Liputan6.com, Jakarta - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mewakili Indonesia menghadiri World Medical Association (WMA) Regional Meeting for Asia On the International Code of Medical Ethics (ICoME) di Bangkok Thailand pada awal pekan ini.
Pertemuan tersebut merupakan rangkaian dari pembuatan Kode Etik Kedokteran Internasional. Dalam pertemuan itu, PB IDI diwakili oleh tiga orang anggotanya yakni Prof. Dr. dr. Sukman Tulus Putra, Sp.A(K) dari Dewan Pertimbangan IDI dan Makelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) IDI, Dr. dr. Eka Ginanjar., Sp. PD, KKV, FINASIM, FICA, FACP, MARS dari Bidang Hubungan Internasional, serta dr. Pukovisa Prawiroharjo, Sp. N(K), PhD dari Majelis Pengembangan Pelayanan Kedokteran (MPPK) IDI.
Advertisement
Pada pertemuan itu, Prof Sukman mengatakan, kode etik kedokteran adalah dimensi utama nilai profesi dokter.
“Kode Etik Kedokteran adalah dimensi utama nilai profesi dokter dalam pengabdian profesinya yang berbasiskan kepada etik kesejawatan dan moral tanggungjawab pada masyarakat. Kedua kaidah moral ini merupakan wujud IDI mengawal sinergitas pembangunan kesehatan dengan Kementerian Kesehatan untuk mendukung enam pilar transformasi kesehatan yang melingkupi pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian.”
Sementara itu, dr Pukovisa sebagai wakil Majelis Pengembangan Pelayanan Kedokteran (MPPK) IDI mengatakan dalam presentasinya bahwa Enam pilar transformasi kesehatan merupakan kebijakan strategis masa depan kesehatan bangsa. Hal tersebut juga terkait dengan pencanangan peran IDI sebagai agent of change, agent of development, agent of treatment dan agent of health defense.
Menurut Pukovisa, sikap proaktif IDI adalah suatu upaya untuk membuka suatu transparansi peran Dokter untuk menjejak pengabdian di masyarakat lebih luas dengan tidak melupakan nilai-nilai etik kesejawatan dan perubahan sosial di masyarakat.
Tindak Lanjut dari Deklarasi Bersama WHO di Jenewa Swiss
Beberapa topik yang menjadi pembahasan utama dalam pertemuan ini antara lain; Telemedicine, Peran dokter pada posisi emergensi, dan informed consent (semua tindakan medis pada pasien) dan prinsip otonomi pasien.
dr Eka Ginanjar mengatakan bahwa pertemuan ini merupakan salah satu tindak lanjut dari Deklarasi Bersama WHO di Jenewa Swiss bulan Mei lalu. Selain menyusun Bersama Kode Etik Kedokteran Internasional ini sebagai bagian dari pelrindungan dan keselamatan pasien dan masyarakat, acara ini juga bertujuan untuk mempererat hubungan IDI di dunia Internasional.
Selain IDI yang menjadi asosisasi dokter resmi dari Indonesia yang diakui dunia, World Medical Association juga mengundang 15 asosiasi dokter resmi dari 15 negara lainnya. Selain aktif terlibat dalam penyusunan Kode Etik Kedokteran Internasional ini, PB IDI juga akan menjadi tuan rumah konferensi Asosiasi Dokter Sedunia (World Medical Association) di Jakarta pada bulan Juli mendatang.
Advertisement