbagai pertumbuhan,” katanya.
Bahkan, dalam acara tahunan World Economic Forum (WEF) 2022 di Davos, Swiss, pesimisme terhadap perekonomian global juga mengemuka yang dilatari berbagai alasan.
Prospek Cerah
Namun, kata John, Indonesia memiliki prospek lebih cerah sebagai salah satu negara Asean yang merupakan kawasan dengan predikat ekonomi terbesar keempat di dunia.
“Kita memiliki tingkat pertumbuhan ketiga setelah China dan India. Selain itu, Indonesia juga memiliki demografi yang sangat muda, politik yang cukup stabil,” simpulnya.
Dia menyinggung jika saat ini kawasan lain seperti Amerika dan Eropa tengah menghadapi situasi yang mengarah resesi, maka kawasan Asean khususnya Indonesia bahkan ada dalam trek pemulihan yang stabil. Hingga akhir tahun ini, tingkat inflasi nasional diperkirakan hanya berkisar 4 persen.
“Namun saya pikir pemerintah kita telah melakukan pekerjaan yang baik dalam mengantisipasi dan tetap berada di depan kurva. Dan dibandingkan dengan negara lain di Asean, misalnya, saya yakin bank sentral kami lebih agresif dalam menaikkan suku bunga,” ungkap John.
Selain itu, terkereknya harga komoditas juga telah menopang pertumbuhan ekonomi. Sektor ini pun masih menjadi magnet penarik investasi yang sangat besar.
Advertisement
Prospek Bisnis
Dengan fakta demikian, John mengungkapkan sektor bisnis di Indonesia masih cukup cerah. Terlebih lagi,di bawah Pemerintahan Joko Widodo, pemerintah sangat aktif membangun infrastruktur hingga menggulirkan proyek IKN (Ibu Kota Negara).
Dia melihat strategi itu selain akan memajukan perekonomian di masa mendatang, sekaligus bakal berimbas terhadap penciptaan pembangunan yang merata dan inklusif.
“Dengan total populasi hingga 280 juta, ekonomi nasional kita semakin maju dan merata, ini adalah kekuatan baru yang menjamin pertumbuhan berkelanjutan hingga nanti,” katanya.
Pada proyek IKN, John berkomitmen Lippo Group akan ikut berpartisipasi. “Kami akan mendukung dengan berbagai kemampuan kami, entah itu pembangunan rumah sakit atau penguatan sektor kesehatan, serta bisa juga ke arah sektor pendidikan. Kami ingin mengambil bagian dan berkontribusi,”kata John.
Di sisi lain, prospek bisnis Indonesia pun semakin cerah seiring kian mudahnya akses digital. Lippo Group, berkeyakinan bahwa saat ini masih merupakan tahap permulaan dari ledakan ekonomi digital di Indonesia.
Konsolidasi pasar serta semakin banyaknya perusahaan teknologi yang lahir secara simultan akanmengubah banyak lanskap kehidupan masyarakat.
“Kami telah berinvestasi dan ikut mengembangkan sekitar 57 perusahaan rintisan, tentunya perusahaan yang kami pilih berdasarkan prinsip untuk menyajikan solusi bagi masyarakat. Dengan prinsip ini, kami yakin perusahaan rintisan itu akan terus maju dan berkembang,” tutup John.